Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mas Bojes, Tukang Parkir Penyandang Disabilitas di Tengah Kota

1 Agustus 2021   00:21 Diperbarui: 1 Agustus 2021   01:35 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Just Sharing....

Para penyandang disabilitas bisa jadi adalah orang -orang yang kerap mengucap syukur. Mereka berterima kasih pada Sang Khalik meski dikaruniakan kekurangan pada salah satu atau lebih fungsi organ, namun tetap melanjutkan hidup.

Bagi mereka ada sejuta kebaikan di tengah apa yang dianggap ketidakbaikkan oleh orang -orang normal. 

Organ gerak yang tak bisa berfungsi maksimal, penglihatan dan pendengaran terganggu hingga kesulitan bicara. Syukurnya otak masih bisa menjalankan fungsi dengan baik meski ketika berkomunikasi, perlu keahlian untuk memahami. 

Saya ingin membagikan pengalaman dengan salah seorangg disabilitas, yang juga adalah mantan nasabah. Namanya Mas Bojes, begitu orang memanggilnya. Seorang tukang parkir ditengah kota. 

Saya kenal laki -laki berusia 30 tahunan itu kurang lebih 5 tahun silam. Tinggi badannya kurang lebih 170 cm berkulit coklat dan berambut lurus.

Tubuhnya agak kurusan dengan 2 cacat yang dominan pada anggota gerak. Kaki tak bisa berjalan sempurna dan salah satu tangan agak menekuk ditambah telapak tangan sulit dibuka sempurna. 

dokpri_sekilas tak nampak cacat padahal tangan dan kaki tak sempurna
dokpri_sekilas tak nampak cacat padahal tangan dan kaki tak sempurna

Meski dengan kondisi demikian, Mas Bojes bersyukur diberi jodoh seorang wanita yang menerima cintanya sebagai pasangan hidup, setelah pencarian lama dan sekian perempuan menolak dirinya lantaran disabilitasnya. 

Istrinya yang sekarang seorang yang normal dan berusaha mandiri dengan berjualan nasi bungkus disamping Mas Bojes sebagai Tukang Parkir. 

Teringat mereka berdua datang ke kantor dan menemui saya, perihal keinginan mau kredit HP. Kebetulan di kantor juga melayani pembiayaan gawai dengan harga di atas 2 jutaaan. 

Mas Bojes yang belum pernah berurusan dengan bank dan finance, apalagi istrinya yang ndeso dan tak tahu apa apa. Tahunya hanya memasak nasi dan lauk lalu menjajakannya di sebuah kedai sederhana di pinggir jalan utama. 

"Bisa bantu ke Om?" tanya Mas Bojes kala duduk bersama istrinya di depan meja

"Mang gajinya cukup, kalo ambil yang itu. Harganya mahal lho, ntar angsurannya tinggi," kata saya

Ternyata Mas Bojes, meski cacat dan bagi kita yang normal, rasanya tangannya tak sempurna menggenggam HP mahal seharga 8 jutaan, ternyata emang dia ngotot.pada HP tersebut. Tak tanggung-tanggung angsurannya aja sebulan 800 ribuan selama 12 bulan. 

Istrinya hanya mendukung permintaan suaminya. Terserah misua katanya. Lha wong uang, uangnya dia juga. Demikian jawab istrinya sebelum keduanya tanda tangan dokumen kredit. 

Saya lalu mengajak Mas Bojes ke belakang kantor dan duduk di lapak kopi di bawah pohon jambu. 

Sembari seruput kopi, kami menghitung bersama pemasukan dan pengeluaran bulanan dari pendapatan istri nya, ditambah pendapatan Mas Bojes. Ok fix, secara penghasilan masuk .  

dokpri_karcis parkir yang ditunjukkannya
dokpri_karcis parkir yang ditunjukkannya

Sebelum surat PO nya keluar, teman-teman nongkrong saya di sekitar kompleks (bukan teman kantor), para brader yang biasanya ngopi dan ngobrol bersama, mereka meragukan kemampuan bayar Mas Bojes. 

Tak sedikit yang memberi usulan, agar saya menolak aja pengajuan nasabah Disabilitas. 

" Kan Om tanggung jawab juga kalo macet...Orang cacat mau bikin apa HP 8 jutaan?" demikian alasan yang terdengar, agar di rejeck aja. 

Mungkin karena intuisi atau feeling kali ya, bahwa ni orang baik dan istrinya juga  bisa mengelola penghasilan dan bertanggung jawab terhadap kewajiban, saya coba acc aja. Hasilnya disetujui divisi kredit.

Alhamdulilah puji Tuhan, Mas Bojes bisa lancar hingga selesai. Tak terasa dari 2016 dan tahun -tahun selanjutnya,sudah ada  2 kontrak dan lancar semua. 

Dengan sendirinya, itu membantah selentingan teman-teman nongkrong dan mungkin orang -orang normal yang meragukan dirinya yang disabilitas dan tanggung jawabnya dengan kepercayaan kredit yang diberikan. 

Pelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman ini, bagi saya adalah janganlah melihat seseorang dari luar, tanpa mengetahui dirinya yang di dalam. 

Kadang manusia cenderung menghakimi seseorang dari kemasannya, dari fisiknya, dari tampilannya, lalu menjeneralisasi dengan pemikiran sendiri dan meng underestimate orang lain. Padahal kita belum menggali lebih dalam siapa dan bagaimana dia yang sebenarnya. 

Bersyukur aja Mas Bojes sudah selesai semua kontraknya. Karena dengan pembaharuan aturan sekarang, bagi para penyandang disabilitas, ada kriteria dan kondisi tertentu (tergantung kondisi cacatnya),  bila ingin sebagai calon nasabah. 

Bagaimana pun, saya akan selalu ingat pada mantan nasabah ini...hehe. 

Salam, 

Baca juga : https://www.kompasiana.com/adolfdeda/60ebf58330e98b3fe95c0312/kecil-namun-penting-dokumen-transaksi-manual-dalam-pengajuan-kredit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun