Salah satu selera traveling saya adalah “back to dusun”. Traveling yang bertujuan menikmati suasana desa yang masih alami dan asri. Jauh dari hinggar binggar kota terlebih macam Jakarta. Menikmati dusun yang sederhana dan memberikan kenyamanan. Mungkin karena karena melewati masa kecil di desa. Jadilah traveling yang membawa ke alam nostalgia menjadi lebih bersemangat, bergairah, ketimbang menikmati gemerlap kota-kota besar. Ya faktor selera saja.
Traveling kali ini di Yogyakarta mengobati rasa kangen suasana dusun. Hanya saja kali ini bukan suasana desa yang aku jumpai. Sebuah spot alam yang masih alami.
Tujuan awal adalah hutan Pinus Mangunan. Sudah semakin terkenal. Terbukti hari Minggu pagi itu terlihat ramai. Puas foto-foto, pasangan ku kasak-kusuk mencari informasi ada spot apa lagi yang dekat Mangunan. Mendapat informasi salah satunya adalah Hutan Pinus Pengger.
Secara administratif termasuk Dusun Sendangsari, Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Berjarak kurang lebih 25 kilometer dari kota Yogyakarta. Jika menggunakan mobil pribadi butuh sekitar 1 jam tiba di lokasi. Aman jika menggunakan motor sejauh tidak hujan. Jalan beraspal mulus.
Kenapa ke sini?
Setiap traveler pasti punya selera dan pilihan memilih, menentukan, spot wisata yang diminati. Khusus di Hutan Pinus Pengger lebih cocok untuk mereka yang menyukai alam. Buang dulu bayangan hutan yang ngeri, angker, banyak penampakan. Di sini tidak begitu. Justru kita akan dimanjakan suasana yang berbeda.
Hutan yang masih alami, asri karena tertata rapi, seakan ingin mengucapkan selamat datang kepada setiap pengunjung. Tidak ada pemandu yang menemani kita selama berada di kawasan ini. Rasanya tidak perlu juga sich. Karena di jamin tidak akan tersesat selama sightseeing disini. Tapi jika butuh di temani, yang barangkali kita datang sendiri (solo traveler), pengelola setempat tidak menolak. Yang penting di kasih tips yang wajar saja.
Lebih ke dalam, kita akan merasakan suasana yang lebih teduh dan nyaman. Jauh dari hiruk pikuk. Bagi saya ini yang saya cari. Berada disini seakan ingin “balas dendam” dengan kesuntukan, kejemuan selama berada di belantara hutan beton Jakarta.
Cuma itu saja? Tentu saja tidak. Yakin kita tidak akan segera meninggalkan spot ini jika battery ponsel atau kamera dan memori dalam kondisi full. Ternyata ada banyak spot selvie yang menarik. Ini juga yang di gandrungi muda-mudi datang ke sini. Puas-puas-in ber-selvie ria, lalu sharing di medsos. Hasilnya....”wuiiiihhh....dimana ini...cakep banget”. Mendapat respon begitu pasti seneng dan makin semangat. Seneng bikin orang penasaran.
Ngga perlu ekstra nyali untuk foto-foto di Jembatan Pohon dan Rumah Pohon. Hanya butuh kehati-hati-an saat menapak tangga. Setelah di atas minta rekan yang di bawah untuk foto. Atau langsung saja selvie. Karena ada sinyal, segera upload atau sharing di medsos. Dan tunggu hasilnya....
Ah rasanya sich lebih cocok untuk yang muda-muda ya. Gimana tuk yang sudah menjelang tuer...? ya mengikuti perkembangan teknologi. Nyelvie ternyata bukan dominan untuk yang muda-muda saja. Kalau untuk foto-foto, sebagai kenangan tidak terlupakan, sayang banget kalau mikir usia. Artinya, yang tuer atau “jelang” tuer pun sah-sah bukan ber-selvie ria. Hanya saja mungkin posenya tidak perlu harus loncat. Nah yang satu ini butuh ekstra keberanian dan siap menghadapi risiko foto sambil loncat...hahaha....
Spot Andalan
Umumnya sebuah spot yang diminati pasti ada menjadi andalan. Termasuk di Pinus Pengger ini. Apa itu? Jika kita datang bersama pasangan, arahkan langkah ke Tangga Cinta. Disini spot mengabadikan kemesraan bersama pasangan dengan background hutan. Jika kita datang bersama ibu dan bapak, foto lah mereka dengan pose mesra di sini. Pasti akan menjadi kenangan romantis. Disinilah kreatif-nya warga pengelola setempat menciptakan spot foto romantis.
Barangkali di sini, setelah foto bersama pasangan, ingin menyatakan komitmen lebih dalam kepada pasangan. Tidak keliru tempatnya. Atau mungkin ingin memberikan kejutan dengan melingkarkan cincin manis di jari pasangan, oowww....romantic.
Jika kita datang saat senja, lagi-lagi jika cuaca cerah, keindahan suasana jingga matahari terbenam sudah di depan mata. Jangan beranjak dulu. Setelah matahari terbenam..wuiiihhh...indahnya kerlap-kerlip lampu kota Yogyakarta. Mirip untaian mutiara yang berkilau. Kalau saya yang tipikal melankolins pasti akan langsung terpesona.
Menikmat Yogya dalam suasana malam menjadi andalan yang di tawarkan pengelola. Memang di anjurkan datang sore sampai malam. Ah apa ngga ngeri jalan di tengah hutan malam-malam? Agar lebih pede, ngga parno, jangan ragu minta di antar pengelola. Minta di temani sampai puas foto-foto.
Puas dan capek setelah asyik foto-foto disini, jangan khawatir. Rebahkan diri di gazebo yang tersedia disini. Pilihan lain mampir di salah satu warung. Nikmati cemilan sekedar mengisi kekosongan perut. Puaskan dahaga dengan minuman ringan. Sedikit banyak menambah energi untuk kembali ke rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H