Sejarah pidana mati di Indonesia telah ada sejak masa kerajaan dimana hukuman mati diberlakukan oleh para raja untuk menjamin terciptanya keamanan masyarakat yang berada di wilayahnya. Ada berbagai cara seperti dipancung, dibakar, dan diseret dengan kuda. Lalu pada masa presiden Soekarno, pidana mati tetap diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum  Pidana dan dilanjutkan pada masa presiden Soeharto atau yang biasanya dikenal dengan zaman orde baru
Pada saat zaman ini masalah pidana mati tidak terlalu ditentang karena pemerintahan pada saat zaman orde baru dikenal sangat represif dan juga pemberlakuan pidana mati di Indonesia dilanjutkan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta presiden Jokowi. Sanksi pidana mati selalu menjadi perdebatan publik terutama pada pelaku kejahatan narkoba. Â Pidana mati merupakan salah satu sarana untuk melindungi kepentingan yang bersifat kemasyarakatan. Perkembangan hukum pidana yang modern menyusun pidana untuk melindungi kepentingan masyarakat.[1]
Peredaran narkotika di Indonesia belakangan ini sudah cukup mengkhawatirkan, karena semakin banyak pelaku kejahatan narkoba yang ada di Indonesia. Menanggapi hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai perlawanan terhadap pelaku kejahatan narkoba di Indonesia, salah satu bentuknya adalah menjatuhkan sanksi pidana mati bagi para pelaku.
Kejahatan narkoba di Indonesia termasuk ke dalam kategori kejahatan luar biasa karena angka kejahatan yang semakin meningkat dimana sama sekali tujuannya tidak murni untuk balas dendam, melainkan berdasarkan keyakinan moral bahwa kejahatan yang mereka lakukan merupakan kejahatan yang sangat berat dan meresahkan serta melukai perasaan moral keadilan masyarakat.
Meskipun pidana mati telah banyak dibahas oleh para ahli hukum pidana, masalah ini tetap merupakan masalah yang penting untuk dibahas, dimana terdapat berbagai pendapat mengenai penerapan sanksi pidana mati di Indonesia, ada yang mengatakan bahwa dengan diterapkannya sanksi pidana mati kepada pelaku kejahatan narkoba efektif dan sebaliknya terutama dalam rangka pembangunan hukum dan dalam penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional di masa yang akan datang.
Pidana mati adalah suatu hukuman yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat pada sistem pidana di Indonesia yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya[2]. Esensi pemberian pidana mati adalah untuk memberikan efek jera bagi pelaku agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang.
Selain itu, pemberian pidana mati diharapkan untuk memberikan rasa takut agar masyarakat tidak melanggar peraturan karena adanya peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan dari waktu ke waktu salah satu nya dalam konteks kejahatan narkoba. Maka para pelaku yang semakin meningkat jumlahnya perlu diberikan pemberitahuan yang mengejutkan berupa pidana  mati terutama bagi pelaku-pelaku termasuk kejahatan narkoba yang memang tidak bisa lagi diharapkan berubah. Beberapa sarjana hukum pidana yang menerima pidana mati salah satunya adalah Rambonnet yang mengatakan " Tugas dan pengusaha negara untuk mempertahankan ketertiban hukum".
Mempertahankan ketertiban hukum itu diwujudkan oleh pidana. Dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai hak untuk memidana, artinya membalas kejahatan itu. Dan hak dari penguasa untuk memidana mati itu adalah akibat yang logis dari pada haknya untuk membalas dengan pidana. Â
Secara umumnya dapat dilakukan dengan merampas kemerdekaannya. Selain itu, Mahkamah Agung juga tetap meyakini pemberlakuan hukuman mati itu efektif karena memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana luar biasa semisal narkotika. Panitera Muda Pidana Mahkamah Agung (MA) Suharto menolak anggapan bahwa pelaksanaan hukuman mati gagal menekan pertumbuhan kejahatan narkotika. Pasalnya, menurutnya tuntutan maupun putusan hukuman mati tidak diberikan terhadap seluruh kejahatan bidang narkotika. Suharto mengatakan efektivitas hukuman mati terbukti manakala jenis pidana yang diputus hukuman maksimal tersebut telah berkurang.[3]
Pendukung sanksi pidana mati diterapkan di Indonesia mempunyai alasan tersendiri mengapa mereka mendukung hukuman tersebut seperti yang dikatakan oleh Buwas " Hukuman mati penting untuk menekan jumlah korban narkoba." Â Menurutnya narkoba berkaitan dengan nasib negara. Para pembela pidana mati untuk memberantas pelaku narkoba mengatakan bahwa pidana mati mempunyai peranan menjamin para pelaku agar tidak lagi menganggu masyarakat dengan cara mempengaruhi mereka dengan narkoba yang akan berdampak kepada generasi di masa yang akan datang.[4] Lalu, dengan adanya pidana mati membuat pelaku seiring waktu akan semakin berkurang.
Namun , seperti yang dikatakan oleh BBC Indonesia yang dikutip dari data BNN, pada 16 Januari 2015 bahwa " Hukuman mati setiap tahunnya dari tahun 2009 sampai sekarang jumlah kejahatan narkotika terus meningkat " dimana Jumlah barang buktinya dan pecandunya terus meningkat, hukuman mati serta eksekusi terus dilakukan, namun angka kejahatan narkoba tidak menurun karena para pelaku memberontak dan tidak takut akan adanya pidana mati.[5] Data itu menunjukkan bahwa hukuman mati sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Apabila eksekusi dapat secara efektif mencegah kejahatan narkoba seharusnya menurun, tetapi faktanya justru meningkat secara signifikan seperti yang diklaim oleh pemerintah terhadap jumlah kasus terkait narkoba pada tahun 2016.
Menurut Amnesty International hukuman mati dinilai melanggar hak untuk hidup seperti yang diakui dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan merupakan hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan dimana perlindungan hak untuk hidup juga diakui dalam Konstitusi Indonesia.[6] Selain itu, penerapan hukuman mati di Indonesia itu sendiri bertentangan dengan perkembangan di dunia modern.
Pelaksanaan hukuman mati yang bertujuan untuk mengendalikan kejahatan narkoba tidak efektif dalam pelaksanaannya dimana pemerintah cendrung hanya memikirkan jika para terpidana di hukum mati maka tingkat kejahatan narkoba akan secara otomatis menurun dimana masyarakat akan takut karena beratnya hukuman sehingga timbulah efek jera. Namun anggapan seperti itu tidak dapat dibuktikan benar.
Selain itu, dalam pelaksanaannya eksekusi mati terpidana tidak bisa dilakukan dengan cepat karena adanya hak-hak yang dimiliki oleh mereka salah satunya adalah pengajuan grasi. Para terpidana berhak untuk mengajukan grasi kepada presiden untuk mendapatkan pengampuan dengan mengganti hukuman mati yang didapatnya dengan hukum alternatif lainnya yaitu hukuman penjara seumur hidup.
Sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh PBB mengenai hubungan antara tingkat hukuman mati menyimpulkan bahwa penelitian tersebut tidak memiliki bukti ilmiah yang menjelaskan bahwa hukuman mati memiliki efek jera. Lalu, pidana mati yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia banyak mendapatkan protes dari berbagai kalangan Internasional.
Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa penggunaan hukuman mati tidak lagi banyak digunakan di dunia karena hukuman tersebut dianggap melanggar Hak Asasi Manusia dan merupakan hukum yang kejam. J.E. Sahetapy mengatakan " Orang mulai menyadari akan keburukan daripada pidana mati itu. Gerakan menentang pidana mati ini menjalar ke berbagai negara. Pada tahun 1847 di negara bagian Michigan pidana mati dihapuskan. Kemudian di Venezuela pada tahun 1849 dan di Nederland pada tahun 1870 "[7]
Oleh karena itu, mengenai efektifitas pidana mati bagi pelaku kejahatan narkoba sampai saat ini masih diperbincangkan dan masih belum bisa diputuskan efektif atau tidak mengenai hukuman ini. Terhadap pihak yang menganggap pemberian sanksi pidana mati efektif dan mendukung pemberian sanksi pidana mati untuk para pelaku narkoba agar membuat mereka jera, takut, tidak meresahkan masyarakat dan menurunkan angka pelaku narkoba dimana hal ini membuat nasib negara dan generasi yang akan datang menjadi lebih baik dan terhindar hal-hal negatif.
Di sisi lain, pihak yang menganggap pemberian sanksi pidana mati terhadap pelaku narkoba tidak efektif mengatakan bahwa hal tersebut melanggar Hak Asasi Manusia dan justru membuat angka pelaku narkoba meningkat karena mereka banyak yang memberontak dan tidak takut akan hal itu Bukankah mereka bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk merenungi kesalahannya, misalnya hukuman penjara dan merubah diri mereka menjadi lebih baik dengan bantuan para pemerintah Indonesia seperti dilakukannya rehabilitasi karena lebih baik memperbaiki dan merubah si pelaku dibandingkan merampas nyawa mereka.
Menurut saya untuk ke depannya, pemerintah Indonesia dapat menanggulangi mengenai penerapan sanksi pidana mati untuk pelaku narkoba. Sebenarnya penerapan sanksi pidana mati dapat saja diterapkan tetapi jika bisa lebih baik memakai alternatif lain seperti dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
Â
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati
[3] https://kabar24.bisnis.com/read/20171219/16/719893/mahkamah-agung-nilai-hukuman-mati-masih-efektif
[4] https://tirto.id/bnn-tetap-dukung-hukuman-mati-untuk-kasus-narkoba-cDt8
[6] Berliana, 2009, Relevansi Pidana Mati Dalam Sistem Hukum Pidana DI Indonesia Dalam Hubungannya Dengan Tujuan Pemidanaan, Universitas Udayana, h. 54
[7] J.E. Saahetapy, Suatu Situasi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, CV Rajawali, 1982, hal. 347.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H