Just Sharing....
Ini kejadian nyata. Sebulan lalu seorang nasabah menghubungi saya. Minta datang ke rumahnya di sebuah komplek perumahan dinas
Saya cukup kenal pasangan debitur ini karena dari hubungan yang tadinya formal terkait transaksi pembiayaan akhirnya jadi relasi sahabat. Suami istri keduanya punya kontrak kredit di kantor.Â
"Mampir ya Om, kita ngopi ngopi di rumah," demikian pesan chat via WA.Â
Pulang kantor sebelum ke tempat mereka, saya buka dulu di sistem terkait riwayat kredit mereka. Ada dua kontrak. Yang punya suami sudah lunas. Satunya atas nama istrinya masuk keterlambatan 22 hari.Â
Hmm... Saya cek lagi laporan penanganan untuk kontrak sang istri. Ada catatan : nasabah pending karena dana buat kebutuhan lain. Bisanya minggu depan.Â
Wah... Minggu depan ya tanggal hari ini, kataku dalam hati sembari cek kalender. Apa mereka mau bayar cicilan yang sudah lewat jatuh tempo itu? Hmm....
Rasanya tidak perlu juga ke saya. Lewat beragam channel pembayaran juga bisa. Tapi bila memang tujuannya itu, mengapa tidak diutarakan langsung lewat chat.Â
Singkat cerita, ditemani kopi hitam panas di sore jam enam bersama pisang goreng bikinan si istri debitur, mengalirlah curhatan mereka.Â
Ternyata betul terkait cicilan. Tapi bukan mau bayar. Mau minta dipending lagi. Sama hendak ajukan kontrak tambahan dengan agunan BPKB.