Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Jangan Meraba Caleg dalam Kegelapan

1 April 2019   18:11 Diperbarui: 2 April 2019   23:58 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak enak memang meraba-raba dalam kegelapan. Itu pengalaman pribadi minggu lalu saat terjadi pemadaman listrik beberapa malam di Kota Sumbawa. Apa daya cuaca tidak menentu. Hujan lebat dan petir menggelegar. Pihak PLN pun lakukan pemadaman sementara untuk  menghindari terjadinya risiko korslet aliran listrik.

Maksud hati mencari HP kesayangan di saat gelap gulita di rumah untuk bisa menyalakan perangkat senter yang ada di HP tersebut. Cari punya cari, raba punya raba, dipegang -pegang kayanya ini dah HP saya. Mirip sekali. Ukuran panjang dan lebarnya sepertinya sama. Eits...sebentar dulu. Kok ada tombolnya. Ya Tuhan, ternyata ini remote AC, bukan HP saya. Hehe...

Dokpri: Kantor DPRD Sumbawa
Dokpri: Kantor DPRD Sumbawa
Bingung Memilih Caleg
Gambaran kejadian nyata nan lucu yang saya alami di atas, bisa jadi menggambarkan pilihan untuk memilih caleg pada Pemilu tahun ini. Saking banyaknya calon legislatif, sampai kadang kita (jujur) sebagai warga negara, tidak mengenal siapa dan bagaimana kiprah mereka di masyarakat.

Banyak dari kita yang seolah meraba-raba dalam kegelapan menuju hari pencoblosan. Apalagi gaung Pemilu yang cenderung menokohkan capres dan cawapres, lebih menarik minat warga dibanding memutuskan memilih caleg.

Coba keluar sebentar dari rumah. Mari pergi belanja ke pasar. Mari antar anak ke sekolah.

Spanduk siapakah yang terpampang nyata di rumah makan? Baliho siapakah yang dipasang di pinggir jalan? Dari perempatan traffic light di tengah kota hingga warung kopi kecil di tepi pantai kampung nelayan. Media atribut caleg memenuhi ruang publik. Berdiri kokoh, bersaing tanpa suara merebut simpatisan warga. 

Mengapa Harus Memilih Caleg?
Sejatinya memilih calon legislatif sama pentingnya dengan memilih calon presiden. Roda pemerintahan oleh badan eksekutif tidak bisa berjalan maksimal tanpa dukungan dari parlemen berisikan orang-orang yang kita pilih sebagai calon legislatif.

Anggota DPR sebagai parlemen, tidak hanya bertugas membuat undang-undang, mereka juga bersama pemerintah merencanakan anggaran negara. Termasuk memilih dan memutuskan pimpinan di jabatan strategis, seperti misalnya memilih Panglima TNI atau memilih Pimpinan Polri.  

Bila presiden mengajukan satu nama untuk calon Panglima TNI, itu harus mendapatkan persetujuan dari anggota DPR. Undang -Undang Nomor 34 pasal 13 tahun 2004 menyatakan bahwa DPR harus memberikan jawaban terhadap usulan nama yang diberikan oleh Presiden paling lambat dua puluh hari diluar masa reses.

Prosedur yang sama terhadap pemilihan Kapolri. UU Nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian bahwa Kapolri diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR. Betapa pentingnya fungsi DPR, sepenting itulah kita memilih orang-orang yang akan menentukan hidup kita secara tidak langsung untuk lima tahun mendatang. Jangan golput ya, Kakak.

Satu lagi yang penting, aturan Presidential threshold. Apa lagi itu Bang? Bila ditanyakan sama tukang sayur keliling atau dagang rempeyek samping kantor, ora mikir pasti jawabannya.

Sebagian besar masyarakat, terutama di level menengah ke bawah, tidak terlalu mengerti istilah yang namanya presidential threshold. Masyarakat kecil lebih tertarik ditanyakan siapa calon presiden pilihannya dibanding meminta mereka untuk menentukan siapa calon legislatif yang akan dicoblosnya.

Aturan di negara kita memang mensyaratkan sebuah partai untuk bisa mengajukan calon presiden minimal meraup 25 persen dari total suara dalam Pemilu. Atau setidaknya mencapai 20 persen kursi di parlemen dari total kursi yang diperebutkan.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, kepada Kompas.com edisi 29 September 2017 menyatakan bahwa threshold, sesuai pasal 222 Undang --Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum merupakan cerminan adanya dukungan kuat dari parlemen terhadap pasangan calon.  

Bagaimana Mengenal Kandidat Calon Legislatif? 
Hari Sabtu lalu saat pulang kantor, saya mampir ke sebuah warung makan. Rumah makan itu bangunannya sederhana. Posisinya tepat berada seberang jalan, di depan Kantor DPRD Kabupaten Sumbawa. Niat saya hanya ingin mampir sebentar minum kopi sambil membaca koran.

Tidak ada ide untuk menulis artikel ini. Tapi saya terinspirasi dengan Kolom Klinik Pemilu yang ada di Laman Politika Koran Jawa Pos Edisi Jumat, 29 Maret 2019. Kolom ini menghadirkan Bapak Viryan Asis selaku komisioner KPU RI sebagai narasumber.

Sumber: dokpri, jawapos
Sumber: dokpri, jawapos
Seorang warga Surabaya menanyakan bagaimana bila saya tidak mengenal calon legislatif? Apa yang harus saya coblos? Sah kah bila hanya mencoblos partainya saja? Tentu ini adalah pertanyaan yang boleh jadi mewakili saya dan juga masyarakat di luar sana, yang notabene awam soal pemilu.

Saya lalu menghampiri ibu pelayan rumah makan itu saat sedang mengaduk kopi hitam pesanan saya.

"Bu, maaf, apa Ibu kenal sama calon legislatif yang spanduknya Ibu pasang di depan warung Ibu ini?" tanya saya.

"Kenal dekat sih tidak, Mas, cuma tau orangnya karena beliau sering makan di sini," jawab ibu tersebut.

Dokpri: rumah makan
Dokpri: rumah makan
Jawaban ibu pemilik warung di atas itu hampir sama dengan yang dituturkan petugas security di kantor. Tidak terlalu mengenal dekat calon legislatif yang lain.

"Selain presiden, saya sudah punya calon untuk DPRD Propinsi. Kalau untuk kertas suara yang lain, saya bingung, Bos. Belum tahu coblos yang mana," tutur pria asli Lombok yang sudah mengabdi beberapa  tahun sebagai tenaga satpam.

Sebagaimana kita ketahui, ada lima kertas suara yang disediakan di TPS  pada saat pencoblosan tanggal 17 April 2019 nanti. Kertas berwarna merah untuk DPD RI, warna kuning untuk DPR RI, warna biru untuk DPRD Provinsi, warna hijau DPRD Kabupaten/Kota dan warna abu-abu untuk presiden dan wakil presiden.

Sumber:indonews.id
Sumber:indonews.id
Jawaban dari narasumber adalah boleh dan sah saja bila hanya mencoblos partainya saja. Tapi alangkah baiknya, disarankan masyarakat mengenal dulu kandidat dan calon legislatif yang akan dicoblos. Karena substansi dari sistem Pemilu adalah memberi kesempatan kepada orang secara langsung dipilih oleh pemilih.

Caranya mengenali bagaimana? Silahkan klik infopemilu.kpu.go.id/pileg2019/pencalonan/daftar-calon/dct.

Dengan membuka link di atas, kita bisa mengenali secara dekat calon legislatif tersebut, termasuk alamat domisili, pasangan hidup, tingkat pendidikan dan info lain mengenai profil calon.

Selain melihat link di atas, cara lain untuk mengenali adalah melihat tindakan nyata di masyarakat dan rekam jejak calon legislatif. Perlu juga untuk menyesuaikan idiologi dan aspirasi kita masing-masing secara pribadi dengan apa yang menjadi concern dan isu yang diperjuangkan oleh calon legislatif dan partai pendukungnya.

Semoga tidak lagi meraba-raba dalam kegelapan. Happy coblos teman-teman. Salam. :)

Sumbawa Besar, 31 Maret 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun