Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pembaca dan penulis aktif

Membaca, memikir dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga BBM Dinaikkan atau Dibatasi?

31 Agustus 2022   13:44 Diperbarui: 31 Agustus 2022   13:46 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis mengisi BBM di SPBU (Dokpri)

Sejak dulu subsidi bahan bakar minyak (BBM) selalu menjadi masalah pelik bagi pemerintah.

Sejak dulu pemerintah selalu mengeluarkan ratusan triliun untuk melakukan subsidi terhadap BBM agar harganya terjangkau oleh masyarakat. 

Dalam APBN tahun ini, pemerintah sudah menganggarkan sebesar Rp 502,4 Triliun untuk subsidi BBM. Jika harga minyak dunia tidak naik, nilai kurs stabil, dan konsumsi BBM bersubsidi tetap, maka anggaran sebesar itu mestinya mencukupi hingga akhir tahun. 

Faktanya, harga minyak dunia mengalami peningkatan hingga USD105 perbarel, nilai kurs USD naik menjadi Rp14.700 dan volume konsumsi BBM bersubsidi juga meningkat drastis. 

Akibatnya, pemerintah harus menanggung subsidi yang lebih besar dari yang dianggarkan sebelumnya. 

Harga BBM jenis Pertalite misalnya, saat ini masih dijual dengan harga Rp 7.650 per liter, padahal harga keekonomiannya atau harga yang seharusnya sudah mencapai Rp 14.450 per liter. Itu artinya, pemerintah harus menanggung selisihnya sebesar Rp 6.800 per liter. 

Demikian pula dengan BBM jenis Solar, saat ini masih dijual dengan harga Rp 5.150 per liter, padahal harga yang seharusnya sudah mencapai Rp 13.950 per liter. Itu artinya pemerintah harus menanggung selisihnya sebesar Rp 8.800 per liter. 

Demikian pula dengan gas Elpiji 3 kilogram, saat ini masih dijual dengan harga Rp 4.250 per kilogram, padahal harga yang seharusnya sudah mencapai Rp 18.500 per kilogram. Itu artinya pemerintah harus menanggung selisihnya sebesar Rp 14.250 per kilogram. 

Jika jumlah selisih harga itu dikalikan dengan jumlah konsumsi BBM dan LPG, maka nilainya tentu sangat besar. 

Jika harga BBM dan LPG tidak dinaikkan atau subsidi tidak dikurangi, maka anggaran subsidi yang tadinya Rp 502,4 Triliun akan naik hingga Rp 700 Triliun. 

Seandainya keuangan negara kita melimpah, hal tersebut tidak akan jadi masalah karena memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya. 

Faktanya APBN atau keuangan negara kita masih terbatas, oleh karenanya pilihan yang paling mungkin adalah mengurangi subsidi dengan cara menaikkan harga BBM dan LPG. 

Namun demikian kebijakan untuk menaikkan harga BBM dan LPG juga tidak semudah yang dikira karena bisa berdampak pada kenaikan inflasi dan penurunan daya beli masyarakat.

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan aspek politisnya karena kebijakan menaikkan BBM akan berpotensi menimbulkan penolakan dari masyarakat dan biasanya akan menjadi sasaran empuk untuk dimanfaatkan oleh oposisi untuk kepentingan politik.

Itu sebabnya, pemerintah sangat berhati-hati sebelum mengambil kebijakan menaikkan harga BBM dan LPG tersebut.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan harga BBM tersebut adalah dengan pemberian bantuan langsung tunai kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Meskipun hal tersebut tidak akan dapat menahan laju inflasi dan penurunan daya beli pada masyarakat secara keseluruhan, namun setidaknya dapat mengurangi beban masyarakat bawah. 

Sebenarnya ada alternatif solusi lain tanpa harus menaikkan harga, yaitu dengan melakukan pembatasan konsumsi BBM dan LPG hanya untuk masyarakat yang benar-benar tidak mampu atau berpenghasilan rendah. 

Sesungguhnya subsidi BBM dan LPG hanya ditujukan kepada masyarakat yang tidak mampu atau berpenghasilan rendah, namun faktanya BBM dan LPG bersubsidi sebagian besar justru dinikmati oleh masyarakat yang mampu atau berpenghasilan menengah ke atas. 

Pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan agar BBM bersubsidi tersebut hanya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu atau berpenghasilan rendah atau setidaknya hanya untuk angkutan umum atau kendaraan tertentu saja. 

Namun demikian pembatasan BBM bersubsidi juga tidak mudah dalam pelaksanaannya dan rawan terjadi penyalahgunaan. 

Kita tunggu saja, kebijakan yang mana yang akan dipilih oleh pemerintah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun