Oleh: Annisa Dewanti Putri[caption caption="Sketsa Masjid Al-Mashun, Medan. Sumber: Penulis, November 2015"][/caption]
[caption caption="Sumber: Penulis, November 2015"][/caption]
Dalam kemeriahan aktivitas para pencari materi, berdirilah suatu ruang. Ruang yang selalu menjadi alarm pengingat di setiap waktu. Menggetarkan hati untuk selalu mengingat sang pencipta. Dikumandangkan adzan, maka ruang itu tak pernah sepi. Ruang arsitektur yang penuh akan makna spiritual.
Kebudayaan islam telah banyak mengadopsi sejumlah atribut kebudayaan dari wilayah yang berbeda tanpa harus keluar dari esensi budaya ruangnya tersendiri. Lihatlah kaligrafi, pilar-pilar tinggi, kubah maupun lantai yang berseri. Sebagaimana Arkoun (1983) telah mengatakan soal pewaris sah budaya agung: Byzantium, Persia, Mesir, dan India. Mihrab yang juga bisa berasal dari tradisi Koptik, Minaret, menciptakan kode struktural bagi arsitektural masjid.
Ruang itu sekarang sudah penuh dengan atribut yang berbeda. Baik bentuk hexagon, polygon, maupun oktahedron, semua tak terkecuali bentuk melingkar ataupun persegi, tetaplah masjid, indah jika dilihat. Simbol bulan, bintang, ataupun lafadz Allah tak menjadi pembeda. Kaum mukminin telah mengenali simbolnya untuk ruang ini sendiri.
Masjid yang kini tak hanya sebagai tempat beribadah, tapi tempat kegiatan sosial serupa pembelajaran dan lainya. Konsep Basilika juga telah mempengaruhinya. Bagi sebuah rumah ibadah sebagai tempat pertemuan (Basilika) telah dikembangkan juga dalam masjid. Bagi Arsitek Akhmad Fanani, waris-mewarisi benda-benda fisik ujud kebudayaan antarkomunitas, sepanjang mampu diolah dengan tanpa mengganggu prinsip akidah, telah diterapkan tanpa ragu oleh kaum Muslimin.
[caption caption="Sketsa Langsung Masjid Raya, Bandung. Sumber: Penulis, Oktober 2015"]
Memperhatikan keindahan ruang yang ada, Masjid itu indah. Tak hanya dari bentuk tapi dari juga dari ruang simbol yang tersirat nampak. Kolonade (Jajaran Kolom) dalam mayoritas masjid diterapkan sebagai bentuk penyangga atas dari bagian strukturnya. Kolom tinggi itu sengaja diekspose, menjulang tinggi sampai ke ujung kubah-kubahnya. Hingga seraya ketika manusia berdoa mengangkat tangan, semua terasa luas, megah mewakili celah-celah.
Baik Al-Quds yang berbentuk segi delapan, yang hampir serupa dengan masjid Al-Mahsun, ruang ini tetap tak pernah padam untuk dikunjungi. Serupa halnya Masjid Agung, ditengah-tengah alun-alun Bandung, memanggil masyarakat dan tak lupa mengingatkanya untuk lanjut berwudhu. Dimanapun ruang ini berada, ialah pengingat, tak pernah sepi untuk berkumandang.
Masjid. Baik dengan Kolonade ataupun tanpanya, tetaplah ruang yang besar, mampu menjadi pusat untuk kegiatan. Arsitekturnya tak hanya indah dilihat kasat mata, namun juga penuh cerita. Cerita yang tak hanya terkisah dari atribut budaya di dalamnya, tetapi juga dari ruang yang dihiasinya.
Â
Jakarta, 12 Desember 2015
a_dewanti_putri@yahoo.com
http://resketsa.blogspot.co.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H