"Awas! Ada kapal mau menabrak kita!" teriak Ilyas pada awak lainnya.
Petros, Vasilius, dan Umit terkejut dan langsung berusaha mengendalikan perahu mereka agar terhindar dari tabrakan.
Ilyas bergegas turun ke dek bawah untuk menemui Oruc.
"Bangun, kak!" teriak Ilyas.
Oruc terbangun. "Ada apa?!"
 "Ada kapal besar yang mau menabrak perahu kita!" kata Ilyas panik.
Oruc langsung bangkit dan bergegas naik ke geladak, Ilyas mengikutinya.
Sesampainya di atas, Petros, Vasilius, dan Umit telah menunggu sambil mengawasi kedatangan kapal besar itu.
 "Siapa mereka?" tanya Oruc.
"Mereka adalah para kesatria dari Pulau Rodos!" jawab Petros dan Vasilius bersamaan.
Dari bendera Salib Merah yang berkibar di haluan kapal itu, Petros dan Vasilius yang beragama Kristen Ortodoks sangat mengenali kapal itu.
Mereka adalah para Kesatria yang berasal dari Pulau Rodos yang letaknya tidak jauh dari posisi perahu mereka saat ini. Para kesatria itu adalah pengikut Ordo Santo Yohanes dari Yerusalem, sehingga kapal mereka berbendera Salib Merah.
Kapal galai itu semakin mendekati perahu mereka, nampak puluhan laki-laki berseragam militer sudah bersiap dengan pedang yang terhunus di tangan.
Melihat itu, Oruc dan Ilyas dan awak perahu lainnya bersiap dengan mengeluarkan pedang mereka masing-masing.
Selama ini pelayaran mereka aman-aman saja, mereka betul-betul tidak menyangka perahu mereka akan dihadang oleh kapal galai milik Kesatria Pulau Rodos itu.
Kapal itu mendekati dan mencoba merapat ke perahu mereka. Oruc mengawasi penuh siaga dengan pedang yang terhunus di tangan kanannya.
Dari atas kapal itu, salah seorang awak kapal yang berjanggut lebat dan bertubuh tambun mengangkat tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang pedang. Orang itu seakan memberi isyarat agar Oruc dan kawan-kawannya tidak melakukan tindakan apapun. Â
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Ilyas makin panik.
"Bersiaplah, jangan melakukan apapun sebelum ada komando dariku!" jawab Oruc.
Ilyas, Petros, Vasilius dan Umit menurutinya. Mereka bersiaga dengan pedang di tangan mereka masing-masing, menunggu komando dari Oruc.
Oruc bersiaga sambil mengawasi pergerakan orang-orang di atas kapal itu. Terlintas dalam pikiran Oruc, jika orang-orang itu hanya ingin meminta bagian atau menyuruhnya membayar pajak, sebagai warga sipil dia tidak akan menolak, namun apabila lebih dari itu, maka tidak ada pilihan lain selain melawan mereka.
Tidak menunggu lama, belasan orang turun dari atas kapal galai itu, lalu melompat naik ke atas perahu Oruc.
Ilyas yang tidak sabar melihat orang-orang itu, mencoba menghampiri mereka dengan pedang terhunus di tangan kanannya, namun Oruc menahannya.
"Sabar!" kata Oruc sambil mencengkram tangan kanan adiknya itu.
Â
Salah seorang dari mereka, yaitu pria yang berjanggut lebat dan bertubuh tambun melangkah ke hadapan Oruc.
Pria itu adalah Marinos, kapten kapal galai itu. Pria yang memiliki parut di wajahnya itu adalah mantan bajak laut yang tadinya sudah bertobat. Dia lalu direkrut menjadi prajurit Kesatria Rodos.
Pengalamannya sebagai pelaut, membuat dia diberi kepercayaan oleh Pemimpin Agung Kesatria Rodos untuk menjadi kapten di salah satu kapal galai yang bertugas menjaga perairan Laut Aegea di sekitar Pulau Rodos.
Kembali ke kehidupan laut yang keras menggodanya untuk kembali melakukan kejahatan, dia mencegat dan merampok kapal-kapal kecil dan perahu-perahu layar. Jabatannya sebagai kapten kapal dia manfaatkan untuk menggunakan kapal dan awaknya dalam melakukan aksinya.
Sepertiga dari hasil rampasannya dia ambil, sementara sepertiga lainnya dia bagi-bagikan kepada para awak kapal dan dia setorkan kepada pemimpinnya di Rodos, yang dia laporkan sebagai harta rampasan dari bajak laut. Â
Oruc memperhatikan penampilan Marinos dari atas hingga ke bawah. Pria itu mengenakan seragam militer, lengkap dengan pedang dan tameng. Di bagian dada kostumnya itu terpampang tanda Salib Merah yang menunjukkan kalau dia adalah kesatria pengikut Ordo Santo Yohanes dari Yerusalem. Belasan orang di belakangnya menggunakan kostum yang sama, mereka seakan sudah siap untuk berperang.
Kini Oruc dan Marinos sudah berhadap-hadapan. Dari bau nafasnya, Oruc dapat menghirup aroma alkohol dari mulut pria itu. Marinos dan kawan-kawannya memang memiliki kebiasaan meminum minuman keras sebelum melakukan aksinya.
(Bersambung)
Disalin dari Novel Barbarossa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H