Mohon tunggu...
Adra Ashalee Asyifa H
Adra Ashalee Asyifa H Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Jurusan Pendidikan Khusus Universitas Negeri Jakarta

Saya adalah mahasiswi jurusan pendidikan khusus yang mempunyai hobi menulis cerita fiksi dan non fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelatihan Emosional yang Tepat untuk Mendukung Anak Berbakat

20 Desember 2023   20:34 Diperbarui: 20 Desember 2023   20:41 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Keberbakatan adalah salah satu topik yang saat ini masih sering dibahas oleh masyarakat. Keberbakatan sendiri adalah potensi yang dimiliki oleh anak berbakat. Menurut Wahab (2016) keberbakatan diartikan sebagai kemampuan unggul yang dimiliki anak berbakat yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan dengan tingkat prestasi dan kreativitas yang sangat tinggi. 

     Untuk mengidentifikasi anak berbakat  diperlukan berbagai tes yang akurat yang dilakukan oleh para ahli dibidangnya. Identifikasi anak berbakat dilakukan untuk menyesuaikan program layanan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki anak tersebut. Anak berbakat memiliki tiga karakteristik yang sangat menonjol, diantaranya yaitu kemampuan intelektual diatas rata-rata, kreativitas yang tinggi, serta memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas-tugas yang telah diberikan. 

     Kebanyakan masyarakat awam beranggapan bahwa anak berbakat adalah anak yang sangat luar biasa, anak cerdas, gigih, cerdik dan masih banyak lagi ungkapan atau julukan yang mereka berikan terhadap anak berbakat tersebut, dengan anggapan masyarakat terhadap anak berbakat tersebut memunculkan sikap emosi negatif yang terdapat dalam diri anak tersebut. Dampak negatif dalam diri anak berbakat dilihat dari perspektif emosionalnya adalah kebanyakan anak berbakat merasa superior dibandingkan dengan anak lainnya dan hal ini yang memunculkan sikap angkuh, sombong sehingga anak berbakat lebih cenderung untuk tidak bersosialisasi dengan anak-anak normal lainnya. 

    Menurut Dzinovic, Devic & Deric (2019),anak berbakat diklaim oleh mereka rentan terhadap kondisi beresiko terhadap masalah emosional-sosial selama masa kritis perkembangan mereka. Aspek-aspek yang menjadi titik ukur baik atau buruknya sikap anak berbakat dalam emosional-sosial yaitu dilihat dari kesadaran emosi diri, kontrol emosi diri, orientasi berprestasi, berpikiran positif, penyesuaian diri, empati, kesadaran organisasi, pengaruh, mentor, manajemen konflik, pemimpin inspirasional dan kerja tim. 

      Proses pengembangan kondisi emosional peserta didik berbakat sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar anak tersebut. Anak berbakat mempunyai beberapa kebutuhan pokok akan pengertian, penghargaan serta perwujudan diri. Dari ketiga kebutuhan pokok tersebut, jika salah satu tidak terpenuhi maka anak berbakat akan merasa cemas dan bersikap ragu-ragu dalam melanjutkan aktivitasnya. Dengan adanya permasalahan seperti itu, maka Soego dalam Tim Direktorat PSLB tahun 2009 menambahkan bahwa akibat yang ditimbulkan dari permasalahan yang dibahas sebelumnya adalah timbul masalah-masalah baru seperti kemampuan berpikir kritis yang mengakibatkan munculnya sikap meragukan atau skeptis,keraguan ini bisa jadi terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Kepekaan yang tinggi dari anak berbakat membuat anak tersebut lebih mudah tersinggung dan peka terhadap kritik. Anak berbakat biasanya lebih sering untuk memilih mandiri baik dalam belajar maupun dalam bekerja, mereka juga kebanyakan memilih untuk mendapatkan kebebasan dalam setiap langkah kehidupan, hal inilah yang dapat membuat konflik baik antara dirinya sendiri dengan orang tua, teman, dan masyarakat.

      Anak berbakat memiliki karakteristik sosial dan emosional menurut Schmitz dan galbraith (1985) yang sulit diterapkan pada semua anak berbakat dalam bidang intelektual karena kondisi anak berbakat memiliki keunikannya masing-masing. Anak berbakat memiliki kemampuan perkembangan emosi dan sosial yang lebih tinggi dari anak seusianya. Anak berbakat biasanya lebih memiliki harapan yang tinggi kepada dirinya sendiri dan orang lain. Namun, anak berbakat berharap terlalu tinggi tanpa disertai dengan kesadaran diri yang mana hal ini membuat anak tersebut frustasi terhadap dirinya sendiri. 

     Untuk mengatasi adanya kondisi emosional yang negatif dari anak berbakat, maka cara yang dapat dilakukan diantaranya yaitu mendukung anak berbakat mengembangkan bakat dan kreativitasnya disertai dengan pengertian bahwa anak berbakat tidak boleh merasa paling superior dibandingkan dengan teman atau anak seusianya yang normal. Anak berbakat memerlukan pengendalian sikap agresif dalam dirinya,termasuk mengendalikan perilaku rasa benci, kemarahan dan emosi yang tinggi terhadap suatu hal. Anak berbakat memerlukan pelatihan diri untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan  sosialnya. Dengan memasukkan anak berbakat ke dalam sekolah inklusi yang memiliki program untuk anak berbakat, maka anak berbakat akan memiliki pergaulan yang lebih luas dan anak berbakat dapat saling menghormati serta menghargai anak lain yang berbeda dari dirinya.

      Peran orang tua untuk mendukung anak berinteraksi dengan orang lain juga menjadi cara agar anak bisa memperoleh pengetahuan baru,nilai-nilai, sikap dan perilaku esensial yang diperlukan oleh anak berbakat ketika kelak ia berbaur dengan masyarakat. Penyesuaian diri dilakukan oleh manusia selama ia masih hidup. Penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial merupakan kesanggupan manusia untuk mereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas sosial dan situasi sosial, dan bisa mengadakan relasi sosial yang sehat. Selain itu ketika seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya maka ia akan bisa menghargai pribadi lain, serta menghargai hak-hak sendiri di dalam masyarakat (Kartono, 2000).

       Penyesuaian diri yang dilakukan anak berbakat memiliki beberapa aspek diantaranya yaitu anak berbakat akan memiliki perasaan afeksi yang kuat, harmonis serta seimbang, selalu merasa aman ,baik budi pekertinya, memiliki kepercayaan diri dan kepercayaan terhadap orang lain, memiliki kemampuan untuk bisa memahami dan mengontrol diri sendiri, memiliki kepribadian yang matang, memiliki relasi sosial yang memuaskan dan yang terakhir memiliki jiwa pribadi yang sehat mental. 

     Anak berbakat pada umumnya selalu merasa paling superior di antara anak lain yang seusianya,hal ini disebabkan karena anggapan masyarakat yang menyebutkan bahwa mereka lebih dominan dari anak normal lainnya, jika hal ini tidak dicegah dan diberikan pengajaran yang sesuai untuk melatih emosional anak berbakat, maka anak tersebut akan merasa sombong, lebih temperamental, serta anak berbakat bisa jadi mengalami kondisi mental yang lebih tertekan dibanding anak normal lainnya. Peran orangtua sangat memberikan pengaruh besar bagi kemampuan anak mengontrol emosi negatif yang ada dalam dirinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun