Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Menggugat Kompetensi Calon Legislatif Kita

4 April 2019   09:45 Diperbarui: 5 April 2019   13:27 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi baliho caleg. [Sumber foto: detik.com]

Tipe pertama adalah para caleg pendompleng ketokohan nama keluarga/orangtua. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya cukup unik dan umum di negeri kita bahwa ketokohan dan kebesaran nama orangtua menjadi bumbu manis yang dapat menarik para calon pemilih. Tidak dapat disalahkan juga bahwa hal tersebut kerap ditemui di masyarakat kita. Pendidikan politik yang masih kurang kepada para konstituen mungkin menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Terkait pendomplengan nama tadi ada sebuah ungkapan bahwa buah tidak jauh jatuh dari pohonnya, yang bermakna sosok orangtua akan tetap menjelma pada anaknya. 

Namun, pernahkah kita juga berpikir bahwa buah bisa saja jatuh ke tanah lalu membusuk ataukah ketika jatuh buah akan hancur ketika berbenturan dengan tanah yang membuatnya tidak layak untuk dimakan? Maknanya saya pikir seluruh teman-teman mengerti. 

Banyak caleg yang masih sangat hijau tanpa pengalaman organisasi, tanpa modal politik yang mumpuni, serta pengetahuan kelas teri telah berani memasuki arena politik bermodalkan nekad dan dompleng sana-sini.

ilustrasi baliho caleg. [Sumber foto: detik.com]
ilustrasi baliho caleg. [Sumber foto: detik.com]

Tipe kedua adalah caleg pendompleng gelar pendidikan. Memang benar jenjang pendidikan adalah sebuah status yang dapat meningkatkan harkat dan martabat seseorang di tengah masyarakat kita. 

Namun apakah itu akan menjamin kecakapan seseornag dalam berpolitik dan membawa amanah konstituennya? Bukankah juga itu akan membuat seseorang dapat semakin canggih mempelintir dan menyalahgunakan amanahnya di kursi kehormatan. 

Tentu kita tidak lupa fenomena yang terjadi baru-baru ini betapa banyak tokoh politik negeri ini yang katanya terdidik dan lulusan luar negeri berakhir di hotel prodeo dikarenakan ketamakan mereka akan materi dan kekuasaan yang mereka miliki? 

Hal lain adalah bagaimana gelar pendidikan itu diperoleh oleh para caleg. Apakah dari insitusi pendidikan ternama dan terpecaya. Ataukah gelar abal-abal yang didapat dari proses pendidikan yang abal-abal juga?

Pernah saya berpikir suatu saat ketika bertemu para calon ini untuk tiba-tiba menanyakan tentang pertanyaan picisan tentang kelegislatifan maupun isu sosial yang berkembang saat ini misalkan apakah Ibu/Bapak tahu tugas-tugas legislatif? 

Apakah Ibu/Bapak tahu tentang konsep trias politica? Apakah Ibu/bapak tahu jumlah warga miskin di daerah pemilihan Bapak/Ibu? Bisa jelaskan visi dan misi Ibu/Bapak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun