Renang menyeberang sambil membawa peralatan yang di butuhkan untuk memasang pijakan gondola di seberang. Tiba di pulau Timang, lalu memanjat menggunakan alat seadanya sampai di atas. Proses memanjat tidaklah sulit meski harus tetap hati-hati. Itu karena sudah biasa.
Setelah menemukan titik yang tepat dan aman, dengan kayu di bangunlah pijakan atau istilahnya “station” di pulau Timang. Setelah siap di rentangkan tali sebanyak 6. Setelah siap baru di uji coba. Beberapa kali uji coba akhirnya siap di gunakan seperti sekarang. Secara keseluruhan prosesnya bisa sebulan, karena sangat tergantung kondisi ombak.
Pasrah
Sungguh tidak menyangka bagi warga setempat, keberadaan gantung ternyata membuat daya tarik pengunjung. Sarana mencari lobster ternyata memiliki nilai komersial dari sisi wisata. Tidak jarang yang ke sini karena penasaran dengan kereta gantung ini. Salah satunya saya. Tahunya karena bagus, indah, menjadi alasan pantai Timang semakin ramai di kunjungi. Awalnya pun warga dengan tingkat pemahaman dunia wisata masih terbatas, tidak terpikir jika ada karakter traveler yang memiliki niat khusus, ekstra nyali dan ingin mencoba kereta gantung.
Peluang mendatangkan penghasilan maka untuk menyebrang pun di tarik biaya 150 ribu per orang pp. Dulu sempat di charge200 ribu. Entah di tarik harga segitu, entah juga kenapa harganya jadi turun. Untuk yang merasa penasaran biaya tersebut cukup terjangkau. Pun terasa mahal, ketimbang penasaran, masa gagal uji andrenalin, ya di siapkan saja dana segitu. Yang penting sensasinya itu lho.
Sayangnya saya termasuk yang tidak memiliki nyali untuk mencoba kereta gantung. Meski pernah berkutat sebagai diver, penyelam aktif, yang terbawa arus, tetap saja merinding. Ekstrim activity seperti tandem paralayang beberapa kali, tetap tidak menggugah nyali agar lebih berani. Akhirnya hanya bisa pasrah menyaksikan pasangan yang lebih bernyali dan pernah mencoba menyebrang pulang pergi, dan aman selamat kembali.
Gimana ngga mau ngeri, ketinggian saat melintas kurang lebih 100 meter dari permukaan laut. Hempasan ombak besar tiba-tiba bisa menghempaskan saat berada di tengah. Bagaimana kalau mandeg atau stop di tengah karena ada gangguan teknis? Apa ngga merinding. Proses operasional yang masih manual menjadi pertimbangan juga. Menyaksikan mereka yang bernyali, tidak ada breafing khusus sebelum kereta gantung di tarik. Hanya ada pertanyaan, “sudah siap?”, begitu penumpang merasa oke, 5 orang warga segera menariknya. Tidak ada alat pengaman jika kemungkinan buruk terjadi. Pastinya tidak ada jaminan asuransi kecelakaan. Melihat kondisinya begini mana ada yang pihak asuransi menanggung.
Hanya satu yang bisa membuat kita nyaman saat nyebrang, yaitu PASRAH dan PERCAYA sungguh-sungguh kemampan alat membawa diri pulang pergi secaa aman. Jangan berpikiran lain selain pasrah dan percaya. Jangan pula bertanya, “bagaimana jika tiba-tiba tali-nya putus di tengah jalan”. Sekali lagi jangan bertanya itu. Sangat mungkin kita akan mendapat jawaban yang bikin merinding dan akan mengurungkan niat : “ANDA ADALAH ORANG PERTAMA YANG JATUH”.