Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kelola Celengan Receh, "Hancurkan" pada Waktunya

25 Mei 2020   22:38 Diperbarui: 26 Mei 2020   10:20 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua yang besar dimulai dari yang kecil

Memasuki awal tahun, biasanya setiap orang membuat resolusi. Apa yang hendak dicapai selama 12 bulan ke depan atau merevisi target yang belum dicapai di tahun sebelumnya lalu menambahkan itu sebagai tantangan untuk digenapi. Saya juga demikian.

Salah satunya adalah mengubah pola kebiasaan dalam mengelola uang receh. 

Namanya receh namun tak receh. Bagi saya uang receh tak selamanya uang kecil senilai 500 rupiah hingga 5000 rupiah. Recehan versi saya adalah uang yang sepertinya saya abaikan (karena kecil nilainya), saya lupa (alias tak tahu darimana itu asal uangnya) atau tak ingat kapan taruh di situ, misalnya nemu di saku celana.

Ini bisa berarti uang logam seribuan dua ribuan hingga 20 ribu, 50 ribu atau seratusan ribu. Waduh 100 ribu dibilang receh. Eitss...sabar dulu bro, hehe

Asal muasal uang receh berasal dari pecahan uang yang sudah dianggarkan. Setiap bulan, para pekerja biasanya menerima gaji sebagai pendapatan tetap. Realitanya tak harus sebulan baru dibayar upah, karena ada juga yang dibayar kinerjanya per minggu, perdua minggu atau dihitung harian, misalnya persepuluh atau perduapuluh hari. 

Beda - beda ya, tergantung tempat bekerja, profesinya atau waktu bekerja. Para tukang bangunan dan mandor contohnya. Tak harus 30 hari. Biasanya bila kelar proyek akan terima upah. Kadang - kadang sudah panjer di depan. sisanya akan dibayarkan setelah proyek selesai.

Teman -teman yang berwiraswasta seperti ojek online dan sekelas UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) tentu juga tak bisa disamakan pola pendapatan dengan orang kantoran. 

Demikian juga para profesional seperti tukang pijat keliling, pembantu ART alias asisten rumah tangga, guru les tari, guru privat, trainer gym hingga profesional berkelas seperti dokter atau arsitek.

Kesamaan dari semuanya, apapun profesi yang dijalani, adalah kita semua menerima uang sebagai penghargaan atas jasa yang diberikan. Ini termasuk para purna tugas atau pensiunan yang masih rutin menerima penghasilan setiap bulan.

Cobalah kelola uang receh, serpihan-serpihan  dari pos anggaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun