Mohon tunggu...
Adnin Tamara
Adnin Tamara Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar Indonesia

Mari kita berjuang untuk mencapai kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pameran Unik di Tengah Pasar Antik

26 Oktober 2021   12:05 Diperbarui: 26 Oktober 2021   12:20 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah mendengar pameran seni yang diadakan di tengah pasar? Jika belum, mungkin anda bisa berkunjung ke daerah Cikapundung, Bandung untuk melihat lihat sekumpulan karya foto penuh makna dari para seniman di Indonesia.

reminiscence-by-syifa-mila-dokumen-pribadi-61778f95dfa97e59fa50bd02.jpeg
reminiscence-by-syifa-mila-dokumen-pribadi-61778f95dfa97e59fa50bd02.jpeg
(16/10/2021) Bandung Photography Month mengadakan pembukaan festival fotografi. Pameran seni yang akan berakhir pada tanggal 16 November 2021 ini menghadirkan konsep yang unik dengan memakai Pasar Antik Cikapundung sebagai lokasi diadakannya pameran. Pengunjung yang datang seolah akan merasakan bagaimana dibawa ke masa lampau dan mengenang memori lama sambil melihat lihat karya fotografi yang ada. Pemilihan lokasi ini sesuai dengan festival fotografi yang bertajuk “Membekukan waktu, menghayati ruang”.

Dalam laman instagramnya mereka menjelaskan bahwa “Ruang dimaknai sebagai dimensi spasial yang tidak bisa dilepaskan dari dimensi waktu (temporal). Seluruh pengalaman manusia akan selalu berlangsung di dalam konteks ruang dan waktu. Waktu terus berjalan secara kronologis dan melahirkan masa lalu, retensi, serta memori. Lalu memunculkan masa sekarang, menumbuhkan kesadaran dan persepsi. Hingga kemudian memproyeksikan masa depan bersama ekspektasi dan visi. Di dalam citra fotografi, ruang direpresentasikan dalam bentuk ilusi tiga dimensi. Sementara waktu dibekukan menjadi fragmen fragmen yang tidak utuh lagi. Sehingga realitas fotografi tentu tidak lagi bisa disamakan dengan realitas yang sebenarnya.

Setelah menghadiri pameran tersebut pengunjung dapat melihat karya yang dibuat oleh para partisipan festival menyajikan hubungan antara manusia dengan sesamanya, benda maupun suatu objek yang berlangsung di area ruang domestik seperti rumah, kamar, kontrakan, gudang, dan lainnya melalui media fotografi. Mereka menggunakan berbagai macam pendekatan estetik untuk menyampaikan makna dari foto yang dibuatnya untuk memunculkan beragam konteks dan emosi visual.   

Salah satu karya yang cukup menarik perhatian saya adalah karya fotografi berjudul ORTEGA yang dibuat oleh Rhoby Ajadeta salah seorang partisipan yang kini tengah menempuh pendidikannya di UPI Bandung. Disini ia menceritakan tentang bagaimana kehidupan sehari hari perkumpulan orang tegal yang tinggal di Bandung dan berprofesi sebagai pedagang nasi goreng.

ortega-by-rhoby-ajadeta-dokumen-pribadi-61778f2306310e2582292292.jpeg
ortega-by-rhoby-ajadeta-dokumen-pribadi-61778f2306310e2582292292.jpeg
Ortega merupakan singkatan dari orang tegal yang mana merupakan sebutan untuk profesi orang tegal di bidang kuliner khususnya pedagang nasi goreng. Rhoby menjelaskan bahwa masyarakat terkadang memandang profesi ini hanya dari satu sisi dimana kebanyakan orang yang menjalaninya merupakan orang dari masyarakat ekonomi kelas bawah. Meskipun begitu, profesi ini juga sangat dibutuhkan masyarakat jika bosan memakan makanan rumahan.

Foto ini diambil di daerah Gegerkalong, Bandung di sebuah Paguyuban Ortega. Anggotanya merupakan para pedagang nasi goreng yang sedang merantau dari kampung halamannya atau pindah dari tempat rantau sebelumnya.

Macam macam pengalaman dari para Ortega seperti salah satunya ada yang berjualan nasi goreng seharga Rp 4000 saja dan ada juga yang sedang dilatih untuk berprofesi sebagai pedagang nasi goreng di masa depan. Mereka semua tinggal dan hidup bersama di satu bangunan indekos sambil membangun memori bersama dan melakukan regenerasi nilai nilai yang mereka yakini.

Pameran ini mengajak para pengunjungnya untuk menghayati ruang ruang domestik, memaknai ulang hubungan dengan sesama manusia, benda dan memori yang saling terhubung. BPM sendiri sengaja memilih mengadakan pameran ditengah pasar antik sebagai bentuk realisasi keterhubungan antara makna pada berbagai macam foto yang disuguhkan dengan ruang pameran yang ada di tengah pasar dimana tempat berlangsungnya interaksi sosial masyarakat dan berbagai macam aktivitas ekonomi.

Pengunjung bisa merasakan langsung bagaimana suasana yang tercipta terasa begitu hangat. Setelah melihat foto foto yang ditampilkan, perhatian kita akan tertuju pada barang barang antik yang membuat kita teringat pada kenangan bersama orang tua saat masih kecil. Pedagang disana juga terlihat menyambut dengan ramah saat ada pengunjung yang datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun