Mohon tunggu...
Adli hazmi fozasa
Adli hazmi fozasa Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi 'Balance of Power' Untuk Menjaga Kedaulatan Indonesia di Konflik Laut Cina Selatan

24 Mei 2024   10:29 Diperbarui: 24 Mei 2024   10:29 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara/DISPEN KOARMADA I 

Penguatan kekuatan militer Indonesia harus menaikan anggaran militer dan menambah Alutsista terutama di Angkatan Laut. Dalam penguatan Alutsista, Indonesia perlu menambah teknologi acoustic signature dan alat deteksi bawah laut untuk mengetahui aktivitas kapal asing di titik-titik rawan serta choke point.

Tidak hanya itu, strategi Balance of Power juga perlu dilakukan untuk mempersempit kesenjangan kekuatan militer. Indonesia perlu memprakarsai perjanjian keamanan di laut atau security agreement dengan pihak-pihak yang bersengketa dengan Tiongkok seperti Brunei, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Berkaca dari Malaysia yang memiki Five Power Defence Arrangements(FPDA) dengan Britania Raya, Australia, Selandia Baru, dan Singapura sebagai bentuk pertahanan kedaulatan dari ancaman, Indonesia bisa melakukan hal serupat.

Dalam politik internasional, sebuah perjanjian sangat mungkin dilakukan jika adanya kepentingan nasional atau national interest. Pada isu konflik LCS, Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Indonesia  memiliki kepentingan nasional yang sejalur, yakni mempertahankan kedaulatan negara. Sehingga, gagasan membentuk perjanjian keamanan bukanlah hal yang mustahil. Hal ini harus dikemukakan dalam forum-forum diplomasi dan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.

Penguatan kekuatan militer Indonesia dan strategi balance of power menjadi solusi penting untuk menjaga kedaulatan Indonesia dari agresivitas Tiongkok jika hukum laut internasional gagal menjadi landasan melarang Tiongkok untuk beraktivitas di perairan Indonesia.

Referensi artikel:


Ian Storey(2020). The South China Sea Dispute in 2020-2021. SEAS -- YUSOF ISHAK INSTITUTE. hal 1- 13.

Asyura Salleh et.al. (n.d.). The South China Sea: Realities and Responses in Southeast Asia. Asia  Society Policy Institute. hal 42 - 52

Proshanto K. Mukherjee. et.al (2021). The China-Philippines South China Sea Dispute: A Selective Critique of the PCA Award. Hal. 650-676. DOI: 10.4236/blr.2021.122035

Sofia Kausar(2023). Sovereignty at Sea: The South China Sea Dispute and UNCLOS Implications. International Journal of Law Management and Humanities, Vol.6 issue 4. Hal 2624 - 2665.  DOI: https://doij.org/10.10000/IJLMH.115701

Jens Bartelson(2006). The Concept of Sovereignty Revisited. The European Journal of International Law Vol. 17 no. 2. Hal 463--474. doi: 10.1093/ejil/chl006 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun