Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sibling Rivalry, Dari Baku Ribut ke Baku Sayang

10 April 2021   00:05 Diperbarui: 10 April 2021   12:24 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Just Sharing...

Kata baku banyak dipakai dalam komunikasi sehari-hari di Indonesia Timur. Artinya dalam Bahasa Indonesia adalah saling. 

Jadi secara sederhana baku ribut ato baku sayang artinya saling ribut ato saling sayang. 

Sibling Rivalry cenderung terjadi pada kakak beradik pada usia anak-anak dengan kondisi kedua orang tua masih ada,  atau mungkin orang tua tunggal (hanya Papa atau Mamanya). 

Jarang ditemukan kecenderungan seperti ini pada anak-anak tanpa orang tua karena tak adanya sosok dibalik alasan mengapa berperilaku demiikian. Alih -alih merajuk ato berantem, anak-anak yatim piatu seperti ini di  panti pengasuhan misalnya, dipaksa mandiri sedari kecil dan menghindari perilaku demikian. 

Realitanya, tak semua sih, dampak Sibling Rivalty bisa terbawa hingga usia  dewasa ketika kedua orang tua sudah menua atau mungkin sudah meninggal dunia. 

Dulunya rebutan perhatian dan kasih sayang orang  tua, sekarang mungkin bersaing ngerebutin warisan dan aset yang ditinggalkan.  

Kadang meluas tak hanya kakak beradik bersaudara kandung, tapi bisa jadi melibatkan anak -anak mereka.  Potensi  baku ribut bisa mempengaruh  hubungan kekeluargaan di level antar cucu. 

Bila orang tua masih ada, kadang ditemukan juga, ada satu dua anak berusaha mencari perhatian Mama Papa nya dengan menjadikan anak-anak mereka sebagai cucu emas atau cucu kesayangan kakek neneknya dibanding cucu lainnya. 

Lazimnya cucu pertama dari anak ke berapa diantara anak-anak lainnya, biasanya mewarisi kasih sayang dan perhatian dibanding cucu kedua, ketiga dan seterusnya. 

Apalagi dengan makin sepuh karena normalitas usia dan fisik, kemampuan MC  alias Momong Cucu makin berkurang. Sudah pasti cucu pertama menang banyak dibanding cucu -cucu lainnya. 

Sibling Rivalry dalam tanda kutip, yang dulunya dilakukan orang tua mereka, beralih bentuk ke dalam mencari perhatian kakek nenek dengan memanfaatkan cucu. 

Mungkin kedengarannya terlalu sadis, ato  gimana gitu, tapi memang ada yang demikian. Apalagi bila sifat MC Oma Opanya biasanya ada dengan tambahan angpao atau sejumlah uang.

Untuk cucunya sihh...namun keuntungan bagi orang tuanya juga,karenaa bisa dimasukkan sebagai tabungan misalnya atau membeli sesuatu buat anaknya, tanpa perlu mengeluarkan tambahan dana lain. (banyak lho yang kaya begitu...). 

"Punya  4 orang cucu dari 3 anak . Yang bungsu lebih dahulu menikah setamat SMA, sehingga anaknya sudah SMP. Anak kakaknya baru masuk SD karena ngantennya belakangan setelah jadi sarjana. Jadi hadiah uang setiap hari raya, lebih banyak ke anak-anaknya si bungsu, lagian lebih gimana gituu dibanding anak-anak kakaknya,"  tutur salah seorang nasabah yang sudah usia Opa Oma. 

Orang tua lebih sayang dalam tanda kutip ke si bungsu dan menurun ke anak-anaknya, dengan pertimbangan -pertimbangan tertentu yang hanya mereka sendiri yang rasakan. 

Namun beliau secara jujur juga  mengungkapkan, bahwa kadang beda perlakuan tersebut memantik keributan kecil diantara anak-anaknya kakak beradik , meski tak meluas dan membesar. 

Apakah ini termasuk dampak turunan dari Sibling Rivalry di usia dewasa, bisa iya bisa tidak juga, 

Namun faktor pemicu seperti beda perlakuan terhadap anak dan juga cucu, di samping proses pendampingan dalam tumbuh kembang dari anak-anak hingga usia dewasa, hendakanya jadi bahan analisa dan penyadaran. 

Sibling Rivalry  adalah normal, namun porsi dan takarannya bisa tak sama pada masing -masing anak karena peran dan didikan orang tua juga. 

Jadi...lebih baik baku sayang sudah daripada baku ribut...

Salam,

Baca juga : https://www.kompasiana.com/adolfdeda/6006b456d541df6de43b9e72/dilema-rumah-berpagar-tinggi-dan-tertutup-di-komplek-perumahan-warga-biasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun