Mengasah Ketrampilan Berbahasa Anak Usia Dini (AUD)
Melalui Dramatisasi Cerita Rakyat
Oleh : Aji Kusuma Admaja
Masa Emas Tunas Bangsa
Banyak orang berasumsi, usia anak adalah tahapan usia bermain. Memang tidak keliru anggapan ini. Akan tetapi perkembangan yang dialami anak pada usia dini tidaklah sebuah perkembangan yang hanya ditujukan untuk bermain-main saja. Ada sebuah masa penting untuk diketahui pada tahapan usia ini. Apakah itu?, the golden ages atau periode usia emas anak usia dini.
Sebuah fakta ilmiah yang mendukung adanya periode usia keemasan pada anak usia dini adalah hasil penelitian pakar neurologi yang menyatakan bahwa potensi anak usia dini berkembang sangat pesat. Dibuktikan dengan jumlah kandungan neuron atau sel syaraf pada bayi yang baru lahir menunjuk angka 100 sampai dengan 200 milyar neuron yang siap melakukan sambungan antar sel. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, kemudian 80% terjadi ketika berusia 8 tahun, dan titik kulminasi 100% ketika anak berusia 8 sampai 18 tahun (Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD:2007).
Melihat adanya momentum emas untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak usia dini. Sudah sepatutnya momentum tersebut dijadikan langkah awal untuk memulai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Harapannya dengan memulai proses belajar sejak dini akan memberikan manfaat bagi peningkatan prestasi belajar, etos kerja dan produktivitas di masa mendatang. Sehingga pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki untuk meraih keberhasilannya kelak.
Terampil Berbahasa Sejak Dini
Ketrampilan anak dalam Berbahasa Indonesia rasanya perlu diasah sejak dini agar anak terbiasa berinteraksi dengan bahasa Indonesia. Sehingga kedepannya akan menunjang kelancaran anak dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Pentingnya bahasa Indonesia bagi masyarakat Indonesia dikarenakan kedudukan bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional. Oleh karena itu kiranya bahasa Indonesia perlu dipupuk sejak usia dini. Dengan harapan kelak mampu memotivasi anak untuk mempelajari ilmu mengenai bahasa Indonesia secara mendalam.
Sedangkan cara yang digunakan untuk meraih harapan tersebut harus sesuai dengan kapasitas anak usia dini. Sehingga tidak membebani anak usia dini dan dalam hal penerapan harus jauh dari kesan menjenuhkan bagi anak-anak. Maka tercetuslah untuk menemukan sebuah proses belajar kreatif yang mampu melebur dengan dunia anak-anak. Dengan cara mengemas proses belajar sebagai kegiatan bermain yang terarah dapat menjadi landasan untuk menunjang kesempurnaan kemampuan belajar di kemudian hari.
Mengenalkan Bahasa Indonesia Melalui Cerita Rakyat
Salah satu proses belajar kreatif yang dapat diterapkan pada anak usia dini adalah cerita rakyat berbahasa Indonesia. Gagasan ini merupakan solusi kreatif berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan anak-anak. Cerita rakyat yang dikemas dalam bahasa Indonesia mememenuhi relevansi sebagai wahana komunikasi dengan anak. Selain akan mengenal bahasa Indonesia, secara tidak langsung ketika mendengarkan cerita anak juga telah belajar bahasa Indonesia secara lisan.
Indonesia dikenal mempunyai kekayaan cerita rakyat yang luar biasa. Keberadaannya tersebar diantara keragaman kebudayaan masyarakat dari sabang sampai merauke. Sehingga dengan kekayaan tersebut rasanya bukan sebuah persoalan yang sulit untuk mengoptimalisasi cerita rakyat sebagai wahana komunikasi dengan anak. Sedangkan manfaat yang dapat dipetik yaitu kegiatan menceritakan cerita rakyat bisa menjadi proses pewarisan kebudayaan antar generasi. Dan momentum emas anak usia dini dirasa potensial untuk mengawali proses regenerasi kebudayaan.
Adapun selain mengasah ketrampilan berbahasa Indonesia cerita rakyat juga menyelipkan nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dipetik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga terdapat dua manfaat sekaligus, pertama meningkatkan ketrampilan berbahasa anak usia dini. Selanjutnya yang kedua menanamkan nilai-nilai karakter yang akan memperkukuh karakter kepribadian anak menuju arah yang baik. Konsep belajar yang sederhana namun memberikan sebuah umpan balik yang mengesankan.
Mendayagunakan Dramatisasi Cerita Rakyat
Cerita rakyat mampu membantu perkembangan psikologis dan kecerdasan emosional anak. Melalui proses bercerita anak akan mendapatkan rangsangan untuk mengimajinasikan konsep-konsep yang terkandung di dalam cerita. Pada tahapan inilah unsur dramatisasi dalam bercerita mempunyai peran penting yakni bertugas mengontrol imajinasi anak. Dramatisasi akan memudahkan proses mengarahkan imajinasi anak agar tetap positif melalui pembawaan ekspresi dan olah tubuh yang divisualisasikan pencerita.
Sebagai contoh sebuah cerita rakyat yang berasal dari Jawa Timur dengan judul Cindelaras dan Ayam Sakti (www.cerita2rakyat.blogspot.com). Dalam cerita ini terdapat sebuah cakapan yang diucapkan oleh seekor ayam. Berikut adalah bunyi cakapannya,
“Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…”,
Ketika menemukan bentuk cakapan seperti diatas hal pertama yang harus ada di dalam pikiran si pencerita adalah berusaha menghadirkan tokoh ayam yang sedang diceritakannya. Caranya adalah membacakan cakapan dengan bentuk vokal yang sudah dipilih. Kemudian mengenakan kostum yang merepresantasikan tokoh ayam. Setelah itu langkah terakhir adalah membuat gerakkan yang seolah-olah ia sedang menjadi seekor ayam di depan anak-anak yang sedang mendengarkan cerita. Hal ini dikarenakan kata kunci drama adalah gerak. Setiap drama mengandalkan gerak sebagai ciri khusus drama. Kata kunci ini yang membedakan drama dengan prosa fiksi (Suwardi : 2011).
Keunggulan yang ditawarkan dari dramatisasi cerita rakyat adalah berpotensi sebagai media pengenalan bahasa Indonesia kepada anak-anak tanpa membebani mereka untuk belajar layaknya anak sekolah dasar. Pada dramatisasi cerita rakyat merupakan sebuah penggabungan dua kegiatan yang dilakukan secara bersamaan. Mengapa demikian? Dramatisasi cerita rakyat dapat dipandang sebagai sebuah mata uang logam yang mempunyai dua sisi yang menyatu. Pada satu sisi, telah terjadi kegiatan bercerita dan disisi lain sedang terjadi sebuah kegiatan bermain drama oleh pencerita. Dua sisi itu bahu membahu dan terpadu menjadi satu. Kegiatan berkespresi drama dalam dramatisasi cerita rakyat dinilai mampu beradaptasi dengan dunia anak sebagai sarana mengasah ketrampilan berbahasa anak usia dini.
Oleh karena itu pengembangan model bercerita ini sebaiknya tidak dilakukan secara autodidak melainkan dikembangkan melalui bidang keilmuan. Baik ilmu sastra yang berkaitan dengan cerita rakyat atau ilmu drama yang berkaitan dengan dramatisasi. Penerapan Prosedur secara tepat akan berimbas pada pencapaian yang optimal. Luaran yang berupa kemajuan anak dapat diketahui perkembangannya. Selain itu jika terdapat kendala teknis dalam penerapan juga dapat diselesaikan dengan penyelesaian yang berdasarkan teori keilmuan. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan pembaruan model bercerita yang sesuai dengan kebutuhan anak di berbagai zaman nantinya.
Kesimpulan
Anak sebagai generasi penerus bangsa ibarat perhiasan berharga yang harus dijaga. Pentingnya pendidikan terhadap anak menjadi perhatian utama dalam usaha mencerdaskan bangsa adalah sebuah hal yang tidak bisa ditawar. Karena segala bentuk pendidikan yang diberikan kepada mereka pada hari ini merupakan bukti nyata untuk mempertahankan eksistensi peradaban Indonesia di masa mendatang. Melalaikan proses pembelajaran sedikit saja akan berakibat fatal karena masa kanak-kanak tidak dapat terulang kembali. Akan terasa sangat disayangkan jika masa emas anak usia dini hilang terlewatkan begitu saja. Tanpa diisi program pendidikan yang menunjang bagi masa depan mereka.
Perhatian Negara terkait momentum periode usia keemasan pada anak usia dini cukup memuaskan. Hal ini terwujud dalam undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang memberikan payung hukum untuk perlunya diselenggarakan pendidikan anak usia dini. Dijelaskan pula dalam undang undang nomor 20 tahun 2003 pasal 28 mengenai penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada tiga jalur, yakni jalur informal (keluarga), jalur non formal (seperti Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak) dan jalur formal (Taman Kanak Kanak dan Raudhatul atfal).
Terselenggaranya pendidikan khusus bagi anak usia dini diharapkan mampu memunculkan gagasan yang menunjang tumbuh kembang program tersebut. Sehingga akan bermunculan gagasan inovatif yang berpotensi untuk dikembangkan. Salah satunya adalah gagasan Mengasah Ketrampilan Berbahasa Anak Usia Dini (AUD) Melalui Dramatisasi Cerita Rakyat.
Untuk melancarkan gagasan tersebut kerjasama antara pemerintah dan peran serta orang yang sudah tersinergi dengan baik harus lebih ditingkatkan lagi. Selain itu pusat-pusat penelitian yang berada dibawah wewenang Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini haruslah lebih gencar dan berperan aktif dalam melakukan riset mengenai pengembangan metode-metode belajar bagi anak usia dini.
Seperti yang kita ketahui anak mempunyai karakter masing-masing dalam pertumbuhannya dan kebutuhan akan cara belajar juga berbeda-beda. Sehingga melalui penelitian yang dilandasi bidang keilmuan yang terkait dengan dunia Pendidikan Anak Usia Dini. Dinilai mampu menghasilkan program atau gagasan yang relevan untuk diterapkan pada anak usia dini.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional Badan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2007.Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum PAUD.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama .CAPS: Yogyakarta.
Cinde Laras dan Ayam Sakti. 2011. http://www.cerita2rakyat.blogspot.com. diunduh 29 Agustus 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H