Tetangga Masa Gituu...
Dua tetangga hidup berdampingan dalam satu RT. Dari zaman muda hingga tua bersama di sebuah komplek perumahan. Anak-anak mereka pun berkawan akrab lantaran lahir dalam tahun yang sama.Â
Kini anak-anak mereka sudah tamat SMA dan sama-sama laki-laki sebagai penerus marga orangtua. Namun rasa intimidasi kerap menghantui si anak. Pelakunya bukan orang lain tapi Mama Papa-nya sendiri yang keseringan membandingkan.Â
Sebut saja kedua tetangga itu Pak Rudy dan Pak Iwan. Istri mereka...ya ikutan juga nebeng namanya yakni Ibu Rudy dan Ibu Iwan. Anak Pak Rudy namanya Diru, anaknya Pak Iwan namanya Wani.
"Hei Diru, coba kau lihat Si Wani anak tetangga sebelah. Kuliah di PTN. Masa kau tiap hari kerjaannya main gitar, nyanyi-nyanyi melulu tapi ngga mau kuliah. Malu Bapak dan Ibu anaknya ngga ada gelar nanti," demikian jengkelnya Pak Rudy ketika tahu anaknya akan berangkat manggung di luar kota.Â
Si Diru, meski pedes hatinya mendengar omongan ngga enak dari Papanya, tetap berangkat juga. Karena kontrak sudah ditanda tangan dan uang muka sudah dibayarkan untuk mengisi jasa hiburan bersama grup bandnya.Â
Mamanya menghindar bila bapaknya sudah marah-marah. Bagaimanapun, Diru satu-satunya anak lelaki. Teringat bagaimana bertaruh nyawa saat melahirkan si anak yang dari kecil sukanya musik hingga tidur dengan gitar dalam pelukan.Â
Berselang satu rumah di sebelahnya, duduk Si Wani di depan laptop pemberian ayahnya tatkala tamat SMA. Mukanya sinis sembari menatap layar. Dibukanya Youtube lalu Instagram kemudian twitter. Bolak balik namun tak konsen pada apa yang diklik.Â
"Kenapa Papa dan Mama selalu mengatakan lebih baik punya anak seperti Si Diru anaknya Om Rudy. Bisa cari uang sendiri, bisa mandiri tanpa merepotkan orangtua. Daripada saya, yang belum bisa cari uang tapi minta uang terus," batinnya mengulang ucapan orangtuanya.Â