Tak perlu kapal besar. Cukup perahu kayu atau perahu motor tuk membelah laut. Rumah -rumah warga di kampung -kampung tersebut umumnya adalah rumah panggung berpondasi kayu atau rumah semi permanen.Â
Sepanjang ingatan, di tahun -tahun segitu, rumah -rumah di sisi pelabuhan besar di tengah kota juga tak semuanya rumah batu. Bercampur antara bangunan permanen dengan semi permanen. Termasuk gudang -gudang tua tempat penyimpanan bongkar muat barang dari dermaga.Â
Dalam benak saya bagaimana seorang Chairil Anwar mungkin duduk di sisi dermaga pelabuhan sunda kelapa kala itu, memandang teluk ditemani secangkir kopi dan sebungkus rokok, Â lalu mencurahkan isi hatinya lewar coretan puisi. Atau bisa saja dia merekam apa yang dia lihat di sebuah pelabuhan sebagai setting dalam memorinya lantas pulang dan menuangkannya ke dalam sebuah puisi.Â
Ide bisa datang dari mana saja. Dan Penyair juga seorang seniman. Seni memilih kata dan menempatkannya dalam larik. Menambahkan emosi dan rasa. Mengungkapkan apa yang ada di dalam hati dan pikiran sang penyair. Meski maknanya tersirat. Dan sedikit ambigu.
Saat usia remaja, saya suka puisi ini tanpa mengerti makna dibaliknya. Ternyata Senja di pelabuhan kecil ditulis di tahun 1949 ketika Chairil Anwar yang lahir pada tahun 1922 itu telah berusia 27 tahun.Â
Dia mengagumi seorang wanita cantik bernama Sri Ayati namun tak mampu mengungkapkan isi hatinya. Kegalauan itu dituangkan dalam bentuk puisi meski  akhirnya Chairil Anwar menikah dengan wanita lain. Sedih ya, ternyata memang cinta tak harus memiliki, cukup dikagumi aja...hehe#
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekapÂ
(Chairil Anwar_Senja di pelabuhan kecil)
Terinspirasi, Coba -Coba, ujung -ujungnya hari ini 'terdampar' Â di Kompasiana
Sejak membaca Senja di Pelabuhan Kecil, muncul niat bikin puisi. Coba -cobalah. Kebetulan di usia jaman -jaman ABG itu sering menghabiskan waktu di perpustakaan daerah.Â
Tujuan pertama kesana cari buku pelajaran sekolah. Tujuan kedua bisa baca-baca majalah anak muda, Â termasuk lihat -lihat contoh puisi yang dimuat di majalah, tabloid atau koran.Â
Akhirnya jadi dua puisi. Kedua puisi itu saya kirimkan ke koran lokal yang masih satu grup dengan Jawa Pos. Tak disangka, salah satu dimuat. Senang juga padahal coba -coba doang...hehe.Â
Orang rumah akhirnya tahu karena namanya tercantum di situ. Termasuk juga teman -teman  sekolah. Sayangnya, saya tak pernah simpan dokumentasinya lantaran belum berpikir sampai ke sana.Â