Di kota Sumbawa Besar, NTB, memang ada komunitas warga Indonesia timur yang hidup berdampingan dengan warga lain. Sehingga ada istilah "Kampung Timor", di mana sebagian besar penghuninya beragama kristen katolik maupun protestan.Â
Dengan usia boleh di kata relatif muda, Mama Tini adalah pekerja asisten rumah tangga harian lepas yang dipekerjakan untuk beberes di rumah orang yang mana sehari bisa menyambangi dua hingga tiga rumah.Â
Mama Tini merantau ke Sumbawa dan sudah lama tidak pulang ke Bajawa, apalagi setelah bertemunya jodohnya.Â
Kesehariannya diisi dengan berbagai kegiatan. Selain sebagai ibu rumah tangga, juga bekerja sebagai BPH alias Buruh Pembantu Harian.Â
Untuk membuat janji kapan bisa bekerja membersihkan tempat tinggal saya, tak bisa sekali pesan langsung besoknya kerja. Karena Mama Tini sudah ada kesepakatan dengan majikan lain, yang telah lebih dulu "meng-order" dirinya.Â
Dan dari Kisah Mama Tini yang Bekerja sebagai BPH, saya pun mendapatkan pelajaran berharga, seperti:Â
1. Efisiensi waktu dan lokasiÂ
Karena kerap tenaganya dipakai di rumah-rumah warga, Mama Tini biasanya membagi waktu kerja dan lokasi yang searah dan berdekatan. Misalnya karena lokasi tempat tinggal saya berdekatan dengan rumahnya Ibu Ika yang sudah kerap menggunakan jasanya, Mama Tini memindahkan jadwal saya agar bersamaan dengan rumah lainnya yang berdekatan. Â
2. Tak punya kendaraan, selalu naik ojek atau jalan kaki ke rumah warga
Inilah salah satu penyebab nomor 1 di atas. Ciri khas seorang  ART yang tak putus asa demi bertahan hidup, Mama Tini rela begitu demi bisa sampai ke rumah orang yang menyewa jasanya.Â
"Mereka sudah percaya sama kita. Jadi jalan sedikit capek sedikit sudah biasa to Om," katanya pada saya.Â
Beruntung baginya, jarak rumahnya ke jalan tempat saya dan warga lain yang menggunakan jasanya tak begitu jauh. Kurang lebih 1 kilometer.Â