Oleh Nadia Salma Dzakirah
Pelajar
Baru baru ini Paus Fransiskus melakukan kunjungan ke indonesia pada 3-6 September, tak hanya melakukan kunjungan saja Paus Fransiskus pemimpin gereja katolik dunia itu juga mengadakan misa agung di gelora bung karno (GBK) yang di hadiri oleh ribuan umat kristiani.
Kedatangan Paus Fransiskus disambut hangat oleh presiden Indonesia seperti pidato  yang di lansir dari www.presidenri.go.id  Presiden Joko Widodo dan Sri Paus Fransiskus menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya toleransi, keberagaman, dan perdamaian dunia dalam kunjungan kenegaraan bersejarah Paus Fransiskus ke Indonesia pada Rabu, 4 September 2024. Kedua pemimpin menekankan perlunya menjadikan perbedaan sebagai kekuatan dalam memperkuat persatuan, serta pentingnya menyuarakan perdamaian di tengah meningkatnya konflik global.
Dalam pidatonya di istana negara, Presiden Jokowi menyoroti betapa pentingnya menjaga harmoni di negara Indonesia yang memiliki lebih dari 714 suku dan 17.000 pulau. Presiden Jokowi menggarisbawahi peran vital Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam menjaga kohesi sosial di Indonesia yang majemuk.
"Perbedaan adalah anugerah dan toleransi adalah pupuk bagi persatuan dan perdamaian," tegas Presiden Jokowi.
"Oleh sebab itu, marilah kita rayakan perbedaan yang kita miliki, marilah kita saling menerima dan memperkuat toleransi untuk mewujudkan perdamaian, untuk mewujudkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia," sambungnya.
Tapi faktanya, kedatangan Paus Fransiskus ini di nilai berlebihan dan menuai banyak  kontroversi di tengah umat muslim, karena cara penyambutan Paus Fransiskus di narasikan sebagai tujuan perdamaian kemanusiaan dan toleransi. namun, telah banyak menabrak batas batas akidah Islam.
Ada hal kritis yang membuat kontroversi di kalangan umat muslim adalah sebagai berikut, yang paling menyorot  adalah menghilangkan siaran azan dan diganti menjadi running text karena sedang di lakukannya misa akbar yang di tayangkan di televisi. Padahal umat kristen di indonesia berjumlah minoritas sedangkan mayoritasnya adalah umat Islam. Jika yang menonton adalah minoritas tentu saja tidak perlu siarannya di tayangkan besar besarkan apalagi sampai mengganti siaran azan menjadi running text. Hal ini menimbulkan perhatian bahwa misa lebih penting dari azan yang merupakan panggilan sholat untuk umat Illslam.
Padahal seharusnya tokoh umat paham bahwa kedatangan orang non muslim ke Indonesia dimanfaatkan untuk kepentingan Islam dan kaum muslim untuk menampakan syiar dan dakwah Islam kepada mereka bukan sebaliknya justru membiarkan mereka membawa misi agamanya kepada umat Islam.