Just Sharing.....
Sejak awal Bulan November tahun lalu, saya memasang iklan produk kantor di koran lokal. Kebetulan kantor tempat saya bekerja juga menjadi pelanggan dari harian tersebut. Kami diberikan harga super murah untuk biaya penayangannya.
Saya lalu mengajukan ke manajemen dan disetujui. Tak ada salahnya mencoba, toh saya (dan tim) juga diberikan kebebasan untuk memasarkan via media lokal.Â
Untuk ukuran kota kecil seperti Sumbawa, sudah luar biasa bila masih (eksis) surat kabar lokal yang kantornya dan proses cetaknya di daerah. Kota lain dengan skala kota yang bukan ibu kota propinsi atau kota administratif, belumlah tentu ada, kecuali mungkin koran online.
Saya terbantu juga karena salah satu pekerja di koran lokal tersebut ada yang menjadi nasabah di kantor sehingga komunikasi berjalan baik karena sudah saling kenal sebelumnya.Â
Bulan berjalan hingga akhir Januari 2020. Sudah tiga bulan tayang. Saya menghubungi karyawan di koran lokal tersebut dan menyampaikan bahwa kami break (stop) sementara iklannya. Bulan Februari jangan tayang lagi.
Alasannya, sedang ada normalisasi sistem di awal tahun dan kemungkinan ada perubahan logo dan sebagainya berkenaan logo dan tagline perusahaan, sehingga materi dan desain iklan kemungkinan akan berubah. Redaksional bisa jadi tidak sama lagi.
Saya juga ingin mengevaluasi hasil dari beriklan di media. Karena bagaimanapun ada tanggung jawabnya, bila ditanyakan sama atasan (dan juga manajemen).Â
Sebenarnya ini bukan kali pertama beriklan di surat kabar daerah. Jauh sebelum yang sekarang, lima tahun silam juga pernah memasang iklan di surat kabar lokal lain karena koran yang kini menjadi medianya, seingat saya belum ada di tahun 2014. Hasilnya ada bila dihitung secara unit.
Kala itu beberapa nasabah tertarik mengajukan pembiayaan multiguna lantaran membaca iklannya kendati iklannya hanya berwarna hitam putih karena memang halaman demi halaman dalam surat kabar itu warnanya cuma dua saja. Kalau tidak hitam, ya putih...hehe.
Sederhana memang, tapi di tahun segitu, dia satu -satunya koran lokal yang cukup dikenal di pulau terbesar di NTB ini.
Surat kabar lokal yang sekarang, harus diakui lebih baik secara tampilan. Halamannya lebih banyak, lebih berwarna, cakupan beritanya luas, tidak hanya seputaran Sumbawa tapi juga kabupaten dan kota lain dalam satu provinsi. Di dalamnya ada sisipan tulisan Pak Dahlan (Iskan), mantan menteri BUMN.
Info dari nasabah yang juga bekerja di koran ini, masih satu grup dengan salah satu surat kabar besar di tanah air. So secara manajemen, harapannya lebih kokoh bersaing dengan kompetitornya.
Well.... Dari pengalaman beriklan di koran dan mengingat kembali pengalaman kala dulu masih mahasiswa pernah bekerja paruh waktu selama satu tahun sebagai marketing iklan di sebuah booklet pariwisata di Bali, ada beberapa pertimbangan bila merencanakan memasang iklan di koran lokal.
1. Kenali produk yang mau diiklankan
Pengetahuan terhadap apa yang hendak dijual atau ditawarkan menentukan bagaimana meramu materi iklan. Materi bisa berupa tulisan (redaksionalnya) disertai gambar atau bisa hanya redaksional saja semacam iklan baris atau iklan kolom.Â
Harapannya dapat menarik calon pembeli menghubungi pemilik iklan.
Andai memilih menyerahkan ke pihak koran lokal atau pihak ketiga untuk mendesain iklannya, perlu dipastikan juga bahwa pesan (gambar. tulisan, logo, dan lain sebagainya) yang dibuat sesuai dengan kemauan pemilik iklan.Â
Jangan sudah ditayangkan baru direvisi karena 'pesannya' ngga kena atau dirasa ngga nyampe ke targetnya, padahal dana iklan sudah terbayarkan.
2. Kenali koran lokal yang akan dipasangi iklan
Ini berarti mesti tahu berapa saja oplahnya (per hari, per minggu, atau per bulan), menyesuaikan dengan lama tayang dipilih. Ke mana saja koran distribusinya, dengan cara apa dipasarkan dan siapa saja pelanggan dan pembaca koran tersebut.Â
Apakah koran itu dibagikan secara gratis atau dijual secara eceran. Perusahaan dan instansi mana saja yang menjadikan koran itu sebagai bacaan.
Ini juga meliputi apakah diedarkan kepada penumpang di dalam pesawat atau tidak karena ada beberapa maskapai, seperti misalnya Garuda Airlines, yang memberikan koran lokal secara gratis kepada penumpangnya saat keberangkatan.
Anda juga bisa menganalisis karakter pembaca koran tersebut sebagai target dan mengaitkannya dengan produk yang mau diiklankan.
3. Analisis biaya iklan berbanding biaya jual minimal produk
Sewaktu saya diberi harga iklan murah oleh koran lokal, saya menghitung biaya profit satu produk pembiayaan dibanding biaya iklan satu bulan.
Analisisnya, saya cukup mendapatkan minimal satu saja nasabah yang tertarik dan mengajukan pembiayaan, dikurangi total biaya akuisisi dan biaya-biaya lainnya, dana untuk biaya iklan itu sudah tertutupi, bahkan ada lebihnya.Â
Acuan inilah yang biasanya digunakan oleh cafe, hotel, restoran dan pengelola wisata untuk mengiklankan produknya di media pariwisata (baik yang berbahasa indonesia maupun berbahasa asing).
Lagi pula, dengan semakin panjang durasi iklan, semakin murah biaya iklannya. Ini di luar branding produk yang terbantu karena frekuensi kemunculan di media.Â
4. Siapkan orang atau tim yang akan menangani order
Sia-sia memasang iklan bila tidak bisa mengelola order masuk. Tujuan iklan adalah mengenalkan produk, tapi harapannya setelah dikenal adalah mendapatkan pembeli.Â
Jadi persiapkanlah diri Anda sendiri dengan pengetahuan soal produk.
Bisa juga delegasikan kepada seseorang atau beberapa orang dalam satu tim, dengan kompetensi mampu menjelaskan produk dan dibekali trik atau strategi untuk menjual.Â
Teknik closing bisa diajarkan, lewat komunikasi via telepon, sms, WA atau ketemu langsung dengan calon peminat. Saya juga lakukan itu, bila sudah mengiklankan produk.Â
Setelahnya kumpulkan tim di kantor, sharing ke mereka, ajarkan bila ada calon customer yang bertanya, katakan dan lakukan seperti ini.
5. Bila ada dana lebih, kombinasikan dengan metode iklan lain secara berbarengan
Zaman sekarang iklan tidak harus di koran lokal bila memang Anda punya produk atau usaha dan berdomisili di wilayah dimana koran lokal itu beredar. Cuma sayang, bila penawaran iklan super murah super irit di koran lokal diabaikan.
Saran saya, kalau memang mau dicoba, ambillah paket iklan yang demikian itu (bila ada) lalu kombinasikanlah dengan kreatifitas sendiri. Via koran, pesan produk tersampaikan jauh lebih luas kepada banyak pembaca.Â
Sape itu kecamatan yang berjarak 9 jam perjalanan darat dari Sumbawa dan merupakan pelabuhan laut dari NTB ke Labuan Bajo di NTT.
Luasnya alur distribusi dari sebuah koran lokal memampukan pesan produk sampai ke tempat jauh. Akhirnya kepada calon nasabah tersebut, saya infokan agar mengajukan di Kota Bima saja karena ada kantor perwakilan di sana dan jaraknya hanya dua jam dari lokasi tempat tinggal dia.Â
Kombinasi atau penggabungan iklan sendiri bisa lewat pasang status di WA. Tidak ada yang larang dan tidak perlu bayar pajak. Nyisip-nyisip lewat grup WA juga bisa. Dari mulut ke mulut juga boleh.
Untuk itu Anda harus punya banyak kontak. Pasang spanduk di halaman rumah juga tidak ada yang bakalan suruh turunkan karena rumah milik sendiri, kecuali ngontrak atau ngekost, mesti izin pemiliknya dulu hehe.Â
Membuat brosur dan membagikan secara langsung ke teman dan relasi juga sah-sah saja sepanjang itu tidak menimbulkan ketidaknyamanan. Yang pasti itu semua butuh dana promosi. Beli paket juga keluar modalkan hehe.
6. Evaluasi hasil dari beriklan
Usaha apapun dalam menjual atau menawarkan produk, evaluasi itu penting. Yang dievaluasi adalah melihat hasilnya, progressnya termasuk kegagalan bila ada dan membandingkan dengan investasi dana, energi dan waktu.Â
Apakah targetnya tersampaikan? Keuntungan tidak hanya secara nominal (unit), tapi juga apakah menjadi dikenal atau diketahui.
Evaluasi juga bisa berarti meninjau kembali materi dan desain iklan, dan mencari ide lain untuk mengemas iklan yang lebih tajam dengan pesan yang tersampaikan langsung ke target market. Atau bisa jadi mengganti orang kunci yang lebih mampu menangani order dari prospek yang masuk.Â
Tak ada usaha yang mengkhianati hasil. Bila dipercayakan untuk mengelola usaha, apapun itu produknya, entah milik kita sendiri, milik keluarga atau milik perusahaan di mana kita sebagai pekerjanya, kadang tidak cukup dengan hanya doa dan ikhtiar.
Mungkin harus menambahkan kreatifitas untuk menjadikannya lebih baik, termasuk dalam kreativitas beriklan.Â
Salam,
Sumbawa, 11 Februari 2020, 20.40 WITA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H