Mohon tunggu...
Adolf Roben
Adolf Roben Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja kantoran

Pemuda paruh baya pada umumnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Ramen dan Mi Godog

20 Maret 2016   23:08 Diperbarui: 20 Maret 2016   23:34 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Coba sesekali search di Youtube tentang Japanology: Ramen. Kamu akan menemukan video yang dipandu oleh seorang expert di bidang makan memakan, yang menjelaskan mengenai sejarah dan variasi dari ramen. Yak, mi godog versi Jepang.

Salah satu yang saya kagumi soal Jepang adalah betapa sepenuh hatinya mereka terhadap segala sesuatu yang mereka kerjakan, meskipun bagi kita mungkin hal-hal itu terlihat remeh. Soal ramen ini, itu kan sebenarnya cuma sekedar mi godog. Apa istimewanya sih?

Di video yang sama, dijelaskan tentang sejarah ramen. Tentang bagaimana mulanya setelah kehancuran Jepang pada era perang dunia kedua, saat mengalami kesulitan pangan maka Jepang mengimpor terigu murah dari Amerika. Diapain ya terigu? Dibikin mi asyik nih. Mulailah mereka ber-eksperimen dengan mi rebus yang diolah dengan bumbu-bumbu khas negara mereka. Dan jadilah ramen.

Sampai disini mereka mirip dengan kita. Kita juga punya mi godog Solo, mi godog Jogja, mi godog Klaten, Sragen, Surabaya, Kediri, yang citarasanya beda-beda. Mereka bangga dengan ramen, itu juga sama dengan kita. Teman saya saja pernah debat gara-gara hal seremeh mi godog mana yang lebih enak.

“Paling enak itu mi godog Jogja, Bakmi Kadin, masaknya pakai arang, sedep pokoke!”
“elho, yo enakan mi godog solo. Bumbune pas, sedep!”

Dari Ramen Ke Mi Instan

Tapi Jepang tidak sekedar bangga, mereka melakukan yang lebih dari itu. Dari ramen mereka memulai rintisan industri besar yang kelak akan ditiru di seluruh dunia. Para mahasiswa perantauan yang membaca ini, luangkan sejenak waktumu untuk mengheningkan cipta, berterimakasihlah pada orang yang sangat membantu perjuanganmu: Momofaku Ando, sang jenius pencipta mi instan.

“Dunia damai, kalau semua orang cukup makan”
(momofaku ando, 5 maret 1910-5 Januari 2007)

Momofaku Ando, dalam kondisi bangkrut karena mengalami masalah bisnis, dan prihatin dengan kondisi orang Jepang yang kekurangan gizi karena hanya makan roti tanpa isi dan teh, menemukan win-win solution untuk masalah itu. Yeah, bikin mi instan aja! Mi instan jelas lebih bergizi ketimbang roti! Meskipun saya sendiri ragu soal itu, soalnya mi instan kan.. Ah, sudahlah.

Muncullah “Chiken Ramen”, mi instan pertama di dunia, 25 agustus 1958. Masuk ke California pada tahun 1970. Memproduksi mi instan dalam cup, 18 September 1971. Sementara di Indonesia pertama kali masuk pada tahun 1968. Dua tahun setelah berdirinya Orde Baru di Indonesia.

Sekarang Indonesia merupakan produsen mi instan terbesar di dunia, dan pemasar mi instan terbesar kedua dunia setelah Tiongkok . Pada sadar ngga kalau perekonomian kita ditopang kuat salah satunya oleh mi instan?

#standing applouse, please#

Ramen --> Mi instan --> Industri Nasional --> Industri Internasional --> Mahasiswa Bahagia

Dari sini sebenarnya kita bisa belajar, hal-hal kecil kalau dijalani sepenuh hati itu peluangnya besar sekali. Meskipun ada saatnya sudah sepenuh hati lama sekali tapi masih gagal juga, seperti kisah cinta saya #halah#. Sepenuh hati kadang menyakitkan memang #halah lagi#.

Suatu Hari di Jogja, dua tahun lalu..

Saya selesai menghadiri sebuah acara wisuda, dalam rangka tugas dinas. Setiba di hotel, saya yang kelaparan langsung kabur ke warung terdekat untuk pesan mi godog.

Dan rasanya enak banget, enak..banget...
“Weh, uenak pak mi godog e..”
“Maturnuwun mas, memang sudah lama kok jualannya, sejak jaman Orde Baru baru..”
“Sejak dulu disini pak?”
“Iya mas”, kata bapak itu dengan ramah dan senyuman khas orang Jogja.

Selesai makan, puas dan kenyang, saya bayar. Melangkah keluar warung, menatap agak lama warungnya sebentar dan berpikir. Warung kecil, sederhana, sejak jaman Orde Baru. Entah kenapa jadi resah. Ga ada yang salah kok hidup sederhana, tanpa banyak ambisi.

Tapi di jalan menuju hotel, entah kenapa kata-kata itu terngiang di pikiran saya.
“Warung kecil, sederhana, sejak Orde Baru.. Warung kecil, sederhana, sejak Orde Baru..”

Makassar, 20 Maret 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun