Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilema Pemilik Kos di Tengah Pandemi

20 April 2021   16:37 Diperbarui: 21 April 2021   05:01 1201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menunggak biaya kos (Dokumentasi pribadi)

Kesulitan bertambah manakala beliau hendak mengajukan pinjaman agunan ke kantor. Hasilnya tak bisa disetujui karena sang anak menggunakan sertifikat rumah beliau untuk pinjaman ratusan juta di salah satu bank pemerintah, dan terdeteksi di sistem sebagai nasabah relaksasi pemerintah. 

Perlu diketahui, bagi bapak ibu yang sudah tercatat ikut program relaksasi dan keringanan kredit dari pemerintah, hampir pasti akan sulit mengajukan pembiayaan kredit baru  dengan kondisi kredit relaksasi tersebut masih jalan atau outstanding piutangnya masih besar. 

Seperti itulah yang dirasakan salah seorang nasabah saya ini. Sudah tak bisa mengajukan kredit baru, meski limitnya tak sampai dua digit, ditambah perkara anak kos yang telat pembayaran bulanannya membuat Bu Fatmi kesulitan.

"Apa yang bisa saya lakukan?" tanya beliau dengan nada hopeless. 

Saya terdiam beberapa saat. Membiarkannya berbicara dan mengungkapkan apa yang dirasakan, sembari berpikir apa solusi atau ide yang bisa disampaikan ke beliau. 

Sebenarnya kendala dalam pembayaran sewa tempat tinggal, tak hanya pada bisnis kos-kosan. Tapi juga pada mereka yang mungkin mengontrak rumah, ruko hingga cicilan hunian tempat tinggal baik KPR pemerintah maupun rumah non subsidi. 

Di satu sisi kondisi pandemi berdampak memangkas penghasilan masyarakat karena bidang usaha dan jenis pekerjaan yang dilakoni bisa jadi berhenti atau tetap berjalan tapi tersendat-sendat. 

Itu belum diitambah dampak pembatasan sosial berkaitan batasan aktivitas, yang meski tidak diberlakukan di semua kota atau propinsi, tapi secara mata rantai ikut mempengaruhi, secara nasional kan negara kita yang memang geografisnya kepulauan. 

Hampir sama yang dialami salah satu nasabah saya di Sumbawa NTB, di Bali kondisi serupa juga terjadi pada sejumlah pemilik kos. 

Seorang sahabat yang kebetulan masih ngekos dan bekerja di Denpasar, menginformasikan bahwa sejumlah kamar sewaan di tempatnya sudah berbulan-bulan kosong sejak pendemi bergulir. 

Para penyewa sebelumnya yang kebetulan para pendatang di Pulau Dewata, memilih lebih baik pulang ke daerah asalnya daripada bertahan tapi tidak mampu membayar. 

"Mereka tak ingin memberatkan majikan kos," katanya dia yang sudah ngekos 5 tahunan di situ dan masih bekerja di sebuah perusahaan kontraktor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun