Caption bernada sindiran di akun media sosial, berapa IP Presiden Jokowi jaman kuliah dulu, jelas -jelas menjadi senjata makan tuan.Â
Pertama karena tidak ada hubungan secara langsung antara IP tinggi dengan peluang dipilih jadi Kepala Negara di republik ini.Â
Karena proses dan tahapan menjadi seorang Presiden di sistem negara kita Indonesia, tak ditentukan IP (Indeks Prestasi).Â
Kedua, mahasiswa yang ngomong dan berpikir seperti itu, malah bisa ditembak langsung dengan pertanyaan : Loe sudah berapa kali ikut pemlilu?
 Lo ngerti kagak gimana proses jadi anggota DPR,jadi Bupati, jadi Gubernur hingga jadi Presiden di negara 62 ini?Â
Membuat narasi semacam ini sangatlah berbahaya. Ibarat senjata makan tuan, kecerdasan dan logika dipertaruhkan.Â
2. Bila bukan "anaknya" yang dihajar balik, bisa -bisa "bapaknya atau ibunya" di cari-cari salahnya.Â
Kita ngga bisa menampik, pola pertahanan dan perlawanan seseorang secara sosial manakala dibullly, dikritik dan disindir, mereka yang pro terhadap seseorang yang dirasa sebagai "korban" adalah mencari kesalahan penyindir.
 Ini adalah respon alami cara membalas serangan. Bisa diamati di media sosial atau di lingkungan nyata, seperti di lingkungan pekerjaan atau hidup bertetangga di masyarakat.Â
Di sebuah komplek perumahan, ketika seorang anak membully orang tua anak lain, respon si anak yang dibully adalah mencari kelemahan dan sisi negatif si pembully atau keluarga si pembully untuk dijadikan balasan.Â
Di lingkungan kerja, ketika kompetitor dengan produk yang sama menyuarakan kelemahan produk saingannya, respon dari perusahaan yang disasar bisa saja dengan mengunggah kekurangan lawan.Â
Apalagi bila itu secara legailitas dan perijinan bermasalah. Ibarat masakan, lebih enak lagi tu digoreng, dikukus, dibakar, diolah apa aja.Â