Mendengar kabar seorang sahabat di PHK, Â pastinya bukan kabar yang baik bagi siapapun kita...Â
Terlebih bila yang mengalaminya adalah sahabat terbaik kita. Tapi itulah yang saya alami dalam minggu ini.Â
Di Hari Rabu lalu, salah seorang sahabat yang sudah saya anggap sebagai saudara (adik) menceritakan kepada saya bahwa dia dan juga semua karyawan di kantornya di PHK oleh perusahaan tempat dia bekerja.
Dan yang lebih mengagetkan saya, pemberitahuan PHK di kantor nya dilakukan secara mendadak tanpa pemberitahuan awal sebelumnya. Per akhir Bulan Desember ini, secara nasional semua kantor cabang perusahaan tempat dia bekerja akan ditutup.Â
Jujur selama saya bekerja, saya tidak pernah mengalami yang namanya di PHK. Tapi saya bisa memahami bagaimana rasanya di PHK.
 Saya ingat beberapa tahun lalu, betapa senangnya sahabat saya itu saat diterima sebagai karyawan di perusahaan itu. Waktu itu dia belum menikah (masih bujang), masih baru jadi sarjana, umur masih dua puluh tahunan dan masih ngekost.Â
Sekarang saat dia mengalami PHK, statusnya sudah menikah, sudah punya seorang anak dan umur sudah di atas 30 tahun. Sebagai seorang laki - laki juga seorang kepala keluarga, tentunya beban dia jauh lebih berat.Â
Bagaimana harus mencari pekerjaan baru, bagaimana dia dan istri harus mengatur pengeluaran keluarga, bagaimana membeli susu buat anak, bagaimana membayar kontrakan rumah, dan seabrek kebutuhan lainnya. Belum lagi korban perasaan karena di PHK.
Sembari bercanda lewat bbm (black berry message), saya bilang ke sahabat saya dia bersyukur tidak tinggal di vila mertua indah. Bila tinggal di rumah mertua, bisa jadi korban psikologis bertambah.Â
Saya rasa tidak hanya sahabat saya yang mengalami dampak PHK seperti itu. Tapi banyak juga orang - orang lain di luar sana yang mengalami hal yang sama.Â