Just Sharing....
Judul di atas sebenarnya sudah merupakan sebuah himbauan. Ajakan agar tak melakukan itu manakala Anda hendak mengajukan kredit di lembaga pembiayaan.Â
Karena berdasarkan hasil survei atau hasil reguler audit yang biasanya rutin dilakukan pada perusahaan finance ataupun institusi perbankan, selalu ada saja (meski tak semua), temuan tim audit berkenaan soal itu.
Biasanya, apabila suatu kontrak bermasalah, kasusnya tak jelas berakibat kerugian dan melibatkan seseorang atau beberapa orang dalam internal perusahaan, cenderung akan ditelusuri legalitas pada dokumen kreditnya, termasuk didalamnya, siapa-siapa yang bertanda tangan di situ.Â
Ujung tombak penawaran kredit lazimnya oleh tenaga marketing di internal. Ada istilahnya AO (Account Officer) atau MO (Marketing Officer), entah sendiri atau dengan tim di dalamnya.Â
Biasanya ada SPG/SPB yang membantu menawarkan produk ditambah para agen. Sekarang hampir semua, entah perbankan atau finance, juga mengelola keagenan sebagai perpanjangan tangan pemasaran produk.Â
Entah apapun namanya, biasanya jaringan ini didukung oleh perusahaaan yang bekerja sama dengan mereka, dalam bentuk pos pembayaran, pemajangan materi promosi, dan lain sebagainya.Â
Sudah barang tentu, untuk legalitasnya, harus prosedural dan sesuai ketentuan yang berlaku. Apalagi menjadi representasi nama besar lembaga kredit, mau tak mau, mesti tunduk.Â
Order pengajuan kredit bisa datang dari mana saja. Selain dari tenaga AO atau MO, dapat pula berasal dari penawaran pada saat calon nasabah berada di meja CS (customer service), pada saat antrian, atau bisa juga rekomendasi dari jejaring keagenan.Â
Itu diluar hasil dari program telesales ke nasabah-nasabah yang masuk dalam katagori nasabah prioritas.Â
Andai deal, proses pick up data dan kunjungan akan diambil alih oleh sang marketing. Dari divisi sales atau pemasaran akan mengalir ke divisi kredit untuk dianalisis.Â