Perlu waktu empat bulan untuk menuliskan bagian terakhir yaitu part 3 dan part 4 dari tulisan perjalanan ini karena beberapa foto dan dan video yang sudah disimpan, sebagian terhilang dari galeri HP. Ditambah kesibukan dan rutinitas di kantor sehingga niat untuk menuntaskan separoh draft tulisan yang sudah dibuat pada awal Mei lalu baru bisa terlaksana pada malam ini...Hehe, So just enjoy the process:)
(Sebelumnya bisa baca di sini: Part Satu dan Part Dua
Menjemput Impian di Langit Ibukota
Apa yang menarik di Jakarta? Pertanyaan itu mungkin itu terngiang di kepalanya orang daerah seperti saya yang kebetulan sudah dari sononya lahir dan besar di daerah. Kita mungkin menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan menengah di kota kelahiran, lalu merantau dan melanjutkan pendidikan di universitas yang tidak berada di Jakarta.Â
Sebutlah Bandung, Medan, Surabaya, Denpasar bahkan Makasar , sekalipun kota -kota ini termasuk kota -kota besar di tanah air dan menjadi ibu kota dari satu propinsi, tetap saja tidak bisa menandingi Jakarta sebagai pusat dari segalanya.
Ya pendidikan, bisnis, ekonomi, pemerintahan dan bidang -bidang yang lain. Termasuk kantor tempat saya bekerja, yang sekalipun punya banyak cabang di berbagai daerah di Indonesia, kantor pusatnya tetap ada di Jakarta.Â
Ibarat tubuh manusia, kantor cabang adalah kaki tangan, kepala dan otaknya ada di Jakarta. So semua kebijakan, memo, aturan dan undang -undang dikemas di Jakarta,hasil ramuan dan kreasi para petinggi di pusat.
Manajemen di daerah hanya menjalankan kendati dalam penerapannya tidak semudah dan selancar kereta bandara yang melintas sekian meter di atas jalan raya dari Bandara Soeta hingga Sudirman...hehe.Â
Tiap daerah di Indonesia punya keunikan sosial dan budaya disamping perbedaan topografi wilayahnya . Implementasi kebijakan pusat secara utuh tentu tidaklah mungkin bisa seratus persen.
Sebagai contoh, salah satu kebijakan di tempat saya bekerja yang mewajibkan pembiayaan multiguna untuk plafon besar agar dana nasabah dialihkan ke bank induk yang merupakan salah satu bank swasta terbesar di tanah air, tidak mungkin seutuhnya dijalankan di cabang.Â
Di Propinsi NTB kantor cabang bank induk hanya ada di Kota Mataram, di Selong untuk Kabupaten Lombok Timur, di Sumbawa Besar untuk Kabupaten Sumbawa dan di Kotamadya Bima.
Bagaimana bisa semua nasabah, yang tidak hanya ada di kota tapi juga di desa yang jauh dari lokasi bank induk, harus melakukan transaksi ke kota. Faktor cost dan kenyamanan mesti dipertimbangkan.
Itu mungkin salah satu contoh. Saya rasa teman-teman yang sama seperti saya. bekerja di sebuah kantor cabang di daerah, namun beda perusahaan, beda institusi, beda divisi atau beda departemen, atau yang juga sebagai ASN di daerah, mungkin pernah mengalami suatu kebijakan yang terkendala dengan kondisi di daerah, namun mau tidak mau, suka tidak suka, kebijakan itu harus dijalankan lantaran tertuang dalam kebijakan nasional di internal institusi.Â
Gagal Jangan Menyerah, Tetap Lakukan Yang Terbaik
Sapa suruh datang Jakarta. Sandiri suka sandiri rasa. Itu sebagian lirik dari lagu dengan judul yang sama, dipopulerkan oleh Almarhum Om Melky Goeslaw.
Ayahanda dari pencipta lagu Melly Goeslaw ini sepertinya tepat membawakan lagu ini karena lirik dan syair nya , juga beat musiknya, beraroma khas indonesia timur seperti sang penyanyi yang berdarah Halmahera. Â Saya mendengar nya sejak kecil di pertengahan delapan puluhan lantaran orang tua sering memutarnya di rumah
Mungkin saja untuk menyindir dalam tanda kutip banyaknya warga Indonesia Timur secara khusus yang merantau ke Jakarta untuk merubah musik. Atau bisa jadi pesan dalam lagu ini untuk warga dari daerah lain di tanah air ,termasuk dari Pulau Jawa dan Sumatra yang 'real berdarah-darah' di ibu kota untuk merubah nasip dan mengejar masa depan.Â
Setali tiga uang. Dan kini, saya dan juga kedua my brother sedang berada di Jakarta untuk mengejar mimpi. Impian untuk menjadi jawara dalam kompetisi antar cabang secara nasional.
Terpilih menjadi finalis diantara 12 finalis bagi kami bertiga, terutama saya, sudah merupakan sesuatu yang luar biasa. Serasa mengerjakan TA alias Tugas Akhir sebagai persyaratan untuk menjadi sarjana.Â
Bila merunut kebelakang, sepuluh bulan yang lalu, ke masa-masa dimana kami memulai dari mencetuskan ide, lalu masuk dalam 'sona bingung' dalam artian ide ini harus di implementasikan dengan cara dan langkah yang bagaimana agar harapan dari ide tersebut bisa menghasilkan suatu terobosan positif.
Selanjutnya berpikir ulang, apakah ide ini bisa diterapkan juga oleh teman -teman di cabang lain di kota lain di propinsi lain tanpa mengabaikan aspek legalitas yang menjadi standar dalam pengelolaan nasabah dan kaitannya dengan hukum.
Hal ini dikarenakan salah satu persyaratan untuk terpilih sebagai finalis adalah inovasi tersebut harus asli, sudah di coba di cabang asal dan bisa diterapkan juga di cabang-cabang lain.Â
Demi memenuhi aspek-aspek yang disyaratkan dalam penilaian itu, saya harus membuka dan membaca kembali memo-memo dan aturan perusahaan yang tertuang pada masing-masing divisi (kredit, HRD, marketing, dll) , banyak sekali, dari tahun 2012 sampai yang terbaru tahun 2019 agar implementasi ide tidak berbenturan dengan aturan internal perusahaan yang sudah menjadi SOP secara nasional.
Apalagi presentasi inovasi sebagai finalis akan dilakukan di hadapan petinggi-petinggi di pusat yang membuat dan menandatangani kebijakan -kebijakan tersebut.Â
Dari rilis yang di email kantor pusat, satu minggu sebelum keberangkatan ke Jakarta,presentasi finalis nantinya akan live alias terbuka dan ditonton semua karyawan dari aceh sampai papua pada link internal yang terhubung ke android karyawan.
Duh jadi tambah beban, kalau salah jawab bagaimana,bila ditanyakan ini dan itu dan tidak mampu menjelaskan dengan baik, tanggung jawabnya bukan sama diri sendiri dan team, tapi lebih pada pimpinan dan teman-teman di cabang yang sudah support selama implementasi dan juga nama area yang diwakili .
Secara nasional coverage area  terbagi dalam beberapa area, dan kantor-kantor cabang yang berada di NTT, NTB dan Bali termasuk  dalam area BNT (Bali NusaTenggara). Â
Tahun lalu 2017, pada lomba inovasi yang sama, saya dan juga anggota team yang berbeda dari cabang, juga terpilih masuk sebagai finalis. Kami sempat menjadi juara dan mendapatkan hadiah utama liburan ke Hongkong, selain hadiah uang. Namun sayang seribu sayang, saya tidak dapat menikmati hadiah itu lantaran ada kendala di pengurusan pasport.
Hal yang menyedihkan tentunya bagi saya, saat melihat kedua teman saya berangkat namun saya yang ditunjuk sebagai ketua team pada lomba tahun lalu tidak dapat pergi bersama mereka ke negeri di daratan China itu.Â
Ya apa boleh buat. Kendala dan ribetnya mengurus paspor lantaran saya tinggal di Bali tapi tugas di Sumbawa, ada perubahan di Kartu Keluarga sehingga saya tidak punya cukup waktu untuk bolak-balik Sumbawa -Denpasar. Cuti kan maksimal 3 Hari. Tidak bisa meninggalkan kerjaan untuk waktu yang lebih lama dari itu.
Saya harus mengurus KK baru  sebagai persyaratan pembuatan paspor, belum lagi ini dan itu padahal batasan waktu untuk keberangkatan sudah mepet. Tidak ingin menyusahkankan teman-teman yang lain sebagai team yang harus berangkat ke Hongkong jadinya terkendala karena paspor saya yang belum kelar-kelar, akhirnya saya (dengan berat hati) melepas kesempatan itu.Â
Sedih memang tapi saya percaya akan ada kesempatan kedua. Meski saya menyadari lomba inovasi seperti ini di internal perusahaan dengan ratusan cabang di seluruh Indonesia, kecil peluang terpilih.
Kita merasa ide kita bagus, tapi boleh jadi teman -teman di cabang lain bisa punya inovasi lebih baik dari kita. Lagipula siapa bisa jamin para juri yang adalah para kadiv -kadiv itu (kepala divisi) di pusat itu berpihak pada sebuah team? Ngga ada jaminan..hehe. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.Â
Tapi puji syukur, pada lomba tahun 2018, saya kembali terpilih bersama team (Bro Uki dan Bro Ade) menjadi satu diantara 12 finalis yang diundang ke Jakarta. Bahagianya lagi karena paspor saya sudah jadi dan dibuat pada tahun lalu setelah kegagalan berangkat. Â Â
Hal yang memberi pelajaran berharga dalam hidup saya bahwa tidak ada hasil yang mengkhianati usaha. Lakukan yang terbaik, dalam apa yang dipercayakan kepadamu, just do your best. Bila engkau berjuang, bila engkau tidak menyerah, kesempatan itu akan datang kembali kepadamu. Percaya itu.Â
Salam,Â
Sumbawa, NTB, 29 September 2019.Â
23.10 Wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H