Mohon tunggu...
Farida Chandra
Farida Chandra Mohon Tunggu... -

praktisi, pemerhati hukum ketenagakerjaan budidaya ikan lele dan pisang kepok pelestari dan usaha batik tulis madura

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kritik-Saran untuk Pengelola Monkasel (Monumen Kapal Selam) Surabaya

1 Agustus 2014   20:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:40 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak JKW-JK merencanakan soal tol laut, saya jadi konsen tentang ‘nenek moyangku seorang pelaut’ itu memang betul! Negara kita ini negara maritim terbesar di dunia. Waouw!

Jika selama ini yang dikeluhkan orang adalah macet, macet dan macet, atau tarif tiket pesawat yang aduhai tak terjangkau dengan pelayanan sekedarnya, kenapa ga coba alternatif transportasi via laut aja ya?

Akhirnya saya yang sudah sangat amat sering lewat Monkasel (Monumen Kapal Selam) di Jalan Pemuda Surabaya, terketuk hati untuk mampir. Setidaknya meski kapal selam bukanlah alat transportasi umum tapi rasa keingintahuan akan berubah jadi rasa cinta. Kayak apa sih isi daleman kapal selam segede itu? Bukan replika lho! Panjangnya 76 meter dengan lebar 6 meter lebih. Jadi malu ati sih, ketika seharusnya saya yang suka wiskul di Surabaya Plaza males melangkahkan kaki yang cuma beberapa langkah saja ke lokasi Monkasel di sebelahnya. Waduh!

Berhubung di Kompasiana sudah banyak yang menulis tentang Monkasel, kali ini saya tulis berdasar mata pengunjung. Ya, sesuai judulnya, maap-maap saya harus berikan kritik-saran membangun bagi pengelolanya.

Di tiket masuk hanya tertulis “Monkasel” sehingga kurang jelas siapa pengelolanya, entah bagian yang mengurusi kelautan/maritim atau Pemkot Surabaya atau swasta?

Yang ingin saya sampaikan ada beberapa, semoga berkenan.

Kondisi Area Luar

1.Lokasi parkiran (bekas gedung?) nampaknya sebagai sekedar lapangan parkir non permanen karena dasar paving block hanya sebagian kecil dan sebagiannya adalah tanah…sampah berserakan dan minimnya petunjuk arah keluar area parkir

2.Tiket masuk Rp 8ribu/orang, agar ditinjau kembali dengan pertimbangan 90% area ini merupakan area edukasi bukan lokasi wisata dengan aneka permainan khususnya untuk anak-anak kecuali dapat memberikan nilai lebih

3.Loket penjualan tiket dan petugas penjaga pintu masuk/keluar agar dipertimbangkan kelayakannnya khususnya jika hari hujan lumayan bechiek

4.Pepohonan sangat jauh dari kesan rindang dan terawat jika dibandingkan dengan taman kota yang dikelola Pemkot (Taman Bungkul, Taman Flora, dll.) tanpa biaya tiket masuk alias gratis

5.Kebersihan toilet harus jadi perhatian khusus dan utama

6.Telpon umum koin, jika sudah rusak/tidak difungsikan lagi, agar ditiadakan saja

7.Kios-kios termasuk kios suvenir tutup pada libur lebaran yang justru sedang peak seasons

8.Dibuat pintu penghubung dengan pintu masuk “patung suro lan boyo” dan area skate-board/sepeda untuk kepraktisan dan kenyamanan serta pengawasan

Kondisi Area Dalam Kapal Selam

1.Cukup baik, cukup bersih, cukup lampu penerangan, namun sebaiknya ada satu petugas (guide) yang menerangkan segala hal fungsinya dengan pertimbangan tulisan petunjuk belum tentu dapat terbaca atau dimengerti oleh mayoritas pengunjung

2.Jika ada petugas di pintu masuk, sebaiknya juga ada petugas di pintu keluar kapal selam agar lebih tertib mengingat sempitnya area kapal

Kondisi Ruang Video Rama

1.Pertunjukan tentang kegagahan KRI Pasopati 410 sangat menggugah jiwa nasionalisme saya, film sinematik yang menunjukkan luar biasa hebatnya para perwira dan pahlawan kita pada jamannya tetapi akan lebih baik lagi jika direpro dengan kualitas gambar dan suara yang lebih baik, tentunya dengan teknologi terkini.

2.Ruang dibuka tepat waktu namun tanpa pengawas di pintu masuk maupun bagian dalam dengan penonton yang belum tentu berkarcis, cukup crowded dengan penonton anak-anak yang belum cukup umur : berteriak, menangis, merengek, tendang-tendang laci lemari di kiri-kanan layar film, luar biasa menyiksa bagi yang ingin menonton full time 20 menit.

Besar harapan saya kritik-saran ini dapat segera ditindaklanjuti para pihak terkait agar jiwa kebangsaan kita para generasi muda makin bertumbuh dan berkembang dan kelak berguna bagi nusa dan bangsa. Agar Monkasel semakin menarik bagi pengunjung - saat ini dikunjungi 100-an orang pada hari biasa dan 200-300-an orang pada hari libur.

Terima kasih yang tak terhingga bagi jasa para pahlawan bangsa dan keluarganya…tetap Tabah Sampai Akhir (Wira Ananta Rudira)

Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun