Menilik namanya pasti ada kaitannya dengan Belanda. Benar. Tapi tunggu dulu. Bahas asal usulnya di paragraf-paragraf berikut, di bagian tengah. Di Bagian awal saya ingin sharing “perjuangan” menuju kesini. Kalau letak-nya dimana, sudah di tulis di judul : MALUKU. Pertanyaannya lagi, Maluku khan luas kira-kira dimana persis-nya?
Wah seru dan panjang perjalannya. Ngga kepikir sebelumnya jika akan menempuh perjalanan panjang kali ini. Kali ini adalah yang kedua kalinya saya menginjak tanah Ambon. Sekaligus yang pertama kali nyebrang ke Pulau Seram.
Traveling sebelumnya dari pulau Ambon hanya menatap hamparan luas Pulau Seram. Karenanya saat mendapat gambaran seperti apa perjalanan kali ini, sudah terbayang suatu perjuangan harus saya dan kawan-kawan tempuh. Siap ber-advanture ria, kata yang sudah pernah. Ya ngga ekstrim banget sich. Jangan membayang trekking atau offroad. Cuma ya itu tadi cukup menguras tenaga.
Perjalanan panjang
Jika dari Jakarta perlu terbang dulu ke Ambon. Sekarang ada penerbangan direct Garuda hampir 4 jam. Terbang siang. Dulu sempat transit di Makassar. Jakarta Makassar sekitar 2 jam. Berangkat dini hari jam 01.00 WIB. Transit 1 jam, lanjut lagi Makassar-Ambon, 1 jam 30 menit. Tiba di bandara Pattimura, Ambon, sekitar pukul 7 pagi WIT.
Tiba di Ambon, eeeiiittt...jangan cari sarapan dulu. Urusannya sekarang segera menuju pelabuhan Tulehu untuk kejar kapal Cepat menuju pelabuhan Amahai di Pulau Seram. Berangkat jam 9 pagi WIT. Ada sich angkutan umum dari bandara ke Pelabuhan Tulehu. Saran mending ambil taksi aja. Naik Angkutan Umum ngetem dulu. Kalau taksi sekitar 40 menit.
Sangat berisiko nggga ke-kejar sampai di Tulehu jika memilih angkutan umum tadi. Bisa sport jantung selama di jalan. Sebentar-bentar pasti lihat jam. Memang sich jalan di Ambon mulus, ngga macet seperti di Jakarta. Cuma ya itu tadi, sebentar-bentar berhenti nunggu penumpang.
Tiba di pelabuhan Tulehu, segera ke loket beli karcis. Tunda dulu foto-foto. Kalau perginya bareng-an, bagi tugas ada yang urus bongkar bagasi, ada yang ngacir ke loket, dan jika masih ada yang nganggur ya moto-in yang lagi sibuk. Waktunya mepet nich. Jika masih ada waktu senggang baru dech sarapan dulu. Di depan pelabuhan banyak warung makan. Kalau ngga keburu, beli nasi bungkus makan di kapal. Perjalanan Tulehu – Amahai kurang lebih 2 jam.
Kami ber-5 menuju desa Sawai, di Seram Utara. Dari ber-lima, 4 orang termasuk saya, memilih tiba H-1 di Ambon. Plesiran dulu di Ambon meski bukan yang pertama kali ke Ambon. Rekan kami, Sofie, yang menjadi komandan group karena cuti terbatas memilih direct dari Jakarta-Ambon-Sawai. Jadilah kami ber-4, jam 6 pagi, sudah di jemput driver mobil yang kami sewa segera ke bandara untuk jemput sang komandan. Untunglah pesawat yang di tumpangi Sofie tidak delay. Jika delay...hhhmmm....berubahlah itinerary. Untunglah tiba di Tulehu tidak mepet waktu. Masih ada waktu kurang lebih sejam tuk sarapan dulu.
Cuaca bagus, laut tenang, kapal cepat melaju dengan kecepatan kurang lebih 40 kilometer per jam. Lumayan bisa foto-foto dulu selama di jalan.
Perkiraan perjalanan ke Desa Saka kurang lebih 3 jam. Melewati kabupaten Masohi, kami mampir dulu untuk jajan. Mau makan Masih kenyang. Nikmati dulu es kelapa Masohi. Dingin-dingin di udara terik memang nikmat.
Setelah itu lanjut perjalanan panjang. Setengah perjalanan kami manfaatkan tidur. Pasrah kepada cara bawa driver mobil. Ada mulus jalan lurus, ada juga rute berliku-liku. Melewati ruas jalan yang kiri-kanan hutan lebat. Jarang kami berjumpa penduduk. Serta tidak melihat penerangan jalan. Terbayang jika malam-malam lewatin sini gelap total. Wuiii...ngeri juga kalau belum terbiasa.
Sekitar pukul 3 siang, tiba lah kami di Lisar Bahari, desa Sawai. Di sambut ramah, dengan penuh senyum, sang owner, Bapak Ali. Menyadari kami cukup letih, suguhan welcome drink sederhana berupa air jeruk dan snack berupa donut yang di taburi meses, terasa sangat nikmat.
Lega.....Berarti selesai lah perjalanan cukup panjang. Kami ber-4, yang start dari ambon pukul 6 pagi tadi, berarti sekitar 9 jam. Sofie yang direct dari Jakarta lebih lama lagi, sudah jam 11 check in bandara. Perjalanan panjang dengan berganti moda transportasi. Pesawat-mobil-kapal-mobil-boat. Wuaaa.....benar khan full advanture.
Kembali ke pertanyaan awal, Pantai Air Belanda di mana? tadi dari desa Saka menuju Sawai, sebenarnya lewat. Tapi tidak mampir. Rencana baru besoknya. Jadi...itu pantai letaknya di Desa Sawai, Seram Utara.
Letak pantai Air Belanda boleh di bilang seberangan sama Ora Beach. Yang nginap di Ora Beach pasti akan kesini. Tinggal nyebrang doang. Kebangetan juga jika ngga mampir. Kami yang tidak menginap di Ora Beach sengaja bela-bela-in ke sini. Di akui ngga kalah keren dengan pantai Maldive kata yang sudah pernah ke sini. Sekalian promosi.
Dari Lisar Bahari tempat kami menginap, esok paginya kami menuju Pantai Air Belanda. Naik boat kecil tadi sekitar 20 menit. Tujuan utamanya adalah Or Beach. Karena letak Pantai Air Belanda seberangan dengan ora Beach, sekalian aja kami mampir.
Perlahan-lahan boat yang panjangnya 10 meter merapat ke pantai. Tidak ada dermaga khusus merapat. Langsung nempel ke pantai-nya. Sebelumnya kami sudah mendapat suguhan laut bening dan karang pantai yang masih sehat. Saat kami turun disambut pasir pantai putih yang masih bersih. Secara alami masih terjaga keasrian-nya. Sama sekali tidak terlihat sampah meski kerap di datangi traveler.
Sering juga di sebut “Dutch Spring”, mata air Belanda. Kenapa “Belanda” disini di sebut-sebut? Menurut cerita, pantai ini di temukan armada tentara Belanda yang sedang menempuh pelayaran ke wilayah timur nusantara. Setelah ber-minggu-minggu berlayar, mereka melihat sebuah pantai dan memutuskan merapat di pantai itu. Ceritanya sich sekedar ingin istirahat sambil berharap di temukan sumber air tawar.
Terbayang pantai ini di penuhi bule-bule Belanda pesta disini. Ada yang menari, bernyanyi, gembira melepas kepenatan. Ada yang langsung berenang di pantai. Mancing ikan yang berlimpah dari pinggir pantai. Membuat api unggun untuk memasak serta menyantap hasil pancingan tadi.
Yang menarik bisa kita lihat sampai sekarang terjadi pembauran air asin dari laut dengan air tawar dari aliran sungai. Dari pembauran tersebut menghasilkan rasa yang unik tidak sekedar payau. Pembauran alami tadi juga terjadi dengan suhu air. Air laut yang lebih hangat bercampur dengan air tawar dari sungai yang cenderung dingin. Hasilnya? yakin banget, sudah pasti bule-bule tentara Belanda berpesta kegirangan.
Secara fotografis sangat instagenic. Bebas sampai puas foto-foto bersama pasangan, teman, atau sendiri. Tidak ada perlu malu atau risih menjadi tontoan penduduk saat di foto dengan ekspresi dan gaya tertentu. Pantai ini tidak berpenghuni. Hanya saja merespon perut lapar, jika ingin berlama-lama disini harus membawa bekal makan dan minum.
Melihat kontur geografisnya, pantai ini meski terlihat menyatu dengan Ora Beach rernyata hanya bisa di jangkau dengan boat kecil tadi. Memang ada jalan setapak, yang ber-bukit, dengan kontur naik turun, jika datang dari desa Sawai. Biasanya dilakukan penduduk setempat. Traveler yang haus petualangan juga bisa lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H