Entah apa yang merasukimu....
Membaca dua kasus yang lagi viral beberapa hari ini soal adegan mesum di ruang publik. Satu terjadi di Ibukota Jakarta, satunya lagi di terjadi di daerah, yakni di Kabupaten Dompu, NTB.Â
Seorang wanita muda diciduk oleh aparat karena kedapatan melakukan tindak senonoh dengan seorang pria di Halte Senen Jakarta. Sementara di Dompu, seorang oknum polisi bermesraan dengan seorang perempuan di ruangan Rumah Sakit.Â
Yang membikin viral adalah ada orang lain yang merekam dan menyebarkan. Sudah pasti para pelaku dan pasangannya akan malu tiga kali. Malu pertama karena diketahui orang lain, malu kedua karena melakukan di ruang publik. Malu ketiga akan masuk berita dan berurusan dengan aparat. Bakalan ribet dan panjang.Â
Pertanyaan yang muncul di benak saya, dan juga mungkin di pikiran orang lain adalah apa tujuan merekam? Buat ditonton sendiri atau buat apa? Apa untuk ditonton sendiri atau akan disebar? Atau niat membantu  pemerintah dan aparat? Karena bagi saya adalah lebih baik menegur langsung dan tidak menyebarkan tapi menyerahkan buktinya sebagai penguat aduan ke pihak berwajib. Â
Apakah setelah diserahkan pada aparat, video tersebut akan tersebar dan dketahui orang lain ? Kemungkinan tersebut kecil karena tidak mungkin kepolisian melakukan. Dimuat sebagai berita mungkin iya karena biasanya ada wartawan yang ngetem di kantor kepolisian, tapi mungkin dalam penayangan akan di blur.Â
Kita masih ingat kejadian setahun lalu di Surabaya, Jawa Timur. Seorang wamita yang depresi direkam dalam kondisi maaf telanjang, lalu diunggah ke media sosial. Pengunggah mungkin maksudnya adalag menginformasikan ke pembaca (warga) bahwa ada kejadian demikian. Namun respon yang diterima adalah hujatan oleh netizen terhadap perilaku tak terpuji terssebut.Â
"Mengapa tak kau tegur dan beri dia pakaian penutup badan, lalu ajak pulang atau melapor pada keluarganya, kok malah divideoin..." demikian kira-kira saran sejumlah warga di akun tersebut.Â
Pertanyaannya mungkin apakah merekam orang depresi lalu tanpa busana dan merekam tindakan vulgar (mesum) sama kasusnya? Mungkin sedikit berbeda, karena yang satu melakukan dengan kesadaraan sementara satunya tanpa sadar. Motivasi pelaku beda, tapi motivasi perekam bisa saja sama. Ingin mendokumentasikan untuk tujuan tertentu. Lalu apa risikonya?
1. Bisa dipidana
Yang dikuatirkan adalah tak sedikit orang melihat dan merekam lalu menyebarkan. Bisa dari android ke android, di grup WA, atau diunggah ke media sosial semacam twitter atau facebook. Tindakan senonoh secara sadar di ruang publik memang dilarang karena fungsi sosial dari fasilitas umum itu sendiri bukanlah untuk itu.Â
Tapi merekam adegan privasi orang lain,bisa berujung  pidana juga. Bila menyebarkan ke media akan bertentangan dengan Undang -Undang ITE. Kita sering membaca kasus pacaran dan salah satu menyebarkan video vulgar mantan nya atau mantan selingkuhan aja bisa ditindak, apalagi perekam yang ngga ada sangkut paut hubungannya dengan pelaku. Nah lho hati -hati!
2. Bisa sebagai bukti ke yang berwenang, dalam tujuannya untuk ketentraman masyarakat.Â
Pihak berwenang itu bisa aparat, bisa juga pemerintah atau pihak swasta, yang mereka -mereka ini berkaitan dengan fungsi dan statusnya sebagai apa dan siapa di masyarakat. Melakukan yang demikian sudah pasti mengganggu ketentraman masyarakat. Selain risih dilihat pengguna lain, Â kita di Indo budaya ketimurannya juga masih sebagai norma.Â
Catatannya mungkin, sekedar saran aja, jangan direkam, lebih baik ditegur saja. Jangan malu menegur orang yang melakukan perilaku senonoh di ruang publik karena setiap orang (termasuk perekam) adalah pengguna ruang publik yang sama.Â
Biasanya pelaku atau pasangannya pasti akan malu karena sadar bukan ruang privacy mereka. Kemungkinan akan berhenti, menjauh dan menghilang atau beralih mencari tempat yang memang diperuntukkan untuk hal yang begituan.Â
Merekam lebih lama hingga selesai, bisa saja perekam dituduh penikmat juga lantaran menikmati tontonan secara live (langsung) dan gratis. Kalo hendak melaporkan sebagai bukti, kan tak perlu harus sampai selesai juga kan...hehe. Â Durasi sekian menit ato detik juga cukup, bahkan cukup difoto aja juga bisa tanpa harus merekam.Â
3. Kita hidup di era jurnalisme warga, namun tetap pikirkan dampaknya.Â
Kini warga biasa bisa jadi jurnalis juga. Paling simpel jadi blogger. Bisa mengamati apa yang menarik di sekitar kehidupan dan menuangkan dalam bentuk tulisan atau video. Ini terbantu juga lantaran media cetak dan media elektronik membuka keran bagi liputan warga.Â
Meski demikian, bahan tulisan atau bahan rekaman, alangkah baiknya ditelaah juga maksud dan tujuan serta kebergunaannya bagi penonton atau pembaca. Dampaknya juga.Â
Mau cuman tuk dipajang di media sosial sendiri semacam twitter, facebook atau instagram, pastikan juga siapa -siapa followernya. Biasanya unggahan semacam video mesum misalnya, sering dibilang pemersatu bangsa karena hampir pasti akan di sebarkan.Â
So,jadi kalo nemu yang gitu-gitu, mending langsung 'setor' ke yang berwenang. Btw kalo tujuannya buat viral, jangan pikirkan keuntungannya tapi juga resikonya.Â
Bila masih satu  daerah atau kenal dekat dengan pelaku, pikirkan juga jangka panjang hubungan sosialnya antara kamu dengan keluarga pelaku dan apa yang menimpa pelaku sehubungan kesalahannya, yang akan berimbas juga pada kehidupan si pereka dan keluarganya. Seperti perekam di Rumah Sakit Dompu yang adalah perawat di sana malah ditetapkan sebagai tersangka karena merekam. Bahaya juga ya...
Salam,Â
26 Januari 2021, 13,08 Wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H