Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mau Ajukan Kredit Tanpa Agunan? Analisis Dulu Dana Darurat yang Dimiliki

16 Desember 2021   12:20 Diperbarui: 17 Desember 2021   16:16 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebelum ajukan kredit tanp agunan, baiknya analisis dulu dana darurat yang dimiliki.| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Just Sharing....

Hari ini saya membaca kisah pilu seorang Pamud alias Papa Muda. Berusia 30-an dan sudah berkeluarga. Dia terjerat utang KTA alias Kredit Tanpa Agunan.

Karena saya juga punya pengalaman dua kali pernah jalanin lika-likunya KTA, curhatan yang dimuat di sebuah situs ala-ala surat pembaca gitu, cukup menarik. 

Terbukti banyak respon dari pembaca dalam bentuk nasihat, saran, dan tentu saja ada juga nyinyiran. 

Singkatnya seperti ini. Dia mengajukan KTA dua puluhan juta pada sebuah bank swasta. Akhirnya disetujui dengan tenor sekian bulan. Pada saat sedang berjalan kontrak, terjadi sesuatu di pekerjaannya sehingga dia berhenti atau diberhentikan. 

Kredit tersebut kemudian menggantung alias mati suri. Hidup segan dihapuskan pun juga tak mungkin. Sudah pasti secara sistem akan terus ada dan mengalir. 

Dari yang semula ditangani oleh petugas pemantau dari internal bank akhirnya dialihkan ke pihak ketiga. 

Anda sudah bisa menebak siapa pihak ketiga di luar bank yang bekerja sama dengan lembaga keuangan tersebut. Secara prosedur penanganan nasabah tertunggak memang seperti itu. 

Ngga mungkinlah kontrak-kontrak bermasalah dalam tanda kutip itu dihandling terus oleh internal namun belum membuahkan hasil. 

Bila seseorang meminjam sejumlah dana yang cukup besar pada Anda dan Anda susah untuk mengingatkan orang tersebut, bisa jadi yang Anda lakukan adalah meminta bantuan orang lain untuk menagih agar dapat kembali. 

Daripada Anda capek juga padahal banyak hal yang mau dikerjakan. Analogi sederhananya seperti itu. 

Apalagi pada pola pendanaan di perbankan, dana yang dipinjamkan lewat KTA adalah dana simpanan yang notabene milik nasabah lain yang diputar dan dialihkan. 

Foto Dokumen Pribadi
Foto Dokumen Pribadi

Bayangkan bila seseorang meminjam uang pada Anda namun uang tersebut milik orang lain yang dititipkan pada Anda. 

Tadinya berharap mendapat bunga dan pokoknya akan dikembalikan kepada yang menitipkan uang. Namun karena si peminjam ngga mengembalikan juga, tentu Anda akan gusar. Itu satu contoh kasus. Kalau banyak nasabah yang seperti itukan berabe ya Bro...hehe. 

Akhirnya Papa Muda ini yang dipepet sama pihak ketiga. Rentetan proses mengingatkan akhirnya dirasa kurang simpatik. Selain dia belum bisa mengembalikan semua meski sudah bekerja di kantor yang berbeda, ada efek psikogis juga. 

Bila pihak ketiga mendatangi langsung ke kantor, tentu atasan, kolega, dan orang- orang di tempat kerjanya akan tahu. Ada rasa malu karena tak terkait kantor barunya. 

Bila datang ke rumah, pihak keluarga juga merasa ngga enak karena belum mampu mengembalikan. Bukan lagi cicilan tapi harus membayar semua sisanya karena sudah melebihi jangka waktu kontraknya.

Biasanya memang begitu manakala tunggakan sudah membatu dan ngalir ke WO alias Write Off. Serba salah memang andai ada diposisi nasabah itu. Semua rasa jadi satu. 

Rasa menyesal mengapa meminjam, rasa malu karena ditagih, rasa bersalah karena keluarga besar jadi ikutan terbeban. Tapi jangan lupa, ada rasa senang dan bahagia juga manakala dulu disetujui dan masuk transfer puluhan juta ke rekening. Cair cair dan cair!

Karena saya juga pernah dua kali jadi nasabah KTA di salah satu bank besar di Indonesia, ini mungkin sekadar sharing saja agar tak mengalami hal yang tak mengenakan seperti yang tuturkan dalam tulisan ini. 

Ini juga berangkat dari pengalaman bekerja di sektor yang memberikan kredit multiguna pada nasabah. 

Bedanya pada KTA adalah tanpa agunan. Jadi tak ada jaminan dalam bentuk fisik apapun yang diberikan nasabah sewaktu mengajukan. 

KTA dan Dana Darurat, apa hubungannya? 

Pada persetujuan KTA, umumnya hanya melihat pada pekerjaan calon nasabah, status kepegawaiannya, perusahaan tempat dia bekerja, dan nominal gaji bulanannya. Sudah pasti pihak bank akan menyeleksi di awal. 

Karena tak ada jaminan apapun baik sertifikat rumah, tanah atau kepemilikan kendaraan seperti BPKB, akan berimbas pada besaran bunga. Tentu lebih besar dari rata-rata. 

Jangan juga bandingkan dengan bunga KUR. Beda jauh Kakak. Bukan lagi antara Anyer dan Jakarta tapi bisa jadi antara Madura dan Jakarta. Sudah jauh nyebrang laut pula. 

Ibaratnya seperti itu. Karena saya juga dulu sempat menghitung selisihnya. Maksudnya adalah sudah cenderung gede bunganya dan risikonya jauh lebih besar karena kenyamanan dan nama baik dipertaruhkan. 

Bila ada jaminan, andai menunggak pihak bank bisa memberi batasan waktu terkait melego jaminan demi menutupi utang. Nasabah ngga akan dicecar dan dikejar terus ke rumah, ke kantor, ke warkop atau ke tempat selingkuhannya.. hehe. 

Setelah dijual agunan tersebut ya selesai perkara. Toh juga biasanya nilai agunan lebih besar dari plafon pinjaman. Namun pada KTA, apa yang mau dijual apalagi si nasabah sudah tak lagi bekerja sesuai pengajuannya dulu. 

Inilah pintar-pintarnya si calon nasabah menganalisis sebelum mengajukan KTA. Salah satunya punya ngga stok dana darurat andai ngga lagi kerja di sana. 

Karena ngga memberikan jaminan ke bank tersebut, cuma modal gaji, nama besar perusahaan dan status karyawan harus sudah permanen. Karena kalau statusnya masih kontrak atau training biasanya bank ngga mau. 

Dana darurat untuk menanggulangi reisiko KTA ini bentuknya tak harus tabungan. Bisa juga aset kendaraan, emas, perhiasan hingga dana Jamsostek yang bisa dicairkan andai resign atau tiba-tiba di PHK. 

Apalagi bila bekerja di perusahaan swasta. Ngga ada jaminan akan abadi selamanya. Emang rata-rata pensiun umur 55 tahun, tapi belum tentu juga orang mau kerja di sana sampai umur segitu. Ditambah pandemi Covid-19 yang tak pasti bikin tak pasti juga akan terus di sana atau sewaktu-waktu bisa berhenti.

Alangkah baiknya punya dana darurat atau aset darurat yang likuiditasnya tinggi alias mudah diuangkan. Sehingga pada saat terjadi sesuatu seperti yang dialami bak kisah seorang Papa Muda dalam tulisan ini, minimal sudah ada payung dalam tanda kutip. 

Cara sederhana ya mulai dari menganalisis berapa maksimal pinjam. Saya dulu mulai dari 12 juta. Analisisnya andai terjadi sesuatu, jual dah motor karena waktu itu baru beli motor juga. 

Kemudian setelah lunas, saya ambil lagi kisaran 20an juta. Tapi saat yang kedua itu, sudah ada dana darurat di tabungan. Terakhir lunas semua di 2016 dan ngga pernah lagi ambil KTA. 

Jangan meminjam lebih dari kapasitas dana darurat. Nanti pusing cari tambahannya kalau kurang. 

Maksimal berutang lewat kredit itu minimal di bawah kesanggupan melunasi berdasarkan semua sumber penghasilan dan aset yang bisa diuangkan. 

Maksudnya adalah bila karena salah satu hal sumber penghasilan utama itu tertutupi, masih ada sumber sekunder lain yang bisa mendukung ditambah aset berupa tabungan atau harta objek yang bisa dijadikan dana darurat. 

Edukasi finansial semacam ini penting. Bila diri sendiri sudah teredukasi dan akhirnya menerapkan, maka dengan sendirinya juga meminimalkan kesulitan keuangan di masa depan andai terjadi risiko. Syukur-syukur tak menyulitkan hidup orang lain.

Meski KTA tanpa agunan karena secara aturan memang sistemnya demikian, ada baiknya calon nasabah tetap bersiap. Setidaknya meski tak agunkan di bank tapi disimpan sendiri buat jaga-jaga. 

Antara KTA dan dana darurat memang sama-sama enak. Pas butuh tinggal proses langsung cair. Tapi juga sama-sama berisiko. Bila KTA macet, dana darurat bisa tergerus. Namun bila lancar sampai akhir, dana darurat bisa disiapkan untuk keperluan urgen di masa depan. 

Dan yang terpenting juga janganlah mengajukan KTA untuk dijadikan dana darurat. Lebih baik menyisihkan sendiri sekian persen dari penghasilan atau sudah memiliki aset yang bisa diuangkan dalam kondisi darurat, baru berpikir soal KTA. 

Baca juga : "Klaim Asuransi Bencana Kendaraan Bermotor, Keuntungan Lain Nasabah Aktif"

Salam, 

Brader Yefta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun