Mohon tunggu...
ADLY AKHDAN FAUZAN
ADLY AKHDAN FAUZAN Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Ya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Keteguhan

20 November 2024   12:39 Diperbarui: 20 November 2024   12:39 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masa lalu datang seperti bayangan, menyentuh hati tanpa suara.

    Mentari baru saja terbit di ufuk timur, namun Laras sudah duduk di samping ranjang ayahnya yang terbaring lemah. la menggenggam tangan ayahnya yang semakin kurus, seolah ingin menyalurkan kekuatan yang ia miliki. Laras mencoba tersenyum, meski air matanya nyaris tumpah. 

***

    Beberapa tahun lalu, hidup mereka tak selalu begini. Ayah Laras adalah seorang buruh tani yang sehat dan kuat. Rumah mereka selalu dipenuhi canda tawa, dan ibunya tidak perlu bekerja keras sebagai penjahit rumahan. Namun, semuanya berubah ketika suatu hari ayahnya jatuh sakit parah. Sejak saat itu, beban hidup mereka seolah bertumpuk tanpa henti.

    Sebagai anak sulung, Laras merasa harus memikul tanggung jawab yang besar. Hari-harinya dimulai lebih awal dari biasanya. la bangun sebelum fajar menyingsing, menyiapkan sarapan sederhana dari bahan seadanya. Adik- adiknya, Dinda dan Adi, selalu ia pastikan siap berangkat ke sekolah dengan pakaian rapi meski sederhana.

    Di sekolah, Laras bukan hanya dikenal karena kecerdasannya, tetapi juga karena keteguhan hatinya. Teman- temannya sering membicarakan hal-hal yang tak bisa ia nikmati: ponsel terbaru, pakaian mahal, atau liburan mewah. Namun, Laras selalu menyembunyikan rasa canggung dengan senyuman tipis.

    Suatu hari, Rina, salah satu teman baiknya, mengajak Laras untuk makan malam di sebuah restoran mahal.

 "Laras, nanti malam ikut ya! Tempatnya keren banget," ujar Rina penuh semangat. Laras hanya bisa tersenyum dan menggeleng. 

"Maaf, Rin, aku nggak bisa. Ada banyak hal di rumah yang harus kukerjakan." la tahu, bukan hanya pekerjaan rumah yang menantinya, tapi juga tanggung jawab besar untuk menjaga keluarganya.

    Di rumah, masalah baru muncul ketika Dinda mulai merajuk.

 "Mbak, aku pengen ponsel baru kayak teman-temanku. Kenapa kita selalu nggak punya uang?" Dinda bertanya dengan nada kesal. Laras menatap adiknya, mencoba mencari kata-kata yang bisa menenangkan.

"Kita mungkin nggak bisa punya semua yang kita mau sekarang, Din, tapi yang penting kita masih bisa sekolah. Aku janji, nanti kita akan punya hidup yang lebih baik," jawab Laras sambil tersenyum, meski hatinya terasa berat. la tahu adiknya tak sepenuhnya mengerti perjuangan yang harus ia hadapi setiap hari.

    Setiap malam, ketika seluruh rumah telah sunyi, Laras sering duduk sendiri di kamar kecilnya, memikirkan jalan keluar dari kesulitan hidup mereka. la tahu satu-satunya cara untuk mengubah nasib mereka adalah melalui pendidikan. la bertekad agar adik- adiknya tidak perlu merasakan getirnya hidup yang penuh keterbatasan ini.

    Hingga suatu hari, Bu Santi, guru yang selalu memperhatikan Laras, memanggilnya setelah kelas usai,

"Laras, akhir-akhir ini kamu tampak lebih murung dari biasanya. Ada yang ingin kamu ceritakan?" tanyanya lembut. Laras hanya menggeleng dan mencoba tersenyum.                   

"Saya baik-baik saja, Bu. Kadang saya hanya merasa sedikit canggung dengan teman-teman di sekolah," jawabnya pelan. Bu Santi menatap Laras dengan penuh empati.

 "Ingat, Laras, apa yang kamu lakukan untuk keluargamu sangat mulia. Hidup memang tidak selalu mudah, tapi keteguhan hatimu adalah kekuatan yang luar biasa." Kata-kata Bu Santi menjadi sinar harapan di tengah kegelapan yang sering menyelimuti pikiran Laras.

***

    Laras tersentak dari lamunannya ketika ayahnya menggenggam tangannya lebih erat. Dengan senyuman yang kini lebih tulus, ia berbisik, "Aku akan terus berjuang, Pak. Demi Ibu, Dinda, dan Adi. Demi kita semua."

    Matahari semakin tinggi, dan Laras tahu bahwa hari ini adalah awal dari perjuangan lainnya. Namun, kali ini, ia merasa sedikit lebih kuat, lebih yakin bahwa ia bisa melewati semua tantangan.

    Hidup mungkin tak mudah, namun ia tahu, cinta dan tanggung jawab yang ia miliki adalah harta yang tak ternilai, yang akan terus memberi kekuatan di setiap langkahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun