Untuk yang kesekian kalinya, Ibukota Jakarta kembali terendam banjir. Menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, ada sekitar 200 RT yang terendam banjir pada hari Sabtu, tanggal 20 Februari 2021.
Berdasarkan pantuan Kompas.com, salah satu daerah yang mengalami banjir terparah kali ini adalah kawasan elit Kemang, dengan ketinggian air mencapai 2 meter.
Seperti biasa, banjir di Jakarta kali ini kembali dipolitisasi. Anies selaku gubernur kembali menjadi sasaran tembak, sebagai orang yang dianggap paling bertanggung jawab. Sebaliknya, para pendukung Anies juga akan membela Anies mati-matian dengan berbagai macam dalih.
Saling menyalahkan dan politisasi banjir di Jakarta seperti itu tentu tidak akan menyelesaikan masalah banjir itu sendiri. Ketika curah hujan tinggi, sementara daerah aliran sungai semakin menyempit dan sumber resapan semakin berkurang, maka Jakarta akan terendam banjir lagi yang menimbulkan korban dan kerugian yang semakin besar.
Hal yang mestinya kita lakukan adalah secara bersama-sama mencari solusi agar banjir tidak terulang lagi atau setidaknya berkurang.
Menurut Anies, penyebab banjir adalah curah hujan yang tinggi dan kiriman air dari hulu, yaitu Bogor dan Depok yang menyebabkan over kapasitas pada sistem drainase.
Benarkah?
Hal tersebut dibantah oleh Walikota Bogor, Bima Arya. Menurutnya, aliran air dari hulu memang menjadi salah satu penyebab banjir di Jakarta, tapi jika tinggi muka air di Bendung Katulampa sudah Siaga 1, sedangkan pada hari itu, tinggi muka air di Bendung Katulampa masih Siaga 3, namun sebagian lokasi di Jakarta sudah tergenang banjir, itu artinya volume air di Jakarta sendiri memang sudah tinggi.
Menurutnya lagi, penyebab banjir di Jakarta, di antaranya juga dipengaruhi oleh kondisi daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung ke Jakarta, yang banyak dibangun rumah liar, banyak sampah dan limbah, dan terjadi pendangkalan.
Sementara itu, menurut Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani, selama tiga tahun terakhir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang tidak fokus mengatasi masalah banjir karena Anies Baswedan terbelenggu oleh janji politiknya semasa kampanye di Pilkada DKI Jakarta.
Anies tidak mau melakukan normalisasi Sungai Ciliwung karena harus merelokasi warga di bantaran sungai, padahal menurut Zita yang juga Ketua Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta Tahun 2020 itu, normalisasi sungai itu merupakan solusi utama untuk mengatasi banjir di Jakarta.
Menurut politisi PAN itu, di masa yang akan datang, siapapun gubernurnya nanti tidak bisa mengganti-ganti program penanganan banjir karena sifatnya harus jangka panjang. Mengatasi banjir itu harus saintifik, bukan politis.
Oleh karenanya, menurut Penulis, jika memang berniat baik mengatasi banjir di Jakarta, maka hentikan politisasi banjir, tata kotamu dan normalisasi sungainya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H