Mohon tunggu...
Adolf Izaak
Adolf Izaak Mohon Tunggu... Karyawan swasta -

Orang kantoran tinggal di jakarta yang suka moto, traveling, di negeri tercinta Indonesia. bercita-cita ingin menjadi travel writer, travel photographer, khusus Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Klenteng di Ternate Bukti Toleransi

8 Februari 2016   22:31 Diperbarui: 8 Februari 2016   23:01 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Traveling singkat di Kota Ternate, aku di ajak guide ku mampir di sebuah Vihara. Tentu setelah berkeliling menikmati warisan sejarah peninggalan bangsa Eropa dan beberapa spot alam yang eksotik. Semula aku kurang mengerti kenapa aku di ajak ke sini. Namun anggap lah sebagai wisata religi.

Namanya Kelenteng Thian Hou Kiong. Letaknya di tengah kota Ternate, di Jalan Topekong, Kec Gamalama, Kota Ternate. Sempat ragu manakala melihat pintu gerbang di gembok. Ooo...ternyata gembok hanya di cantolkan saja dan bisa di buka. Lagi ragu-ragu kedua, kog sepi ya. Tidak ada aktivitas ibadah. Mau permisi bilang kemana. Aku sadar ini bukan tempat ibadah dari agama yang ku yakini. Aku datang sekedar ingin melihat-lihat. Kepingin poto-poto sebagai kenang-kenangan selama traveling di kota Ternate. Siapa tahu ada larangan tertentu di dalam yang tidak boleh di masuk-i atau di foto. Siapa tahu. Aku harus menghormati jika memang ada. Pak Nasir, guide ku, meyakinkan ku tidak masalah.

Terlihat ada sebuah foto yang menginformasikan Kelenteng ini selesai di pugar tahun 2007

 

Dari beberapa refrensi aku mendapat informasi Kelenteng ini semula di bangun tahun 1657. Wah 4 abad lebih usianya. Ck..ck..ck... Keberadaannya tidak lepas dari kedatangan pedagang dari daratan Cina ke Ternate. Tujuannya adalah mencari cengkeh, rempah-rempah untuk di jual kembali di tanah asalnya. Bangsa Cina sebenarnya sudah mengenal rempah-rempah jauh berabad-abad sebelum bangsa Eropa datang. Mereka sudah tahu sumber rempah-rempah adalah di Maluku. Ternate salah satunya. Selain mencari komoditi cengkeh untuk di jual, mereka juga membawa barang-barang dari Cina untuk di jual di sini. Tujuan ini berbeda dengan kedatangan bangsa Eropa, Portugis dan Belanda yang memang ingin menguasai dan memonopoli rempah-rempah.

Kedatangan yang sementara mengharuskan mereka kembali ke asalnya. Namun untuk kembali mereka harus menunggu cuaca baik. Sambil menunggu atas kebaikan dari Sultan Ternate waktu itu mereka di berikan tempat untuk menetap sementara. Yang kemudian menjadi cikal bakal Kampung Cina di kota Ternate.

Selama menunggu waktu baik untuk pulang, para pedagang Cina yang beragama Kong Hu Cu, mendirikan Kelenteng sebagai tempat ibadah. Penguasa setempat tidak keberatan. Maka berdirilah Kelenteng yang bisa di kunjungi sampai sekarang.

Arus lalu lintas perdagangan Cina dengan kota Ternate yang terus berlanjut, keberadaan Kelenteng menjadi sarana ibadah bagi pedagang Cina waktu itu. Inilah salah satu alasan kelenteng ini terus bertahan.Meski agama Islam menjadi mayoritas warga Kota Ternate, namun telah terbangun sikap TOLERANSI Sultan Ternate dan warga Ternate waktu itu dan sampai sekarang.

Proses pembauran pedagang Cina dengan warga setempat tidak melenyapkan keberadaan Kelenteng. Tidak jarang pedagang Cina yang akhirnya memilih menetap dan menikah dengan warga setempat. Orang Cina yang menikah akhirnya memeluk agama Islam. Sekalipun sudah memeluk agama Islam tradisi penghormatan leluhur tetap berjalan dan tidak ada laranga Kelenteng ini sebagai tempat dan sarana melakukan ritual penghormatan kepada leluhur mereka.

 

Eksistensi Kelenteng Thian Hou Kiong demikian teruji melewati perjalanan 400 ratus tahun lebih. Tercatat dua kali mengalami masa penjajahan, yaitu Belanda dan Jepang. Mengalami dampak letusan Gunung Gamalama. Namun...itulah kebesaran Tuhan serta sikap toleransi warga kota Ternate yang memungkinkan masih terus bertahan sampai sekarang.

Bagaimana dengan perayaan Tahun Baru Imlek? sudah di laksanakan sejak dulu. Menyesuaikan kondisi dan lingkungan setempat, perayaan Imlek dilakukan secara sederhana. Tidak seperti di kota-kota besar, ada barangsai, petasan. Namun bagi umat yang merayakan selain melakukan ritual doa, di adakan pasar malam. Dulu karena Imlek bertepatan dengan panen buah ada pawai kereta yang di hiasi buah-buah-an hasil bumi Ternate. Namanya Hela Kereta.

Menutup kunjungan singkat di Kelenteng ini, rasanya cukup kagum akan sikap toleransi warga Kota Ternate. Apalagi Kelenteng ini tidak jauh dari Mesjid Raya Kota Ternate.

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun