Nyelam….?ooo no…no… ngga akan dech. Sering sich ngeliat orang menyelam (diving). Senang nonton film bernuansa perang. Sering melihat pasukan katak yang menyelam untuk menjalani suatu misi. Sering juga melihat foto, film, bawah air termasuk yang moto. Cakep. Tapi tetap katakan tidak untuk mencoba.
Mengerti kalau nyelam itu ada risikonya. Itu termasuk aktivitas berbahaya. Kalau nyelam tiba-tiba ketemu ikan hiu gimana? Masih mending Cuma di cium, lah kalau di santapan, masa aku harus menutup usia di dalam laut. Ngga ah. Selain itu pernah liat para siswa yang belajar nyelam, lho kog kulitnya kebakar. Ah ngga asyik.
Tapi sebenarnya ada satu yang bikin aku tidak mau, yaitu DUIT. Melihat peralatannya sudah bisa di tebak, ini kegiatan MAHAL…!! Mana mampu isi dompet di tukar mahalnya peralatan. Meski kelihatan gagah sich kalau semua peralatan selam di tubuh, tapi ngga dech. Takut duitnya.
Namun, kejadian 10 tahun lalu tepatnya bulan Mei 2006 tidak dapat ku lupakan. Awalnya atas undangan moto salah satu pemilik resort di Pulau Sepa, Kepulauan Seribu, berangkatlah kesana. Di boat yang membawa kesana sekitar 2 jam, berkenalan dengan seorang instruktur selam bernama Michael Sjukrie. Pemilik salah satu operator selam di Jakarta. Kebetulan ia juga fotografer khususnya fotografer bawah laut. saat itu ia mengantar siswanya ujian selam di laut sekitar Pulau Sepa.
Di sela kegiatan selama di pulau kami terlibat obrolan mengasyikan perihal dunia fotografi. Sampailah ia menawarkan untuk mencoba menyelam. Sudah pasti aku tertawa. Tawaran yang ku anggap main-main. Ternyata ia menawari secara serius bahkan cenderung merayu agar aku mau.
Rasanya begini toch
Akhirnya aku luluh juga. Alasan mau, pertama ia menawarkan GRATIS. Ini yang penting. Kedua, aman dan tidak berbahaya langsung di kawal. Ketiga Cuma 15 menit saja. Begitu aku mau, segera beliau bersama asistennya persiapkan alat.
Ah aku ibarat tuan besar sekaligus anak kecil. Di pilihkan baju selam yang cocok dengan tubuh. Lalu di bantu untuk memakaikan. Teringat di usia kanak-kanak saat ibu mengajari memakai baju. Di pakaikan juga pemberat, masker dan semua peralatan. Sebenarnya wajar sich di perlakukan begitu. Aku khan ngga pernah tahu apalagi make alat-alat selam. Kesan setelah memakai peralatan menyelam, SESAK…!!SEMPIT, susah bergerak tapi untung masih bisa napas normal.
Sebelum turun ke laut di kasih sedikit pembekalan. Pertama cara bernapas harus melalui mulut menggunakan media selang pernapasan yang di hubungkan ke tanki. Pertama kali menghirup udara dari tanki melalui selang (regulator), dingin di tenggorokan. Kedua, cara mengatasi telinga sakit yaitu mengeluarkan napas melalui hidung yang tertutup. Belakangan baru tahu namanya eqalizing. Â Setelah siap baru turun ke laut. Karena sulit bergerak harus di bantu.
Kali ini lebih lancar. Itu karena aku mulai bisa menyesuaikan bernapas melalui mulut. Kaki sudah tidak keram lagi. Michael dengan sabar menuntut perlahan-lahan turun ke bawah air. Dengan bahasa tangan yang sudah di informasikan ia menanyakan kondisi telinga. Benar saja, telinga terasa sakit. Saat itu segea aku melakukan equalizing. Benar saja. Sakit pun hilang.