Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Selingkuhanku di Samping Bandara Lombok

31 Desember 2018   16:26 Diperbarui: 23 April 2020   13:23 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun berganti dan dasawarsa berlalu,kebiasaan minum kopi 'seolah-olah' diwariskan dari generasi ke generasi. Bersamanya pun beraneka kisah dan inspirasi dibaliknya. Mulai dari percakapan dengan penjual kopi, ide yang muncul di pikiran saat menyesap aroma seduhannnya dan tulisan-tulisan yang mengalir spontan kala ditemani secangkir kopi.Sengaja saya menuliskannya agar bisa mengenangnya kembali.

Bukan salah bunda mengandung bila saya suka kopi. Maniak tidak, ketagihan juga bukan. Kata orang kopi itu singkatan dari ketika otak perlu inspirasi. Sebagian orang mengilustrasikan kopi bak hidup manusia. Ada pahit ada manis. Manakala kisah sedih berkawin dengan kisah bahagia, disitulah rasa itu disesap. Nikmat menjalani.

Semenjak bertugas di Sumbawa, pulau terbesar di NTB itu mengajarkanku banyak hal. Bukan alamnya yang luas. Sawah hijau dimana - mana itu sudah pasti. Jauh nya jarak dari Maluk sampai Sape nun jauh di Bima sana. Ah tidak, bukan lantaran itu juga. Atau mungkin susu kuda liarnya? Ah, saya malah belum pernah mencobanya.

Kamu laki - laki. Pergilah kemana saja kamu pergi. Jadilah laki - laki di dalam, bukan laki - laki di luar. Seseorang pernah menitipkan kata - kata itu kepada saya. Nun jauh, lima belas tahun yang lalu. Dulu, iya dulu, saat saya berada di tempat yang sama seperti saya sekarang berdiri di sini. Dengan tas ransel di bahu, sepatu hitam dan buku catatan. Apa? Buku catatan? Ah, kau masih saja sama seperti yang dulu. Bisa kutebak, pasti ada bolpen hitam di saku depan kemejamu. Hehe...

Lalu apa kaitannya antara Sumbawa dan kopi? Selingkuhan. Iya selingkuh jawabannya. Manakala seseorang berselingkuh, dia menyesap beraneka rasa. Nikmat, pahit, sedih, manis. Berdebar - debar. Berujung ketagihan pada rasa yang pernah ada.

Kok bisa selingkuh? Apa kawan tidak puas? Huss...Jangan tanya pada saya. Lihat, banyak pohon sengon di sisi bandara. Mari kita tanya pada daun - daunnya. Sudah pasti dia menyimpan catatannya.  Berapa kali saya bertandang, seberapa lama saya berada di sini.

Kopi hitam di warung sederhana samping bandara internasional Lombok membuat saya berselingkuh. Teringat sama kopi tumbuk Sumbawa dari Desa Lebin di Kecamatan Ropang. Sama hitamnya, sama pula rasanya. Memang rasa tidak pernah bohong. Saat segelintir penumpang lebih suka duduk di ruang tunggu bandara, saya diam - diam menyelinap. Kemana bro? Menemui selingkuhanku.

Mari kesini sayang, sudah kusediakan yang terbaik untukmu.Begitu pesan mesramu. Simpan dulu boarding pass mu, taruh dulu tas ranselmu di locker . Hari ini ada kopi tumbuk terbaru, masih segar. Tak lupa pisang goreng kesukaanmu.

Berapa saya harus bayar untuk kencan hari ini? Sepuluh ribu sudah membuat mu puas.

Oh my God...hari ini 27 Desember 2018. Tidak terasa tujuh tahun sudah kita berselingkuh setiap kali singgah di bandara ini. Entah kenapa. Ada banyak yang lain tapi lidah ini sudah terlanjur sayang. Apa mau dikata, mata dan hatipun tak kuasa menolak.

Masihkah kita bertemu di 2019 ?

Hmm....Sejenak menarik napas. Saya lalu menyesap separuh tubuhmu. Lihat burung besi dibalik pagar itu. Terbang dari satu pulau ke pulau lain. Mampir sebentar lalu buru -- buru pergi. Tapi kamu lebih dari mereka. Lebih apa sayang? Lebih lama menahanku di sini. Hehe....

Dokpri
Dokpri
Sudahlah, saya harus pergi. Pesawat akan berangkat jam empat. Jadi kapan kita bertemu lagi? Sudah tadi kamu tanyakan itu. Jawabannya bila Tuhan menghendaki.

As long as still working at Sumbawa, we're going to meet again.

Salam jelang akhir tahun 2018,

(Sisi timur bandara lombok,  kios kecil Ina Delik dan Pak Rahim. Terima kasih kopi tumbuknya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun