Mohon tunggu...
Adli hazmi fozasa
Adli hazmi fozasa Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi 'Balance of Power' Untuk Menjaga Kedaulatan Indonesia di Konflik Laut Cina Selatan

24 Mei 2024   10:29 Diperbarui: 24 Mei 2024   10:29 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara/DISPEN KOARMADA I 

Hukum internasional menjadi landasan judusial yang penting dalam mempertahankan kedaulatan. Konvensi hukum laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) mengatur mengenai batas batas laut dan kedaulatan yang tidak boleh dilanggar oleh negara anggota PBB. Namun begitu, dalam kasus ini, implementasi Hukum Laut tidak semerta-merta berhasil.

Kasus Filipina menjadi sebuah pelajaran penting bagi Indonesia. Tiongkok telah melakukan sejumlah tindakan agresif di wilayah Filipina, yakni di Kepulauan Spratly dan Scarborough. Bahkan, pada tahun 2014, Tiongkok membangun pulau buatan di Kawasan Kepulauan Spratly dengan dalih klaim LCS. Filipina yang merasa kedaulatannya  terancam mengajukan gugatan di pengadilan internasional dan berhasil memenangkan kasus tersebut di tahun 2016 dengan UNCLOS sebagai landasan hukumnya. Namun, Tiongkok menolak putusan tersebut dan masih melakukan serangkaian agresi  di perairan Filipina, termasuk adanya kapal laut Tiongkok yang mengusir nelayan Filipina di Kepulauan Spratly.  

Tiongkok telah melanggar hukum laut internasional dengan berlayar di perairan Filipina dan melakukan intevensi di wilayah tersebut. Alhasil, illegal fishing terjadi secara marak dan nelayan Filipina tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan wilayah aktivitas nelayan di daerah tersebut.  Meski begitu, pemerintah Filipina tidak juga melakukan tindakan tegas untuk mempertahankan kedaulatannya di Kepulauan Spratly, dan Scarborough.

Dalam kasus ini, bisa dilihat bahwa adanya hukum internasional tidak semerta-merta mampu melindungi kedaulatan sebuah negara. Mengambil sebuah gagasan dari pandangan realis, power atau kekuatan sebuah negara memiliki dampak langsung terhadap kedaulatan. Indonesia seharusnya menguatkan militernya untuk mempertahankan kedaulatan laut Indonesia

Konflik  LCS kian memanas, dan berpotensi  menjadi konflik bersenjata(arms conflict). Jika hal ini terjadi, Indonesia perlu waspada dengan berbedaan kekuatan militer Indonesia dan Tiongkok. Di tahun 2024, Tiongkok memiliki anggaran militer sebesar Rp3.325,1 triliun, sedangkan Indonesia hanya memiliki Rp135,4 triliun. Kesenjangan anggaran militer menunjukkan bahwa jika terjadi konflik bersenjata langsung dengan Tiongkok, Indonesia kemungkinan besar akan kalah. Hal ini belum ditambah dengan ranking militer Tiongkok di dunia, kelengkapan persenjataan, Alat Utama Sistem Senjata(Alutsista), dan sekutu strategis.

Strategi Balance of Power

 

Ketika kedaulatan Indonesia telah terancam, negara harus segera melancarkan langkah-langkah strategis demi menjaga keutuhan kedaulatan. Meski  hukum internasional dalam kasus Filipina terlihat tidak memiliki efek yang terlihat(tangible effect) dan Tiongkok tetap melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan laut dengan mengindahkan legal binding dari hukum internasional, Indonesia tetap harus mengutamakan jalan diplomasi untuk meredam konflik.

Dalam hal ini, perundingan di tingkat ASEAN perlu diintensifkan. Tiongkok merupakan anggota dari hubungan kerjasama ASEAN Plus Three sejak tahun 1977. Tidak bisa dipungkiri, penekanan  perundingan berdasarkan UNCLOS atau hukum laut internasional harus sesering mungkin dilakukan untuk mendapatkan penerimaan tanpa penolakan atas daerah teritori LCS.

Dalam usaha diplomasi, Code of Conduct (CoC) dalam konflik LCS harus segera disetujui bersama dengan semua negara yang berkonflik.

Di sisi lain, penguatan kekuatan juga perlu dilakukan mengingat adanya ketimpangan kekuatan militer antara Indonesia dan Tiongkok. Hal ini juga yang membuat adanya security dilemma sehingga Tiongkok masih berani mengemukakan klaimnya meski hukum internasional telah mengemukakan bahwa daerah LCS terbagi dengan wilayah Brunei, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun