Just sharing....
Jujur saya ngga terlalu sering beli makanan online. Tapi sempat coba sekali dua kali. Di musim puasa tahun 2020 lalu, pernah order es campur dan jus buah seminggu sekali ke sebuah online food di tengah kota Sumbawa Besar. Rasanya pas, sebanding dengan harga.Â
Kalo di kantor, teman -teman kerap pesan ke sebuah grup facebook yang melayani antar jemput. Memang cukup terkenal komunitas daring itu dengan nama Jual Beli Online. Dagangannya selain makanan,juga android, busana, rumah, tanah dan beraneka produk lain. Ibarat pasar serabutan milik warga. Â
Dari yang awalnya awam,pelan -pelan saya mulai kepo. Cari info dari anak -anak kantor, terutama mereka yang kelahiran tahun 90 an ke atas, yang selalu update dengan tren semacam ini. Tipikal generasi mereka bangett.
Udahannya, saya yang memang tak punya akun facebook (dari dulu), demi bisa masuk ke komunitas interaksi penjual dan pembeli, mau tak mau ikutan bikin akun juga. Pake nama nama inisial. Tujuannya biar tau aja. Apa menariknya, uniknya, dinamika interaksi dan transaksi diantara para warga yang menjadi pembeli dan pedagang. Â
Untuk dagangan kuliner yang dipasarkan, tak hanya khas daerah Sumbawa seperti Singang, Sepat, Pelecing, tapi juga kuliner khas NTB seperti Sate Rembiga, Pelecing Ayam Kampung, dan yang lainnya yang merupakan ciri khas kabupaten masing -masing dalam satu propinsi.Â
Ada juga kreasi kuliner khas luar pulau seperti Tahu Gejrot, Kebab, Bakwan Malang, Soto Makasar dan makanan daerah lain, termasuk dari luar negeri.Â
Adanya para mantan TKI yang dulunya bekerja di negara -negara timur tengah dan mencoba bisnis makana online, tak sedikit berkreasi dengan makanan khas negara -negara tersebut. Ini juga cukup laris karena mayoritas warga muslim,selain yang utama rasanya menggoda kantong dan menggoyang lidah. Â
Warga di kota kecil, jarang memberi rating.Â
Mengintip apa dan bagaimana dinamika di pasar serabutan online tersebut, dan juga mengamati secara acak website serta media sosial milik penjaja kuliner yang lokasinya di dalam kota, hampir tak ada penilaian rating ala -ala kaum urban di kota besar. Baik dengan angka atau komentar.Â
Hal serupa ditemukan dalam grup lain di kota kecil lain, terutama di kabupaten, bila mau menelisik lebih jauh.Â