Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpautÂ
Mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah salah satu yang disuka sejak sekolah dasar. Kalimat -kalimat seperti : Ini Bapak Budi atau Ini Ibu Budi, tak lekang oleh ingatan.Â
Betapa Jaman SD buku -buku pelajaran soal ketrampilan dasar berbahasa yang meliputi membaca, menulis, mendengar dan berbicara menjadi menu bagi para murid. Dari sanalah saya mengenal istilah dalam karya bahasa seperti puisi, prosa, larik dan penamaan lainnya.Â
Masuk SMP (Sekolah Menengah Pertama), saya mulai berkreasi dengan kata -kata. Pendorongnya adalah puisi Chairil Anwar yang berjudul Senja di Pelabuhan Kecil.Â
Pemilihan kata dan visualisasi yang tercipta kala membaca larik -lariknya terasa dekat dengan keseharian saya di usia remaja. Pelabuhan, dermaga, rumah tua, perahu dan kapal, pantai, burung yang beterbangan, serta lalu lalangnya.Â
Rumah lama orang tua memang tak jauh dari pelabuhan milik PT Pelindo. Hanya 10 menit berkendaraa atau 30 menit berlari -lari kecil. Sejak SD, meski tinggal di kota, saya bersama beberapa teman sering berolahraga lari. Jogging mulai  dari komplek perumahan hingga ke pusat kota dimana pelabuhan itu berada.Â
Dan sebagai happy ending alias akhir ceria dari kisah olahraga di hari itu, akan ditutup dengan tradisi basah-basahan di kolam pelabuhan. Loncat dari sisi dermaga dan mendarat di air. Lalu pulang ke rumah dengan berjalan kaki dan menenteng sepatu.
Ada kalanya juga kami tak mandi. Hanya duduk di sisi pelabuhan dan memandang aktifitas bongkar muat kapal -kapal besar seperti KM (Kapal Motor) Dobonsolo, KM Umsini, KM Tatamailau dan beberapa kapal barang yang merapat di dermaga.Â
Garis pantai pelabuhan memang memanjang. Berkelok dan menyatu dengan pantai -pantai kecil di sepanjang Teluk Humboldt hingga Pantai Base G. Karena topografinya demikian, mengamati kapal - kapal besar yang datang dari Pulau Jawa itu tak selalu harus dari sisi pelabuhan. Bisa dari sisi pantai yang lain.Â
Uniknya, di seberang pantai -pantai tersebut,ada pulau -pulau kecil yang didiami warga asli. Membentuk kampung (desa) alias kampung dalam kota...hehe. Makna kampung lazim tempatnya jauh dari kota, namun yang ini sedikit berbeda.
 Hanya dengan kurang lebih 20 menit hingga 30 menit menyeberang laut, sudah tiba di sana. Untuk transportasi dari kampung ke kota atau sebaliknya, ada beberapa dermaga kecil untuk penyeberangan.Â
Tak perlu kapal besar. Cukup perahu kayu atau perahu motor tuk membelah laut. Rumah -rumah warga di kampung -kampung tersebut umumnya adalah rumah panggung berpondasi kayu atau rumah semi permanen.Â
Sepanjang ingatan, di tahun -tahun segitu, rumah -rumah di sisi pelabuhan besar di tengah kota juga tak semuanya rumah batu. Bercampur antara bangunan permanen dengan semi permanen. Termasuk gudang -gudang tua tempat penyimpanan bongkar muat barang dari dermaga.Â
Dalam benak saya bagaimana seorang Chairil Anwar mungkin duduk di sisi dermaga pelabuhan sunda kelapa kala itu, memandang teluk ditemani secangkir kopi dan sebungkus rokok, Â lalu mencurahkan isi hatinya lewar coretan puisi. Atau bisa saja dia merekam apa yang dia lihat di sebuah pelabuhan sebagai setting dalam memorinya lantas pulang dan menuangkannya ke dalam sebuah puisi.Â
Ide bisa datang dari mana saja. Dan Penyair juga seorang seniman. Seni memilih kata dan menempatkannya dalam larik. Menambahkan emosi dan rasa. Mengungkapkan apa yang ada di dalam hati dan pikiran sang penyair. Meski maknanya tersirat. Dan sedikit ambigu.
Saat usia remaja, saya suka puisi ini tanpa mengerti makna dibaliknya. Ternyata Senja di pelabuhan kecil ditulis di tahun 1949 ketika Chairil Anwar yang lahir pada tahun 1922 itu telah berusia 27 tahun.Â
Dia mengagumi seorang wanita cantik bernama Sri Ayati namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Kegalauan itu dituangkan dalam bentuk puisi meski  akhirnya Chairil Anwar menikah dengan wanita lain. Sedih ya, ternyata memang cinta tak harus memiliki, cukup dikagumi aja...hehe#
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekapÂ
(Chairil Anwar_Senja di pelabuhan kecil)
Terinspirasi, Coba -Coba, ujung -ujungnya hari ini 'terdampar' Â di Kompasiana
Sejak membaca Senja di Pelabuhan Kecil, muncul niat bikin puisi. Coba -cobalah. Kebetulan di usia jaman -jaman ABG itu sering menghabiskan waktu di perpustakaan daerah.Â
Tujuan pertama kesana cari buku pelajaran sekolah. Tujuan kedua bisa baca-baca majalah anak muda, Â termasuk lihat -lihat contoh puisi yang dimuat di majalah, tabloid atau koran.Â
Akhirnya jadi dua puisi. Kedua puisi itu saya kirimkan ke koran lokal yang masih satu grup dengan Jawa Pos. Tak disangka, salah satu dimuat. Senang juga padahal coba -coba doang...hehe.Â
Orang rumah akhirnya tahu karena namanya tercantum di situ. Termasuk juga teman -teman  sekolah. Sayangnya, saya tak pernah simpan dokumentasinya lantaran belum berpikir sampai ke sana.Â
Berawal dari situ, akhirnya mulai tertarik sama hobi tulis menulis. Masuk SMA, ikutan di mading. Lanjut kuliah, dari semester kedua sudah memutuskan ikutan di jurnalistik kampus.Â
Bertemu teman -teman yang seminat meski beda jurusan di kampus. Empat tahun di majalah di fakultas, sekretariat sudah seperti rumah kedua. Sampai akhirnya nyadar, sudah waktunya tuk selesaikan kuliah dan estafetkan kepengurusan ( majalah) ke angkatan di bawahnya.Â
Banyak ilmu jurnalistik di luar fakultas yang diambil, namun berguna tuk membekali diri. Pelatihan jurnalistik dasar, pelatihan jurnalistik tingkat lanjut, teknik wawancara, teknik pemasaran iklan, proses pembuatan koran, proses pembuatan majalah, mulai dari dummy hingga settingan sampai naik cetak dan sirkulasi.Â
Mungkin tak seperti majalah atau koran komersial. Tapi setidaknya kegiatan jurnalistik di kampus dalam mengelola media internal di jaman itu sebelum digital media seperti sekarang, entah koran cetak kampus atau majalah kampus, sudah memberi sedikit ilmu, pengetahuan, ketrampilan dan gambaran dari proses dan sistem di perusahaan media pada umumnya.Â
Semua yang tak pernah dipikirkan. Berawal dari pertama kali terinspirasi oleh Senja di Pelabuhan Kecilnya Chairil Anwar. Mencoba - coba dan proses membawanya hingga hari ini bisa terdampar di sini, di Kompasiana..
Terlanjur sudah, ya sudah ya...hehe:)
SELAMAT HARI PUISI 2020,Â
Baca juga tulisan lainnya :
Salam.Â
Sumbawa NTB, 29 April 2020,Â
23.45 Wita
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI