Ternyata itu adalah milik para nasabah beliau yang digadai titip. Sebagian diantaranya diserahkan karena tak sanggup melunasi pinjaman.Â
Jaminan tak hanya kendaraan, tapi juga peralatan dapur, kulkas, perhiasan, busana, HP, BPKB,Sertifikat rumah, sertifikat tanah dan lain-lain. Sejumlah jaminan ini jadi tali pengekang agar peminjam tak lari.Â
"Untungnya lumayan, kan bisa bayar cicilan.. Lihat saja kreditku banyak di kantor Om, mana pernah nunggak," demikian katanya.Â
Cerdas juga nih. Dari bunga yang dibalikin si peminjam, dia membayar angsurannya. Sudah pasti bunga pinjaman jauh lebih besar dikenakan, karena dana pribadi.Â
Karena kalo mengenakan cicilan yang sama seperti dia meminjam di kantor kami, tentu dia akan berhitung dua kali. Belum lagi kalo dilama-lamain baliknya...hehe.Â
3. Peminjam terbatas dan berdamai dengan pengelola
Ini salah satu syarat yang diberlakukan. Dia hanya meminjamkan pada orang-oramg yang sudah dikenal dekat dan masuk dalam jaring sosialnya.Â
Misalnya tetangga sekitar kompleks, masih keluarga jauh, kenalan satu daerah, sama-sama profesi pedagang tradisional juga, hingga komunitas para emak-emak ato para bapak-bapak dimana mereka terlibat juga.Â
Dengan kondisi ini, tercipra saling percaya dan "saling damai". Maksudnya berapa pun besar bunganya dame aja dah. Ato suatu saat ngga bisa bayar lalu diambil barang agunan, ya dame dame aja..hehe.Â
Bahaya dibalik bisnis pinjaman uang ala perseorangan
Rasanya ngeri -ngeri sedap tipikal bisnis seperti ini, lantaran dibalik mengalirnya cuan ada potensi bahaya yang tersimpan.Â
1. Stempel negatif oleh warga lain
Dilabeli rentenir, mungkin adalah istilah lain yang di cap oleh sejumlah warga yang memang tak suka, tak pernah meminjam, ato mau minjam tapi tak dikasih.Â