Menegangkan! walau tidak tahu harus menyingkir kemana jika instruksi itu muncul. Untung lah akhirnya si Komodo membelok-kan langkahnya, tidak jadi meneruskan ke arah kami. Lega....!!
Pengalaman menegangkan ini, membuat saya bisa membayangkan seperti kondisi si turis saat digigit Komodo. Ceroboh, tidak waspada, kira-kira begitulah yang ingin saya katakan. Terlalu fokus ke kamera, berburu obyek, akibatnya ya begitulah.
Wah jadi ikut memvonis ya. Tapi begitulah. Jika si turis tadi tetap waspada, hati-hati, dan di dampingi ranger, pasti tidak sampai kejadian.
Jadi... dari kejadian ini bisa mengambil kesimpulan, apakah kejadian ini musibah atau....?
Pengalaman Lain
Terlepas dari kejadian si turis tadi, saya jadi teringat penuturan seorang ranger yang mendampingi saya. Suatu saat ia membawa rombongan 5 orang semuanya wanita. Mengambil trekking pendek sekitar 1 jam di Pulau Rinca. Saat registrasi pertanyaan standar dan harus dilakukan sang petugas, adakah yang sedang menstruasi. Dijawab, tidak ada.
Saat di base camp barulah rombongan kecil tadi di “sidang”. Ditanya sekali lagi siapa di antara mereka yang ternyata sedang menstruasi. Barulah ada yang mengaku. Salah satu anggotan rombongan ternyata baru saja “dapet”. Saat ditanya tadi ia terpaksa berbohong. Jika berkata jujur pasti tidak boleh ikut trekking. Ngga mau rugi, udah jauh-jauh datang, biaya besar, masa ngga bisa trekking. Begitu alasannya.
Iya... tapi jangan lupa. Komodo mampu mengendus bau darah dari jarak 10 kilometer. Ini tidak main-main. Bukan Cuma teori. Yang dipertaruhkan adalah keamanan diri masing-masing. Siapa sangka jika tiba-tiba Komodo ber-perilaku agresif. Sangat mungkin tiba-tiba Komodo berlari menyerang calon mangsanya. Ini yang juga harus di waspadai.
Karenanya salah satu “syarat” jika ingin melihat komodo entah di pulau Rinca atau Pulau Komodo, terutama bagi wanita, perkira-kan jadwal menstruasi. Jangan sampai setelah tiba malah “dapet”.