Ini pelajaran bagi para nasabah dan juga bagi para pemberi kredit. Nasabah menjadi korban dengan menyetorkan sejumlah uang kepada oknum staf penagih palsu. Dan sayangnya, praktik kebohongan yang dijalani petugas penagihan jadi-jadian itu kemungkinan sudah berlangsung cukup lama tanpa diketahui kantor pemberi kredit.Â
Pernahkah kamu, sebagai debitur di sebuah finance, terlanjur membayar uang cicilan pada petugas yang menyamar seolah-olah pegawai yang sebenarnya, dan memberikan sebuah kuitansi pasar atau kuitansi tak legal sebagai bukti sudah membayar?
Bersyukur bila tak pernah terjadi. Karena bila mana Anda menjadi korban, akan banyak kerugian dan dampak jangka panjangnya.
Bagaimana bisa terjadi pola penyamaran seperti itu? Saya mengulasnya dengan mengambil sebuah contoh nyata.
Hari ini datang seorang ibu muda ke kantor. Usianya kurang lebih 30an tahun. Memakai jilbab hitam dengan warna masker yang senada. Baju batik bermotif bunga menutupi tubuhnya.
Dia duduk dan berbicara dengan CS (Customer Service). Suaranya kedengaran hingga ke meja saya. Ada sedikit intonasi meninggi lalu berakhir datar.
"Saya sudah setor uangnya ke petugas yang bernama L****. Mengapa dia tak serahkan ke kantor?" demikian pengaduannya.Â
Ibu ini beberapa tahun silam, bermasalah dengan oknum gadungan ini. Setoran bulanannya dibawa lari namun tak diserahkan. Beberapa bulan, nasabah ini setia memberi cicilan pada oknum gadungan.
Ternyata korbannya tak hanya si ibu ini. Tapi ada beberapa nasabah yang lain. Sudah pasti dengan nominal yang berbeda tergantung barang atau jasa pembiayaannya.
Mengenali pola dan potensi penipuan oknum penagihan gadungan.
Sejumlah hal di bawah ini mesti dipahami atau dimengerti oleh masyarakat, terutama mereka para nasabah yang mengkredit barang atau jasa ke sebuah lembaga pembiayaan nonbank. Karena biasanya pembiayaan oleh pihak bank, akan langsung terdebet di rekening nasabah pada tanggal setoran.