“Selama hidupku aku telah mengambil hak orang lain yang bukan hakku!”
Suara itu terdengar begitu jelas, tapi aku tidak tahu dari mana asalnya. Suara itu sangat dekat, begitu dekat. Seperti menjadi bagian dari diriku.
“Aku telah mengambil uang rakyat yang bukan hakku!” katanya lagi.
Aku masih mencari-cari sumber suara itu, ketika ia kembali berucap, “Aku telah menerima begitu banyak pemberian, melakukan korupsi untuk memenuhi nafsu keserakahanku, dan bekerja hanya untuk kepentingan diri sendiri!”
Astaga! Betapa terkejutnya aku ketika sadar dari mana suara itu berasal. Suara itu berasal dari kedua tanganku! Apa lagi ini? Aku semakin tidak mengerti! Apa yang dikatakan oleh kedua tanganku itu memang benar, tetapi mengapa mereka yang harus menjawabnya? Bukankah fungsi mereka bukan berbicara tetapi memegang? Mulutku memang terkunci, tapi aku tidak pernah memberi mereka otoritas untuk berbicara? Betapa lancangnya mereka! Seandainya bisa ingin rasanya aku memotong kedua tangan penghianat ini!
“Aku memang sering menyumbangkan uang untuk pembangunan mesjid, membantu pesantren dan panti asuhan, dan membayar zakat. Akan tetapi aku melakukannya hanya karena mengharapkan pujian orang dan sebagian besar uang itu berasal dari pemberian yang tidak halal,” kata tangan sial itu lagi.
Aku merasakan hatiku panas terbakar emosi! Tapi apa dayaku, hanya sampai di situ kemampuanku. Aku memang melakukan korupsi, tapi semua itu aku lakukan karena tuntutan hidup. Gajiku sebagai pejabat penting aku rasa belumlah mencukupi semua kebutuhan selama hidupku, terutama untuk menunjang eksistensiku sebagai orang terpandang. Apakah salah kalau aku juga ingin menikmati hidup yang serba berkecukupan selama di dunia? Kalau tidak melalui korupsi, lalu dengan cara apa lagi aku bisa mendapatkan semuanya? Hanya itu kemampuanku.
Penderitaanku ternyata tidak berhenti sampai di situ. Bukan hanya tanganku, anggota tubuhku yang lain pun ikut-ikutan menyalahi fungsinya. Mereka berlomba-lomba untuk mengungkapkan semua hal negatif yang pernah aku lakukan selama hidupku di dunia.
“Aku sering berbohong dan ingkar janji!”
“Aku sering menyalahgunakan jabatanku untuk memperkaya diri dan mendzolimi orang yang tidak aku sukai!”
“Aku sering melakukan perbuatan syirik[4] dengan mendatangi dukun untuk memperoleh dan mempertahankan jabatanku!”