Tahun 2010 – 2013 saya tinggal di Tanjung Balai Karimun (Kepulauan Riau). Dalam tahun ini saya membuat SIM A dan C. Pertengahan tahun 2013 saya pindah ke Pangkalpinang (Bangka Belitung). Dan tak lama kemudian, saya sudah memiliki KTP dan Kartu Keluarga di sana.
Waktu terus berlalu. Tanpa disadari SIM A saya sudah mau selesai  (Oktober 2016), sementara SIM C berakhir tahun depan. Ketika hendak mengurus perpanjangan SIM, kepada saya disampaikan harus ada mutasi SIM dahulu. Ini merupakan hal baru yang saya dengar. Jika tidak mutasi, berarti saya harus membuat baru.
Sadar akan birokrasi yang susah untuk mengurus SIM baru, saya akhirnya memutuskan mencoba menggunakan ketentuan yang ada di kepolisian itu. Bagi saya, ini merupakan bentuk penghormatan saya kepada kepolisian. Mereka sudah membuat ketentuan, kenapa tidak kita gunakan.
Hari Senin (4 Juli) pagi saya mendatangi Polres Karimun di Jalan Ahmad Yani 1. Sengaja saya datang pada masa puasa, karena yakin petugas, yang mayoritas muslim, akan bertindak jujur. Bukankah mereka harus menjaga kesucian di bulan yang suci? Tapi sayang, tak ada satu pun petugas di sana. Akhirnya saya tahu bahwa para petugas sudah menjalani cuti bersama. Karena itu, saya pulang dengan sedikit membawa kekecewaan.
Minggu berikutnya (11 Juli) kembali saya datangi Polres Karimun. Kali ini saya mendapati petugas. Saya menanyakan perihal syarat-syarat untuk urusan mutasi SIM. Kepada saya disampaikan untuk menyiapkan fotocopy KTP dan SIM. Hari itu saya tidak segera mengurusnya, mengingat beberapa kesibukan.
Pada Selasa (12 Juli) saya mendatangi Polres Karimun dengan membawa berkas yang dibutuhkan. Petugas yang menerima bernama Cendy (saya tidak tahu pangkatnya). Setelah menerima berkas yang saya berikan, beliau mengatakan bahwa kemungkinan selesai sekitar pukul 15.00 WIB. Beliau akan menghubungi saya. Karena itu, beliau meminta nomor HP saya.
Hingga pukul 16.00 WIB tidak ada telepon yang masuk ke HP saya. Sementara itu, pukul 17.00 WIB saya ada acara di Sei Bati. Saya berangkat ke Sei Bati pukul 16.30 WIB, dan saat itu pun tidak ada telepon. Saya berangkat dengan meninggalkan HP di kamar.
Pukul 22.30 WIB saya baru kembali ke rumah. Saya menemukan ada 2 kali telepon masuk. Yang pertama pada pukul 16.39 WIB (dengan nomor 08527218***), dan yang kedua pada pukul 16.55 WIB (dengan nomor 08123688***). Tidak ada SMS yang masuk. Saya curiga kalau salah satu dari nomor itu berasal dari Polres Karimun. Karena itu, saya memutuskan untuk ke Polres Karimun besok. Namun sayang, pada hari Rabu, kota Tanjung Balai Karimun diguyur hujan hampir seharian. Hujan inilah yang menghalangi niat saya untuk ke sana.
Baru pada hari Kamis (14 Juli) saya mencoba kembali ke Polres Karimun, sekalipun cuaca saat itu mendung. Di Polres saya kembali menghadap Bapak Cendy. Setelah menjelaskan perihal surat mutasi saya, beliau menyatakan bahwa biaya mutasi per SIM adalah Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).
Awalnya saya sedikit kaget dengan biaya sebesar itu. Tapi karena saya menghormati petugas polisi, saya akhirnya mengeluarkan dua lembar uang seratus ribu. Saya tidak mau berpikiran negatif. Saya hanya berpikir mungkin memang segitu biayanya.
Demikianlah sekedar sharingpengalaman saya mengurus mutasi SIM keluar. Mungkin sharing ini berguna bagi teman-teman yang juga berencana untuk mutasi SIM. Atau ada yang pernah mengalaminya, sehingga bisa berbagi di sini.
Terima kasih.
Tanjung Balai Karimun, 14 Juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H