Tahun berganti dan dasawarsa berlalu,kebiasaan minum kopi 'seolah-olah' diwariskan dari generasi ke generasi. Bersamanya pun beraneka kisah dan inspirasi dibaliknya. Mulai dari percakapan dengan penjual kopi, ide yang muncul di pikiran saat menyesap aroma seduhannnya dan tulisan-tulisan yang mengalir spontan kala ditemani secangkir kopi.Sengaja saya menuliskannya agar bisa mengenangnya kembali.
Bukan salah bunda mengandung bila saya suka kopi. Maniak tidak, ketagihan juga bukan. Kata orang kopi itu singkatan dari ketika otak perlu inspirasi. Sebagian orang mengilustrasikan kopi bak hidup manusia. Ada pahit ada manis. Manakala kisah sedih berkawin dengan kisah bahagia, disitulah rasa itu disesap. Nikmat menjalani.
Semenjak bertugas di Sumbawa, pulau terbesar di NTB itu mengajarkanku banyak hal. Bukan alamnya yang luas. Sawah hijau dimana - mana itu sudah pasti. Jauh nya jarak dari Maluk sampai Sape nun jauh di Bima sana. Ah tidak, bukan lantaran itu juga. Atau mungkin susu kuda liarnya? Ah, saya malah belum pernah mencobanya.
Kamu laki - laki. Pergilah kemana saja kamu pergi. Jadilah laki - laki di dalam, bukan laki - laki di luar. Seseorang pernah menitipkan kata - kata itu kepada saya. Nun jauh, lima belas tahun yang lalu. Dulu, iya dulu, saat saya berada di tempat yang sama seperti saya sekarang berdiri di sini. Dengan tas ransel di bahu, sepatu hitam dan buku catatan. Apa? Buku catatan? Ah, kau masih saja sama seperti yang dulu. Bisa kutebak, pasti ada bolpen hitam di saku depan kemejamu. Hehe...
Lalu apa kaitannya antara Sumbawa dan kopi? Selingkuhan. Iya selingkuh jawabannya. Manakala seseorang berselingkuh, dia menyesap beraneka rasa. Nikmat, pahit, sedih, manis. Berdebar - debar. Berujung ketagihan pada rasa yang pernah ada.
Kok bisa selingkuh? Apa kawan tidak puas? Huss...Jangan tanya pada saya. Lihat, banyak pohon sengon di sisi bandara. Mari kita tanya pada daun - daunnya. Sudah pasti dia menyimpan catatannya. Â Berapa kali saya bertandang, seberapa lama saya berada di sini.
Kopi hitam di warung sederhana samping bandara internasional Lombok membuat saya berselingkuh. Teringat sama kopi tumbuk Sumbawa dari Desa Lebin di Kecamatan Ropang. Sama hitamnya, sama pula rasanya. Memang rasa tidak pernah bohong. Saat segelintir penumpang lebih suka duduk di ruang tunggu bandara, saya diam - diam menyelinap. Kemana bro? Menemui selingkuhanku.
Mari kesini sayang, sudah kusediakan yang terbaik untukmu.Begitu pesan mesramu. Simpan dulu boarding pass mu, taruh dulu tas ranselmu di locker . Hari ini ada kopi tumbuk terbaru, masih segar. Tak lupa pisang goreng kesukaanmu.
Berapa saya harus bayar untuk kencan hari ini? Sepuluh ribu sudah membuat mu puas.
Oh my God...hari ini 27 Desember 2018. Tidak terasa tujuh tahun sudah kita berselingkuh setiap kali singgah di bandara ini. Entah kenapa. Ada banyak yang lain tapi lidah ini sudah terlanjur sayang. Apa mau dikata, mata dan hatipun tak kuasa menolak.
Masihkah kita bertemu di 2019 ?