Bulan baru semangat baru.Â
Kalimat di atas itu biasanya saya tuliskan sebagai update status di WA setiap tanggal satu pada setiap bulan. Tujuannya tak lain adalah menyemangati diri sendiri. Syukur -syukur bila orang lain juga kecipratan semangat kala membaca...hehe.Â
Mungkin lantaran itu saya tertarik pada salah satu ilustrasi. Perumpamaan tentang inisiatif sebuah kabel charger HP yang tak minta bantuan orang lain untuk dicolok ke sambungan arus, namun dia sendiri yang mencolokkan dirinya agar baterenya tetap hidup. Bukan sebab kabel itu tak butuh penghubung untuk mengalirkan arus di badannya, akan tetapi andai dapat melakukan sendiri, mengapa harus menunggu.Â
Pesan yang terkandung adalah orang lain sebagai pendorong semangat itu baik. Tapi seberapapun banyaknya penasihat dan pendukungmu di luar sana, yang menentukan adalah dirimu sendiri. Bangkit, berdiri, jalan dan lakukan sesuatu ataukah mau terus rebahan, duduk dan ngga ngapa-ngapain.Â
Kok gitu sih? Iya, karena ada tipe orang yang hanya mau curhat, curcol, mau didengerin, tapi setelah dikasi solusi, dikasi wejangan, ngga jalan -jalan juga hingga dua purnama berlalu. Kepengennya punya ini dan itu. Mengkhayal indah tapi tak jua melangkah. Padahal seribu langkah dimulai dari satu langkah.Â
Dan bila tak pernah melangkah bakalan terus di situ.Hanya sekedar angan. Meminjam liriknya Anggun C Sasmi, melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi. Setelah sadar, banyak kesempatan dan waktu yang terbuang percuma.Ntar sok ntar sok alias ntar besok ntar besok hingga besok yang kesekian harinya ngga bergerak -gerak juga. Itu badan apa truk tronton ya...:)
Diam di tempat sih aman. Tak ambil resiko alias tak mau capek. Tapi bila hidup tak bergerak 'maju' berarti berarti membiarkan tuk terlindas oleh jaman. Dulu sebelum awal 2000 an, studio foto sedemikian larisnya. Mau  foto atau cetak foto, hitam putih,berwarna, ukuran berapa R pun selalu ditunggu pelanggan. Tapi setelah ngetrend jaman android , mulai kamera 360 sampai kualitas HD sudah ada dalam genggaman tangan, studio foto mulai kekurangan pelanggan.Â
Apalagi setelah foto hitam putih sudah jarang dipakai dalam ijazah sekolah atau sertifikat dan dokumen lainnya. Hitam putih fotomu hanya ada dalam album kenangan...hehe, kata penyanyi lawas Teh Ratih Purwasih . Iya, kini berganti folder di PC dan galeri android menjadi album tempat menyimpan foto. Â Â
Cara kita beradaptasi dengan krisis (corona) menentukan sejauh mana kita bertahan
Jaman sulit gara -gara Covid-19 masih mewabah. Banyak orang merasa stress. Kerja dibatasi, ruang kerja sudah tak ada lagi alias di PHK. Ibu -ibu dan bapak -bapak juga ikut tertekan lantaran harus temani sang anak belajar di rumah. Iya kalau orang tuanya ngerti materi pelajarannya. Bila tidak, biasanya minta bantuan keluarga yang lain atau bayar guru private secara online.Â
Itu masih mending. Bayangkan di Pulau Sumbawa,NTB ini yang tak semua desa nya dapat sinyal internet. Pernah suatu kali saya dan salah satu teman berkunjung ke Desa Lebin, satu Desa di Kabupaten Sumbawa yang jalannya masih jalan tanah hingga masuk ke pekarangannya. Saat duduk bersama nasabah, salah seorang keluarganya bolak balik naik ke atap rumah.Â
" Maaf Pak, di sini susah sinyal. Kadang kita harus berada di posisi yang tinggi baru bisa dapat. Makanya kalau tidak di atap, biasanya kita ke gunung," ujar istri nasabah.
Jadi bisa dibayangkan sendiri dengan sistem online belajar seperti sekarang. Ya itulah sebagian kecil 'keunikan' di tanah air ya...hehe.Â
Beberapa propinsi dan kabupaten belum ada yang menjalankan PSBB alias Pembatasan Sosial Berskala Besar. Segelintir daerah mengajukan ke pusat, namun belum di setujui oleh Kementerian Kesehatan dengan pertimbangan tertentu. Namun demikian, biarpun tak diterapkan, hampir seluruh propinsi sudah membatasi akses transportasi (laut,udara, darat, rel) dan pembatasan jam malam . Seperti halnya di Kabupaten Sumbawa juga kota dan kabupaten lain di Propinsi NTB.Â
Menariknya meski daerahnya di PSBB atau tidak di PSBB, keluhan akan keruwetan hidup akibat Sars Cov 2 masih terus terasa. Lebih -lebih soal ekonomi. Dari ramadhan masih kuncup sampai sudah mekar di mana -mana, tertekan jiwa dan raga. Dua bulan lalu kejutan pertama pecah telor netas pasien positif pertama di Indonesia. Seterusnya Bulan April  yang baru berlalu ada kejutan kedua. Pecah telor juga karena nembus seribuan yang positif.
Bulan Mei ini, harapannya telor -telor yang pecah alias pertambahan positif (dan yang meninggal) melambat dan tak lagi bertumbuh. Bulan Mei adalah bulan untuk bangkit. Cukup sudah dua bulan masyarakat meratap gara -gara corona. Terlalu banyak menangis,terlalu banyak mengeluh juga tak baik buat jiwa. Menyuarakan kepedihan memang bisa menarik simpati.Â
Tapi terlalu banyak mengeluh juga hanya membuang energi. Mengikis akal dan kreatifitas akan apa yang bisa diberdayakan di masa krisis lantaran konsentrasi dan fokus hanya tertuju pada : mengapa begini mengapa begitu. Capekk iya, hasil belum tentu. Janganlah kegundahan di pikiran membatasi gerak dan langkah.Â
Hati yang gembira adalah obat. Tapi bagaimana mau bahagia kalau periuk nasi kosong? Bagaimana mau happy bila dirumahkan oleh perusahaan tempat mencari nafkah. Iya,iya, semua yang lain juga bisa jadi mengalami hal yang sama. Pertanyaan sederhana adalah apa cuma kamu sendiri yang mengalami seperti itu atau orang lain juga menghadapi kondisi yang sama? Bila level ketidakenakan yang sama dialami juga oleh hampir sebagian orang di berbagai daerah oleh sebab yang sama juga, yang membedakan adalah respon dan tanggapan.Â
Mau adem ayem, tawakal dan diam di rumah saja boleh. Mau bikin tik-tok dan upload di medsos juga tak ada yang melarang sepanjang tak melanggar undang -undang ITE. Berniat mencurahkan keresahan dan isi hati terhadap kebijakan pemerintah dan dampaknya terhadap diri sendiri dalam bentuk tulisan, juga itu bisa jadi terapi jiwa. Setidaknya dalam kondisi pandemi seperti ini.Syukur-syukur hasil karyamu bisa membuka ruang dialog dan mata batin pemutus kebijakan.Â
So di Bulan Mei ini, di bulan suci dimana mayoritas saudara sebangsa yang beragama moslem menjalankan ibadah puasa,yukk stop meratap karena corona karena di bawah atap masih ada semangat yang merona. Perbanyak ibadah, perbanyak doa tuk membangun daya tahan jiwa karena daya tahan jiwa itu nomor satu.Tegar menghadapi cobaan karena orang yang bersemangat dapat melewati penderitaannya.Â
Daya tahan tubuh nomor dua. Kebiasaan cuci tangan, gunakan masker dan sanitasi diri sudah dimulai dari Bulan Maret. Jangan kendor di bulan ini karena perjuangan melawan Covid-19 belum berakhir.Â
Bila daya tahan jiwa sudah, daya tahan tubuh oke, sekarang daya juang usaha dikembangkan. Apa bidang -bidang usaha yang bisa diolah di Bulan Mei ini sehubungan ramadhan dan lebaran. Buat kue kering mungkin? Masakan khas lebaran secara online? Upload contoh makanan, dan buat tangga PO (Pesanan Order) di tanggal yang ditentukan agar pembeli punya masa waktu tuk memlih dan berkonsultasi dengan keluarga terkait pilihan menu.Â
"Daripada diam di rumah. Ini kita semua masih keluarga, kepikiran bikin jualan begini," kata Bibi Siti, wanita berusia 40 tahunan ketika saya tanyakan kok bisa jualan begini.Â
Saya tertarik dengan tersedianya peralatan mencuci tangan dan pembatas berdiri bagi pembeli tuk menghindari kerumunan. Jadi bagi yang mau belanja, disarankan mencuci tangan dulu setelah itu berdiri sejarak 1 meter dari pembatas tersebut dan memilih (menunjuk) makanan dan minuman berbuka yang diminati. Lalu para penjualnya, yakni ibu -ibu ini yang akan mengambil dan memasukkannya ke plastik belanjaan. Cukup kreatif juga ya emak -emak ini...hehe.Â
Selain cara di atas, menjajakan via kendaraan (terutama di kabupaten kota yang belum menerapkan PSBB) di sore hari sebelum berbuka juga boleh. Sudah pasti lengkap dengan peralatan cuci tangan yang sederhana. Sebenernya banyak ide yang bisa di gali di bawah atap rumah bersama pasangan, anak -anak, dan keluarga atau rekan bisnis dan pertemanan.Â
Cara kita beradaptasi dengan krisis (corona) menentukan sejauh mana kita bertahan. Buka pikiran biarkan ide dan kreatifitas mengalir. Itu rasanya lebih baik daripada hanya meratap dan mengeluh karena Corona. Biarkan pemerintah melakukan bagiannya yang terbaik tuk penanganan wabah, dan kita menjalankan yang terbaik tuk kehidupan kita,keluarga kita dan masa depan kita sesuai dengan 'porsi' masing -masing.Â
Tetap Semangat
Salam,
Sumbawa NTB, 03 Mei 2020
19,25 Wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H