“Masa sich belum pernah kesana? Primitip loe ya. Maniak Landscape kog belum pernah. Aneh juga...”. Ini sindiran sekaligus ledek seorang rekan penggemar fotografi. Gara-garanya waktu saya menyatakan kepingin ke yang namanya “SPOT RIYADI” di Yogya.
Beneran saya belum belum pernah kesana. Baru tahu juga. Seorang rekan wartawan di Yogya mengatakan “Spot Riyadi “ termasuk baru muncul sekitar tahun 2015. Di tahun 2017 akan lebih nge-trend di kalangan traveler, backpacker. Informasi dari mulut ke mulut, lewat media sosial, pasti akan banyak yang tertarik ke sini. Mendapat saran dari rekan tadi jangan ragu ke sana.
Seorang rekan fotografer yang tinggal di Yogya berkata lain. Ah siapa bilang baru muncul 2015. Saya sudah kesana tahun 2007. Memang waktu itu belum dinamakan “Spot Riyadi”. Teman-teman fotografer sebutnya Desa Dawangsari. Tempatnya belum ter-tata apik seperti sekarang. Akses jalan pun belum bagus. Saya termasuk yang sering ke sini. Memang keren view-nya.
Menuju “Spot Riyadi”
Rasa penasaran begitu menguat. Ini karena saya penggemar foto bernuansa alam. Tiba dengan pesawat pagi di bandara Adisutjipto, Yogyakarta, sekitar jam 7, setelah sarapan langsung menuju kesana. Kepingin minta di antar oleh rekan tadi sayangnya beliau ada acara. Ya wis aku memakai jasa ojek langganan yang biasa mangkal di bandara. Setelah diskusi driver ojek, alamak...rupanya dia juga belum tahu dan belum pernah. Baru dengar dari saya. Untungnya berbekal petunjuk dari rekan tadi, yakin bisa di jangkau. Patokannya resto Abhayagiri.
Di sebelah kiri perhatikan ada papan petunjuk menuju Restoran Abhayagiri, belok ke kiri dan ikutilah jalan itu. Jalannya relatif kecil dan berbelok namun bisa lewati 2 mobil yang berpapasan. Kalau jeli ada papan kecil bertuliskan “Spot Riyadi” di beberapa titik jalan.
Setelah tiba di Restoran Abhayagiri, ada petunjuk “Spot Riyadi”, ikuti jalan itu. Terlihat jalan menanjak naik. Ikutilah. Jika merasa ragu jangan khawatir tersesat. Tanyalah kepada warga setempat. Umumnya sudah tahu.
Jalan menanjak, jika naik motor atau mobil harus ancang-ancang. Motor yang membawa ku ternyata tidak cukup kuat terpaksa harus turun dulu. Pantas saja kalangan penggemar sepeda senang ke sini. Melatih otot kaki dan jantung di tanjakan yang cukup curam.
Kesederhanaan
Ooo ini ya spot yang sedang di gandrungi. Lega akhirnya tiba juga. Menengok sejenak keberadaan “Spot Riyadi”, adalah pekarangan rumah milik Bapak Riyadi. Letak rumah di Dusun Dawangsari, Desa Sambirejo Prambanan, Kab Sleman Yogyakarta . Persis di pinggir tebing. Benar...
Doeloe...ibu Riyadi, cerita sedikit, sering di datangi kalangan penggemar sepeda dan yang suka foto. Maksudnya fotografer. Dua kelompok ini yang sering datang spontan dan tiba-tiba.
Permisi parkir kendaraannya lalu foto-foto. Kalau yang suka sepeda, pekarang ini menjadi tujuan akhir. Setelah istirahat barulah pulang. Yang suka moto-moto, setelah selesai biasanya mereka lapar dan cari makan. Para pe-sepeda juga begitu. Karena belum ada warung, spontan bapak dan ibu Riyadi menyediakan minuman sebatas kopi dan teh. Karena mereka datang pagi, ada yang belum sarapan, kami membantu membeli indomie lalu memasaknya. Akhirnya menjadi cikal bakal kenapa ngga bikin warung sederhana saja.
Sarana lain, masih di pekarangan rumahnya, ada lahan kecil bisa dijadikan sarana untuk camping. Di sediakan juga tenda yang bisa di sewa, termasuk matras, tikar. Kog sampai di buat camping area? Karena tidak sedikit terutama ana-anak muda yang kepingin nginap. Karena rumah ngga bisa nampung akhirnya mereka ya tidur-tidur-an aja di luar. Kalau begitu kenapa ngga di buat area camping saja. Kamar mandi, toilet juga tersedia.
Hasilnya yang datang puas. Mau sebentar atau lebih lama juga bisa. Anak-anak muda, maksudnya kalangan backpacker, senang disini. Apalagi kalau malam cerah. Mereka datang berkelompok, atau Cuma berdua. Tidak jarang di antara mereka saling kenalan, lalu ngobrol. Dari tempat mereka santai kelihatan indah lampu-lampu di bawah tebing. Dari kejauhan terlihat Candi Prambanan yang di sorot lampu setempat. Indah. Ngga terasa bisa ngobrol sampai subuh.
Betul sekali. Dari tebing, nah ini yang menjadi primadona, bisa menikmati pesona Candi Prambanan baik pagi, siang, sore atau malam. Gunung Merapi tampak anggun dan bisa terlihat jelas dari sini. Selain itu Gunung Merbabu, Sumbing, Sindoro. Tentu saja, yang menjadi andalan dan di tunggu-tunggu momen matahari terbit, atau kerennya Sunrise. Wah ini yang sering di tunggu-tunggu.
Yang tidak kalah mempesona adalah kabut pagi. Wah eksotik banget, kata yang pernah. Ngga kalah sama Puthuk Stumbu di Magelang. Candi Prambanan di selimuti kabut pagi. Tiidak jarang awan tipis turun, menambah keindahan dan eksotik. Wah benar-benar bisa menikmati harmoni alam yang sangat indah.
Semua pemandangan indah itu bisa di nikmati secara optimal dan puas dengan catatan jika CUACA CERAH. Ya namanya alam sering kali tidak bisa tebak. Bisa tertutup kabut lama, bisa juga sebentar.
Lalu waktu terbaik biasanya kapan? Ya susah tebak, tutur bu Riyadi. Umumnya pagi hari jelang Sunrise sekitar jam 5 subuh. Tapi kalau hujan deras ya ngga bisa di nikmati. Seperti saat saya tiba sekitar jam 8 pagi, kabut tipis masih menutupi pemandangan.
Berada langsung disini saya langsung suka dan jatuh cinta dengan “Spot Riyadi”. Selain yang disebutkan tadi, ada satu yang sangat saya nikmati yaitu suasana yang masih SEDERHANA. Memang tidak menyajikan suasana yang wah seperti “tetangganya”, restoran Abhayagiri. Selain pemandangan indah terasa suasana pedesaan. Bagi saya yang bosan dengan semrawut suasana perkotaan, rasanya menemukan suasana yang jauh berbeda.
Bikin Ketagihan
Niat tulus bapak Riyadi patut mendapat apresiasi. Memang sempat ada mengusulkan agar namanya memakai nama desa saja, misalnya “spot Dawangsari”, agar tidak mengarah kepada seseorang, individu. Tokh keberadaannya berada di desa Dawangsari. Beliau pasti tidak keberatan. Namun justru beberapa kalangan mengusulkan memakai nama bapak Riyadi. Andil beliau lah yang membuka dan menata pekarangan rumahnya agar yang datang lebih nyaman. Lagipula nama “spot riyadi” sudah semakin populer di media sosial.
Secangkir teh hangat menjadi teman ngobrol singkat dengan bu Riyadi dan keponakannya yang di ikutkan mengelola “spot riyadi”. Sayang bapak Riyadi sedang keluar. Suguhan 5 pisang goreng begitu cepat pindah ke perut. Untuk saya yang terbiasa dengan susana kesederhanaan seperti ini terasa sangat nikmat.
Terbayang juga jika sedang galau, lalu melarikan diri kesini. Bukan ingin berbuat nekad di pinggir tebing lho. Cuma duduk entah itu melamun, merenung, sambil menikmati view, dalam suasana sunyi dan tenang. Kayaknya pas banget untuk merileks batin yang galau.
Kesan romantis akan menyambut kita jika datang bersama pasangan. Berlatangbelakang view indah, lalu foto ber-dua, apalagi saat sunrise, woouwww...... Dalam suasana romantis seperti ini barangkali akan dikuti niat melamar pasangan misalnya. Ah siapa tahu. Atau ingin memberikan kejutan “gift” buat tersayang, pasti akan menjadi momen tidak terlupakan. Tidak percaya, monggo di buktikan.
Ngga berlebihan setelah melihat dan membuktikan langsung ada beberapa kelebihan yang menjadi nilai “jual” Spot Riyadi. Sebelumnya, supaya ngga salah paham meski berada di pekarangan bapak Riyadi sama sekali tidak ada pungutan retribusi. Kalau parkir kendaraan, ya itu sich wajar ya. Cuma datang tuk duduk-duduk, lalu pergi, tidak apa-apa.
Jika di katakan “spot riyadi” masih baru, ngga salah. Berarti Yogya semakin bertambah spot-spot menarik yang bakalan di gandrungi para traveler. Jika di katakan sudah lama ada dan andil rekan-rekan fotografer mempopulerkan, tidak perlu di bantah. Akhirnya saya ucapkan “Selamat Datang (di) Spot Riyadi”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H