Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ayam Goreng Rasa Kerupuk, Tips Menghindari Miskomunikasi Pedagang Kuliner dan Pembeli

13 Juni 2021   15:05 Diperbarui: 13 Juni 2021   15:22 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi_ilustrasi warung makan di tengah kota

Just Sharing....

Teringat satu pengalaman sepulang kerja, mampir ke sebuah warung lalapan di pinggir jalan. Biar malam ngga keluar lagi untuk membeli makanan di luar. 

"Makan di sini, apa dibungkus?" tanya si abang pedagang

"Bungkus aja Mas," jawab saya. 

Sejurus kemudian saya duduk di mejanya. Sambil menunggu, buka -buka HP sebentar. Ngecek email kantor, agenda training minggu ini, hingga menjawab WA yang masuk. 

25 menit kemudian, pedagang kuliner itu menghampiri tempat saya duduk dan menaruh pesanan di atas meja. Sudah terbungkus dalam kantong kresek hitam. 

"40 ribu semuanya Mas...sudah ayam kampung goreng, lalapan, sambal sama nasinya," katanya menjelaskan. 

Tadinya mau cari ikan goreng, tapi stok nya sudah habis. Ya sudahlah, tak yang di laut, yang di darat ajalah. Sekali -kali ngga papa lah meski melanggar kesepakatan sama diri sendiri untuk  menghindari makan daging ayam. 

Saya pun pulang. Namun sesampainya di rumah, manakala hendak menyantap, saya agak kesal.

Sambalnya enak,nasinya cukuplah. Tapi kenapa ayam gorengnya crispy banget. Saking crispinya digoreng sampai kering, hanya menyisahkan daging sedikit. 

Dalam hati, saya pesan ayam goreng, bukan pesan kerupuk. Pembeli mau makan dagingnya, bukan kriuk-kriuknya. Emang semua orang sama seleranya? 

Besok saya mampir lagi sore pulang kantor ke tempatnya. Dan keluarlah uneg-uneg pesanan kemarin.  

"Emang di sini kebanyakan maunya yang gitu Mas..," katanya sebelumnya meminta maaf

"Lidah boleh sama, selera beda Mas,' jawab saya, lalu meminta digoreng lagi satu buat saya. 

Kali ini kebetulan sudah ada ikannya,sehingga mesan ikan goreng aja. Alhasil selama pedagang menggoreng, saya pantengin dah di dekat dia. 

"Sudah Mas...jangan terlalu kering...Saya beli lauk, bukan beli kerupuk," kata saya bercanda sembari tertawa. Eh dia juga ikutan tertawa. 

Padahal dalam hati, mungkin saja dia merasa gimana-gimana gituu.  Lha, saya tadi malam juga makan dengan terpaksa setelah keluar uang 45 ribu, emang pedagangnya pikirin? 

Hahah...

Baca juga : Pendidikan Pancasila dan Viral Perkelahian Pengunjung Versus Pemilik Resto Gara-gara Pesanan Sate Ayam 

Menghindari miskomunikasi pesanan makanan terkait selera antara penjual dan pembeli

Kisah pribadi di atas itu memberi  pelajaran berharga terutama bagi saya peribadi. 

Apalagi terkait pekerjaan, lebih banyak tinggal sendiri di luar daerah dan terpisah dari keluarga. Mau tak mau, tak bisa lepas dari membeli dagangan di luar, baik online atau pun mendatangi langsung. 

Ada sejumlah cara, demi menghindari salah pengertian semacam contoh di atas.  

1. Utarakan dengan jelas terkait selera pada pedagang. 

Berkaca dari pengalaman saya, kesalahannya adalah tak melakukan itu, ditambah si pedagang sudah menganggap bahwa semua yang pesan ayam goreng di tempatnya, sukanya yang tektur dan tampilannya seperti itu. 

Pada pedagang lalapan, ada juga yang merasa sambelnya kurang pedas, atau pedesnya kebangetan banget. Bisa juga nasinya terlalu sedikit atau malah kebanyakan malah tak habis dimakan semua. 

Bila Anda tipe yang tak pusing soal makanan, dalam arti apa aja yang penting enak dan kenyang, itu jauh lebih baik. Tinggal pesan,dibuatkan, makan dan bayar lalu pulang. No Ribett..mantapp lah.  

2. Sayang bila sudah bayar, namun tak dimakan karena tak sesuai ekspetasi. 

Buang-buang uang sudah pasti. Ditambah dongkol, bisa bikin mood makan hilang. Bahaya itu Kakak..Perut kosong bisa nambah emosi. 

Bila Anda makan di tempat, bisa jadi membayar dua kali dengan pesanan sama tapi bonusnya penjual makanan dikomplain dulu dengan ketidaksukaan. 

Sebagian malah tetap dihabiskan juga meski terpaksa, karena sungkan mengutarakan atau daripada mengeluarkan uang lagi. Serba salah memang. 

Apa pernah mengalami seperti itu? Semoga tidak ya...karena ngga enak pastinya.

Bayangkan juga bila Anda tak sempat membuka apa yang sudah dibungkus, lalu pulang ke rumah dan baru melihat dan merasakannya saat hendak bersantap. 

Tapi karena sudah lapar, dan tak ada pilihan lain, ya di makan saja. Anggap saja bayar full tapi cuman dapat separoh atau seperempatnya...hehe. 

3. Apakah salah bila besoknya menghampir pedagang yang sama, lalu jujur mengatakan? 

Seperti yang saya lakukan, rasanya tak salah. Sebagai pedagang yang baik dan menjajakan pada semua pembeli, kejujuran salah satu pembeli bisa memberikan tambahan informasi bagi dia, bahwa ada tipe pelanggan yang berbeda. 

Dengan menyampaikan dan memesan kembali, dan bila Anda bisa mengamati langsung bagaimana dibuat (tergantung lokasi tempat masaknya juga bila memang bisa terlihat), sudah pasti dikemudian hari pedagang tersebut sudah mengetahui untuk order berikutnya. 

Tak menutup kemungkinan juga, bisa saja ada pedagang yang tak terima. Tak apa-apa lah, mungkin Anda bisa mencari tempat makan lain sesuai selera dan kesukaan sendiri. 

4. Belilah di warung langganan, dimana Anda nyaman dengan makanananya dan nyaman juga dengan orangnya. 

Hubungan emosional yang terbangun atas dasar penjual versus pembeli pada tipe ini, bisa mencairkan miskomunikasi. 

Dari pertama coba-coba lalu akhirnya ketagihan kemudian keterusan. Sedikit komplain dibarengi guyonan dan candaan, juga rasanya biasa ajaa...karena sudah langganan. 

Tapi jangan berlanjut sampai ngutang terus ngga dibayar...kasian yang punya warung...hehe. 

Salam minggu ceria...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun