Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makan Hanya 20 Menit di Tempat, Aturan Pelonggaran PPKM Level 4 dan Potensi "Bahaya" yang Mungkin Terjadi

27 Juli 2021   00:28 Diperbarui: 27 Juli 2021   00:55 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri_warung makan sebelum Corona

Just Sharing....

Kemarin resmi Presiden memperpanjang masa PPKM dengan level-level nya pada skala kota dan kabupaten. 

Di hari yang sama, sebuah tragedi terjadi di dekat tempat tinggal. Salah seorang pedagang bakso, meninggal lantaran sesak napas di lokasi jualannya. 

Saya memang ngga pernah makan di sana, baik beli bungkus atau makan di tempat. Tapi saya tau karena di sebelah warung bakso itu, ada warung lalapan ikan bakar yang sebelum Covid, langganan saya. Kebetulan pedagang lalapan itu dulunya salah satu nasabah di kantor. 

Karena lokasi kedua warung itu adanya di pusat kota, dan tepat di seberang mini market modern XXXMXRT yang sebelum pandemi buka 24 jam, banyak warga meski ngga makan di situ, juga pada tau. 

Sontak kematian pedagang bakso tersebutyang didiagnosa Covid oleh tim medis di Rumah Sakit Daerah (RSD), cukup bikin heboh. 

Saya ngga tau info tersebut, namun manakala kemarin sore melintas salah satu jalan kecil di sekitar lokasi dagang tersebut, cukup terkejut menemukan jalan dipalang. Ngga bisa lewat.  Ada tetangga di sekitaran situ melarang lewat. Disuruh putar balik atau ambil jalur lain saja. 

Akhirnya mengalah, namun jadi bertanya-tanya kenapa diblokir.Dugaan terkuat pasti ada yang isoman di RT tersebut akibat positip Covid. Ternyata baru tau malamnya, setelah salah seorang teman mengirim WA ke saya. 

" Mas...Pak Lek bakso itu meninggal karena Covid, yang di depan minimarket itu," demikian pesan yang dikirim. 

Wah benar berarti perkiraan saya. Pantesan warga di sekitaran situ memblokir jalan.

Apalagi teman yang mengirim WA itu juga memberitahukan bahwa seseorang yang menolong almarhum di lokasi jualannya dan membawa ke RSD juga terpapar positif. Rumahnya di dekat situ.Pas mantap dah makanya ditutup. 

Ditengah sedikit rasa kehilangan, karena saya juga tau almarhum meski ngga pernah makan di warung beliau dan ngga kenal dekat, saya mendengar info pemerintah memperpanjang PPKM Level 4 dengan mengijinkan pedagang makanan buka hingga jam 8 malam. 

Tentu ini kabar baik bagi teman-teman wirausaha kuliner dan usaha lain, agar bisa kembali membuka lapak. Namun yang sedikit bikin ambigu dan bingung, adalah kebijakan makan di tempat selama 20 menit.

1. Apakah waktu selama 20 menit itu cukup? 

Tentu ini beragam pada setiap orang. Tergantung juga apa dulu yang dibeli, makanannya versi makan berat apa makan ringan. Lalu kemudian  makanannya apa yang sudah jadi, atau makanan yang mesti dipesan dulu lalu diolah dan dimasak. 

Otomatis bila diorder dulu, tentu pembeli akan menunggu di sana atau mengantri. 

Warung nasi campur atau nasi dengan pilihan aneka lauk dan pauk yang sudah dimasak, seperti foto dokumen yang saya tampilkan di awal tulisan,  mungkin tak menunggu waktu lama. 

Tentu ini berbeda dengan warung lalapan ayam goreng atau ikan bakar, yang butuh waktu menunggu ketika sudah dipesan. 

2. Demi mengejar waktu 20 menit, ada bahaya makan terlalu cepat dan bahaya makan terlalu lama. 

Bagi para penderita sakit maag, atau yang punya kecenderungan sakit maag, makan terlalu cepat itu sedikit bahaya. 

Karena saya salah satu juga yang kadang kambuh maagnya. Penyebabnya karena makan buru-buru. Saya taunya dari dokter yang pernah saya berobat dulu. 

"Pada saat makan, udara ikut masuk bersama makanan atau minuman. Otomatis lambung akan terisi udara. Ini bisa bikin begah atau penuh sehingga ada rasa ngga enak seperti perut mengembang. Makanan tak dikunyah sempurna juga tak baik karena fungsi gigi geligi untuk melumat makanan sebelum mengalir  ke lambung," demikian masih teringat salah satu nasihat Pak Dokter. 

Mungkin hal ini tak terpengaruh pada mereka yang belum pernah terserang sakit maag. Sehingga bisa dalam waktu singkat, bisa hap dan habis isi piring (baik makan berat atau makan ringan) dalam rentang waktu 20 menit. 

Tapi bagi yang pernah bermasalah dengan kondisi lambungnya, seperti saya misalnya, rasanya tak mungkin dalam 20 menit harus habis semua...hehe. Apalagi bila makan berat seperti nasi soto ayam atau nasi lalapan. 

Bahaya lain, apabila lewat 20 menit,karena ulah pembeli, bisa jadi lokasi dagang makanan tersebut di semprit dan ditegur satpol PP atau petugas kepolisian yang sedang melakukan razia. 

Ini juga dampak yang kurang baik bagi teman-teman pedagang, karena mereka ingin bisa terus berjualan tanpa mengalami teguran (sanksi) karena tak mematuhi kebijakan. 

Apalagi kebiasaan habis makan di warung lalu dilanjutkan ngopi, ngerokok, sambil buka buka WA atau cek medsos, kadang juga bisa lewat dari 20 menit. Belum lagi kalo ngobrol -ngobrol. 

Bukan ngobrol sama orang baru, tapi sama teman-teman satu kantor atau satu komunitas yang mungkin barengan makan bersama. Rasanya ngga yakin deh 20 menit cukup buat makan sambil ngobrol...hehe. 

Bagaimana bila tetap beli tapi makan di luar ? 

Dari dua hal di atas, meski sudah ada aturan kelonggaran makan di tempat dengan durasi sekian menit maksimal, rasanya lebih nyaman dan aman beli bungkus aja lalu makan di rumah atau di luar aja. Pertimbangannya antara lain : 

1. Menghindari potensi paparan virus. 

Ketika orang datang bersama dan berkumpul untuk berbelanja makanan, kita mungkin ngga saling kenal atau pun misalkan kenal, ngga ada yang ngaku bila dia OTG (Orang Tanpa Gejala). Apalagi gejala awal Covid hampir sama dengan gejala flu pilek biasa. 

Tempat duduk mungkin terpisah, tapi tangan menyentuh dimana atau memegang dimana, pada saat berada di lokasi yang sama, bisa jadi akan tersentuh atau terpegang juga oleh orang lain. 

Misalnya gagang pintu masuk, kursi, meja, pintu toilet, kotak tissue, hingga sendok, piring dan gelas. Apalagi gelas minum bersama. 

Realitanya waktu virus Covid berpindah ke tubuh seseorang jauh lebih cepat dari 20 menit. Mungkin hanya butuh tak kurang dari 3 menit. 

2. Kita ngga nyadar apakah pedagang makanan tersebut sedang dalam kondisi apa dan level kesehatannya seperti apa. 

Ini seperti kejadian yang menimpa salah satu pedagang makanan warga kami yang dikisahkan di atas. 

Dari luar, dengan tampilan bermasker, siapa bisa menebak bila sewaktu melayani pelanggan, napasnya sedang ngos ngosan, namun tetap dipaksakan bekerja demi ekonomi dan demi pelayanan ke pelanggan. 

Dengan beli bungkus dan tak makan di tempat, paling tidak sudah mengurangi beban kerja dari pemilik usaha kuliner sehingga tak banyak kerja fisik yang dilakukan. 

Logikanya aktifitas fisik yang banyak, dimana pelaku imunitasnya sedang diserang, bisa malah memperlama pemulihan

Misalnya mencuci peralatan makan dan minum berulang  ulang sepanjang hari, mengatur kursi, menata meja dan membersihkannya. Belum lagi desain dan interiornya demi kenyamanan makan di tempat. 

Selain mengurangi komponen biaya terkait sejumlah aktifitas tersebut, dengan memilih makan di luar rasanya membantu mengurangi beban kerja mereka sehingga lebih cepat beberes dan pulang untuk berisitirahat. 

3. Bila perlu, siapkan peralatan makan dan minum sendiri di dalam tas atau di kendaraan

Tak ada salahnya juga membawa minimal dua  sendok makan, satu piring atau satu gelas minum, dimana bisa dipakai manakala tak makan di tempat. 

Apa yang dibeli bisa dimakan di kantor atau di lokasi tersendiri dengan peralatan pribadi. Kemudian bisa mencuci sendiri dengan air kemasan atau air mengalir, 

Cara ini mungkin sedikit ribet bikin nyaman dibanding menggunakan peralatan makan di lokasi belanja. Jangan lupa sediakan satu kotak tissue atau bahan handuk sebagai pengering sehabis mencuci. 

Saya juga sering menggunakan cara ini. Bukan apa apa sih, hanya untuk berjaga-jaga aja. Lagi pula kemana-mana, saya biasanya pakai ransel, sehingga sendok, piring plastik, garpu, gelas minum hingga tissue bisa muat juga. 

Dan tidak lupa hand sanitizer, cairan pembersih dan spons busa untuk mencuci sehabis pakai. 

Andai tak menggunakan air mengalir, ya air minum kemasan 1 literan. Lalu dikeringkan dengan tissue atau handuk kecil. Atau bisa memilih mau nanti dicuci setelah sampai di rumah. Memang agak repot sedikit sih..tapi tujuannya baik. 

Realitanya serbuan Corona dengan banyak yang sudah terpapar , sejatinya butuh usaha ekstra. Baik secara diri sendiri maupun bersama dalam komunitas mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemerintah. 

Ketika ketika tak bisa mengelak dari potensi bahaya, mungkin yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir potensi paparan sembari proaktif membentengi diri. 

Baca juga : Pengalaman Menangani Nasabah Pasangan Beda Negara, dari WNA Tak Boleh Kredit hingga Konsekuensi Pasangan WNI

Salam, 

Referensi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun