Mohon tunggu...
A.I
A.I Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Senang membaca, sepakbola, juga bertualang. Saat ini sedang menjalani tahapan industrialisasi pendidikan sebagai: Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Jurnalistik) Semester IV

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hikayat Perkelaminan

6 Mei 2017   20:48 Diperbarui: 6 Mei 2017   20:52 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Awal perkuliahan, Anuar nampak begitu ingin menunjukkan bahwa dia memang anak yang berprestasi. Tidak tanggung, dia pernah menyabet gelar juara dalam bidang karya animasi. Tak salah jika kemudian dia memilih broadcasting  sebagai konsentrasi pilihannya. Dalam suatu perkuliahan, saya terlibat adu argumen segitiga bersama dosen dan seorang kawan yang merupakan aktivis kampus. Saat diskusi sepertinya akan berakhir dengan kursi yang melayang, Anuar dengan jenius berhasil memecahkan sengketa pendapat tersebut. Anuar memang cukup baik dalam segala hal, kecuali hobi dan cita-citanya: ingin bermain judi di Las Vegas.

Judi, bagi Anuar adalah nafas. Bukannya ingin berlebihan, tapi jika ingin ditilik berdasar pada realita yang sahih: Anuar memang sudah berjudi sejak dalam pikiran. Mulai dari sabung ayam, poker, roulette, baccarat, sicbo, capsa susun, qiu-qiu, ceme, hingga judi bola telah dikhatamkan oleh pemuda berambut sebahu itu. Jangan tanya berapa modal yang telah dihabiskan. Dari gadget, uang jajan, uang semester, bahkan uang tiket untuk mudik saat libur kuliah, tandas di meja judi.

Sementara itu, Didit, tak lebih baik dari Anuar. Jika Anuar membaktikan dirinya di meja judi, Didit bergelut di jalur iblis lainnya: Perkelaminan. Entah penghargaan apa yang bisa diberikan pada kawan saya yang benar-benar mendedikasikan waktu, tenaga, dan pikirannya di dunia selangkangan ini. Jika seorang sufi macam Ibnu Rushd menghabiskan nyaris setiap malam di hidupnya untuk membaca buku, maka Didit, pemuda asal Palopo ini, menghabiskan setiap malamnya dengan menyaksikan film beradegan silaturahmi alat kelamin. Saat Pramoedya Ananta Toer berkata: kita harus adil sejak dalam pikiran, maka untuk sahabat yang satu ini, saya berani berkata: dia cabul sejak dalam pikiran.

Didit sejatinya adalah anak yang lahir dari keluarga berkecukupan. Ayah dan ibunya sama-sama memiliki usaha, maka dengan leluasa, Didit bisa meminta kendaraan maupun keperluan lainnya. Satu hal yang kurang darinya adalah isi otaknya yang tak memberi ruang pada hal yang lain selain hal-hal yang berbau pornografi. Mulai dari Jenna Haze, Sasha Grey, Ameri Ichinose, Saori Hara, hingga Maria Ozawa, telah jadi bahan ceritanya pada saya dan Anuar. Bahkan, dia bisa mengetahui siapa nama bintang porno, hanya dari mendengar desahannya. Luar biasa bejat manusia satu ini. Gumamku.

(Bersambung)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun